Part 1 : Sakit Mata

4K 318 15
                                    

Bukan salah mata memandang ke sana dan ke mari. Namun, hatilah yang berperan lebih. Memberikan rasa, padahal bisa diabaikan.

🌼🌼🌼

Kuis setan mata kuliah studi kelayakan bisnis oleh Bu Megan telah usai. Devina menghela napas di bangkunya. Sungguh mengerikan. Avi membisik. Gadis itu mengajak Devina pergi ke foodcourt untuk mengisi perut.

"Ayo, Dev!" bisik Avi saat Bu Megan masih memberesi kertas kuis. Terlalu primitif, padahal pihak kampus memberikan fasilitas tablet untuk masing-masing mahasiswa.

"Bentar, masih ada Bu Megan," balas Devina tak kalah membisik.

"Ekhem, baik mata kuliah kita lanjutkan minggu depan," ujar Bu Megan sebelum beliau meninggalkan kelas. Avi bernapas lega sekarang.

"Mau makan apa?" tanya Devina seraya memasukkan buku catatan.

"Ayam bakar Pak Budi, laper banget," balas Avi. Devina mengacungkan jempol. Kedua gadis itu keluar dari kelas. Mereka menuju ke lift untuk naik ke lantai empat.

Saat sampai di depan lift, kedua gadis itu terkejut. Begitu banyak yang memakai, bahkan lima lift penuh. Masih ada beberapa antrean di sana.

"Anjir! Penuh banget, pada kenapa sih?" tanya Avi. Devina hanya mengangkat bahu. Avi teringat, gadis itu menyenggol siku Devina.

"Pakai kartu akses khusus lo aja. Keluarga lo 'kan donatur di kampus ini," bujuk Avi dengan mengangkat alisnya. Devina menggeleng.

"Lo nggak kasihan sama mereka? Nggak mau. Kalo mau cepet, kita pakai tangga aja," balas Devina. Gadis itu menolak akses istimewa apa pun. Meskipun ia punya hak, ia tak mau membuat kasta di pertemanannya.

Avi mengembuskan napas kecewa. Selalu begini. Avi pun mengajak Devina untuk naik tangga saja. Kepalang perutnya sudah meronta-ronta. Lagipula, kalau ikut antrean lift bisa lebih lama lagi. Takut tidak kebagian tempat nantinya.

Napas terengah. Naik tangga untuk menyentuh dua lantai di atas mereka begitu menguras energi. Namun, si konyol Avi malah segera mengantre di depan stan ayam bakar Pak Budi. Devina pun ikut menyusul.

"Kayaknya gue tau yang bikin rame banget apaan. Tuh, ada Malvin di sana," tunjuk Avi. Devina melihat ke tempat yang ditunjuk oleh Avi. Benar, Malvin dan teman-temannya. Bahkan, di sana ada Sephora juga. Devina membuang muka. Gadis itu menunduk.

"Kurang kerjaan banget! Emang foodcourt fakultas teknik nggak enak apa?" geram Avi.

"Udahlah, biarin aja," singkat Devina. Avi tak mau mengatakan apa pun lagi, ia paham situasi saat ini. Ia memilih bungkam daripada membuat Devina tak nyaman, meskipun batinnya ingin mengajak Devina menggosip lebih.

Tak lama, sepiring nasi ayam bakar dengan sebotol teh berada di genggaman mereka. Kini, saatnya mencari kursi. Avi menoleh sekeliling. Namun, gadis itu sudah tak melihat kursi kosong selain di samping meja Malvin. Sebenarnya, tadi ia melihat kursi lain yang kosong dan agak jauh dari meja setan itu. Namun, kini sudah ada yang menempati.

"Tinggal meja di samping meja Malvin, Dev. Kalo lo nggak nyaman, kita bungkus aja, ya. Kita ma—"

"Nggak apa-apa, udah terlanjur dine-in juga," balas Devina. Gadis itu tak ingin Avi terlambat makan, pasalnya Avi punya riwayat maag yang cukup parah.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang