Part 2 : Duta Kampus

3.1K 261 9
                                    

❝Nyatanya, takdir benar-benar tak ingin adanya jarak di antara kita.❞

🌼🌼🌼

Berbaring nyaman di kasur empuk. Hari Sabtu, Devina akan bermalas-malasan di rumah. Tak ada jadwal kuliah hari ini. Rasanya memang seperti surga. Hanya berharap agar Gavin maupun Heaven tak merusak hari liburnya. Pasalnya seringkali kedua lelaki itu mengusik.

Tok! Tok! Tok! Ketukan pintu membuat Devina mendesis. Gadis itu terpaksa membuka mata. Air muka berubah muram dan kesal.

"Siapa sih yang ganggu?" gerutu gadis itu. Ia turun dari kasur, lalu melangkah menuju pintu kamar.

"Ck! Kenapa sih, Ven? Lo sengaja banget, ya?" omel Devina. Heaven yang tak mau kena omel panjang, lelaki itu memperlihatkan grup chat duta kampus.

"Demi apa? Hari ini ada pemilihan?" tanya Devina. Gadis itu ingin menangis rasanya. Heaven mengangguk.

"Gue juga males sebenernya, tapi gimana? Udah risiko juga. Mandi sana! Nanti bareng gue," suruh Heaven. Lelaki itu juga bagian dari duta kampus.

Devina menutup pintu. Gadis itu menjatuhkan diri di atas kasur. Memukul kasur atas rasa kesalnya. Bukan pasal merusak weekend, tetapi pasangan sebagai duta kampus adalah Malvin. Bagaimana cara ia menghindar kalau takdir selalu mendekatkan?

Tiga puluh menit, gadis itu sudah memakai dress selutut warna peach. Begitu cantik, riasan natural. Pantas disandingkan dengan Malvin, aura seorang Devina begitu memikat. Bahkan, selama kuliah sampai semester lima ini, tak jarang ada cokelat, bunga, jam tangan, parfum, bahkan tas mewah yang mampir di bangkunya. Dulu saat ia tak berangkat dan pulang bersama Heaven, bagian depan mobil penuh dengan barang-barang dari penggemar. Oleh karena itu, Dirga—ayah Devina—meminta Heaven untuk berangkat dan pulang bersama Devina.

Menuruni tangga, gadis itu melihat Heaven yang berdiri di samping pintu. Menghela napas. Ia menyusul Heaven.

"Tertekan banget," ledek Heaven. Devina hanya bisa mengembuskan napas. Gadis itu memang benar-benar tertekan. Mungkin malam ini, ia akan menemui Asyilla.

"Gue mau tidur. Kalo udah sampe bangunin, ya, Ven," lontar Devina seraya menurunkan level jok mobil. Sementara, Heaven hanya berdehem guna menjawab. Heaven sebenarnya butuh teman bicara agar tidak mengantuk. Pasalnya, semalam ia pergi keluar bersama Yolanda—kekasihnya—sampai larut.

🌼

Devina melihat lelaki itu. Lelaki dengan setelan jas warna hitam. Tampan. Devina tersenyum tipis. Bagaimana gadis itu bisa melupakan jika mantannya terlalu tampan? Namun, bukan waktunya untuk menganggumi lagi. Lelaki di sana sudah memiliki gandengan. Sephora tampak cantik di sebelah Malvin. Heaven menyenggol lengan Devina. Gadis itu menoleh.

"Jangan dilihatin terus, nanti jatuh cinta lagi," ledek Heaven. Devina mendesis. Nama saja yang surga, tetapi kelakukan seperti penghuni neraka.

Tak lama, Miss Erlita dan Mr. Jack memasuki ruang temu duta kampus. Semua anggota pun duduk di kursi masing-masing. Sial! Malvin duduk tepat di samping Devina. Sempat Devina membisik kepada Heaven untuk bertukar kursi, tetapi lelaki itu enggan.

"Selamat pagi!" sapa Miss Erlita.

"Selamat pagi!" balas ketiga pasang duta kampus serentak.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang