Part 23 : Favorite Café

649 56 2
                                    

❝Favorite, a word that can describe you in my mind and heart. You're more than caffeine.❞


🌼🌼🌼

Selepas Jumat malam yang melelahkan, hari ini Devina tampak tidak ingin beranjak dari tempat tidur. Gadis kesayangan Dirga Wijaya ini tak kunjung bangun padahal suara toa milik Arinda Wijaya terus mengusik telinga. Bahkan, sinar mentari pun menusuk indera pengelihatan gadis itu.

"Devina, ih! Bangun! Udah jam delapan loh, katanya kamu mau ke kafe Tante Ayudia?" usik Arinda dengan menepuk keras bokong yang selimutnya telah disikap.

"Aduh! Sakit tau!" keluh Devina yang mulai mengerjapkan mata. Gadis itu merubah posisi menjadi duduk. Tentu dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka. Tak biasanya anak rajin seperti Devina bangun telat.

"Kamu abis dari mana malam tadi? Lihat tuh, baju berserakan. Kerasukan kamu?" tanya Arinda. Devina mendecak.

"Bukan, Ma. Devina semalem nonton konser. Mama sih nggak ada di rumah," sahut Devina.

"Sama Heaven? Atau sama pacar baru kamu itu? Kata Papa kamu punya pacar baru," cecar wanita paruh baya itu. Menyebalkan sekali, siapa suruh nggak update.

"Sama Malvin, lagian yang kemarin itu bukan pacar. Orang sinting ngaku-ngaku," balas Devina dengan enteng. Gadis itu menguap, setelahnya turun dari kasur untuk mandi. Arinda pun tersenyum.

"Kamu balikan, ya sama Malvin? Kalau iya, Mama restuin kok!" seru Arinda setelah Devina masuk ke dalam kamar mandi. Ah, bagaimana tidak bahagia? Punya besan orang VIP 'kan enak. Arinda pun segera menelefon teman sosialitanya. Terutama Adriana—ibu sambung Malvin—untuk menanyakan kebenaran soal hubungan kedua anaknya.

Decakan dan decakan, apa-apaan Mamanya ini? Devina merasa terganggu ketika harus melakukan live cooking di depan teman sosialita sang ibu. Ditambah lagi Adriana bilang kalau Malvin akan datang. Sialan.

Ya, setelah menuntaskan mandi pagi dan bersiap tadi, Devina langsung meluncur ke Favorite Café dengan Tante Ayudia. Pagi ini Devina sudah berjanji untuk menjadi koki di kafe itu setiap weekend. Hitung-hitung Devina juga belajar untuk mengelola sebuah kafe. Ya, nantinya mungkin ia akan membuka kafe miliknya sendiri.

"Gimana Jeng Ad? Baunya udah enak 'kan, ya?" tanya Arinda seraya memamerkan kemampuan anak perempuannya.

"Iya nih, belum matang aja udah kerasa baunya. Nanti Tante mau yang spesial, ya, Dev," pesan Adriana. Devina pun mengangguk seraya memberikan senyuman tipisnya.

"Aduh, aduh! Kayaknya Jeng Ad ini bakalan dapet mantu paket komplit nih. Udah cantik, lembut, baik, pinter, bisa masak lagi," celetuk Sarah Atmaja.

"Iya nih, Jeng Sarah. Oh ya, Asyilla kapan nikahnya? Kita udah nggak sabar loh buat kondangan. Jadi nggak nih sama keponakan saya, si Dion," ucap Adriana.

Ya, di sana ada tiga kepala para anggota sosialita Diamond, Adriana, Sarah, dan Arinda. Tidak lengkap memang, dari keluarga Halim dan Djuanda juga belum sampai. Mungkin saja masih nanti atau memang ada keperluan.

Lonceng kafe berbunyi, Devina yang tengah memasak, kini melihat ke arah pintu. Begitu juga dengan tiga kepala dari sosialita Diamond. Devina kira Malvin, ternyata dua anggota lagi dari sosialita Diamond. Avril Djuanda, ibu Sephora dan Ineke Halim, ibu Pinky. Ah, beban Devina semakin bertambah sekarang. Kelima wanita itu duduk di kursi melingkar.

Devina mematikan kompor untuk masakan pertama, seafood saus Padang. Ya, itu adalah menu yang sangat disoroti di kafe ini. Namun, seenak apa pun menu itu, Devina tetap tidak dapat mencicipinya. Sebelum memulai masakan kedua, Devina menyempatkan untuk meracikkan kopi. Tentu untuk dua kepala yang baru saja datang itu.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang