❝Perhatian itu begitu nyata. Dia tidak benar-benar mengabaikanku selama ini.❞
🌼🌼🌼
Kepulangan Dirga membuat Devina menghela napas. Mengapa kabar menyebar begitu cepat? Kalaupun iya, mengapa Dirga harus pulang? Devina merasa semua berlebihan. Gadis yang sebenarnya ingin kuliah di luar kota, mengharuskan dirinya menetap di Jakarta. Masuk universitas swasta terkenal, Alexandria karena keposesifan sang ayah yang membuatnya dinilai manja. Sungguh, ia benar-benar ingin menghindar, apalagi dari Malvin.
"Pa, I'm okay. I'm really fine. Papa kerja lagi aja dan bilang ke dokter kalo aku pengen pulang," pinta Devina. Dirga menggeleng. Pria paruh baya dengan setelan jas kemarin itu mengelus puncak kepala Devina. Gadis itu mendengus.
"Please, Devina tambah pusing kalo bau rumah sakit, apalagi obat-obatan. Papa tau sendiri 'kan kalo Devina nggak suka farmasi atau dunia kedokteran?" bujuk gadis itu seraya menangkupkan kedua tangan.
"Udahlah, Pa. Kasihan Devina. Lagian 'kan ada aku sama Ayudia yang jagain," bujuk Arinda. Devina mengangguk. Gadis itu memasang ekspresi super miliknya.
Dirga mengembuskan napas. Pria itu akhirnya setuju. Tak ada pilihan lain jika dua wanita kesayangan sudah memohon seperti ini. Devina pun memekik. Lagipula, ia sudah sembuh. Bahkan, sudah boleh beraktivitas seperti biasa. Namun, ia memilih untuk istirahat karena besok akan ada pelatihan di luar kota.
🌼
Duduk bersandar di balkon, pikiran Malvin tak tenang. Ia hanya membantu Heaven sampai ruang tunggu rumah sakit saja. Sementara, lelaki itu harus pulang karena Yeslina menangis kemarin saat menelefon. Kala itu ....
Heaven menancap gas begitu cepat. Sementara, Malvin menahan tubuh Devina di pelukannya. Mobil itu melesat tanpa batas. Seakan Dewi Fortuna berpihak kepada mereka. Mobil melesat tanpa terhenti oleh lampu merah.
Sampai di depan lobi, Heaven meminta Malvin untuk membawa Devina telebih dahulu. Malvin keluar, menggendong Devina. Brankar berjalan ke arah mereka bersama beberapa perawat. Malvin ikut mengejar sampai ia berada di depan IGD, di mana Devina masuk ke dalam. Tak lama Heaven datang seraya memberikan kunci mobil milik Malvin yang mereka pakai tadi.
Ponsel berdering, Malvin yang memasang raut khawatir, kini menengok ke arah ponsel.
"Yeslina?" gumam lelaki itu. Lelaki itu menepuk bahu Heaven dan meminta izin.
"Halo?" sapa Malvin.
"Cepet pulang, Kak. Mama marah-marah lagi sama aku," balas dari seberang sana. Terdengar juga suara isakan.
Malvin tercengang. Lelaki itu bertambah panik. Ia kembali ke tempat di mana Heaven duduk.
"Gue izin pulang dulu, ada masalah sama Yeslina. Jangan lupa buat kasih gue kabar apa pun soal Devina," ujar Malvin terburu. Heaven hanya bisa mengangguk. Malvin pun berlari di antara koridor. Lenyap begitu saja saat belokan pertama.
"Halo? Gimana udah dapet kabar?" tanya Malvin di sambungan telefon.
"Sephora," singkat seseorang di seberang sana. Malvin mengepalkan tangan. Terlihat buku-buku di sela jari. Tangan itu bahkan memutih saking kuatnya Malvin mengepal.
"Thanks, Den," balas Malvin sebelum memutus telefon.
"Brengsek!" umpat Malvin. Sephora benar-benar melampaui batas. Lelaki itu mengambil ponsel kembali. Mengetikan pesan untuk Sephora. Ia akan mengajak bertemu guna memberikan perhitungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovestuck Syndrome [END]
Romance[REAL ESTATE SERIES] Didukung playlist di spotify. Diamond Real Estate No. 7 Wijaya's Family. Pernah dengar, jika cinta pertama adalah cinta yang paling seru, lucu, bahkan terlampau sulit untuk dilupakan? Bagi sebagian orang, mungkin cinta pertama a...