Extra Part : Kamu dan Kamera

1.2K 64 2
                                    

❝Potret dan lembaran yang akan diisi oleh kita bertiga.❞

🌼🌼🌼

Duduk manis di dalam rubicon warna hitam. Kehamilan Devina sudah memasuki usia tiga bulan. Wanita yang tengah mengandung itu terus-terusan meminta Malvin untuk liburan. Katanya mau hunting foto di Kebun Begonia karena iri dengan Pinky yang kemarin prewed di sana. Ya, begitulah sifat ibu hamil satu ini.

"Masih lama, ya? Udah nggak sabar, nih. Keburu panas. Bisa nggak sih salip aja, kalau enggak klakson atau tabrak satu per satu, deh!" Begitulah lantur Devina. Malvin menelan saliva miliknya. Sejak hamil, Devina jadi sering marah-marah, manja, sensi, bahkan berperilaku aneh.

"Mas, ayo!" tegur Devina ketika tidak mendapati Malvin yang melajukan mobil lebih cepat. Perjalanan yang hanya ditaksir dua puluh satu menit, kini harus berubah menjadi setengah jam karena macet. Malvin pun melajukan mobil sebisa mungkin. Membunyikan klakson meski mendapat umpatan dari pengguna jalan lain.

"Aduh! Berisik, deh, Mas. Nggak usah klakson-klakson, deh!" protes Devina. Wanita itu berubah murung. Ya, beginilah. Devina sudah mulai kesal. Ia memilih untuk memalingkan wajah ke luar jendela. Malvin mendengkus. Ia menarik Devina ke dalam pelukan. Benar, 'kan? Wanita itu sudah menangis.

"Udah, dong, Sayang. Sebentar lagi, kok. Sabar, ya. Baby, jangan buat Bunda nangis, ya. Sabar. Ayah janji sebentar lagi kita sampai, okay?" ujar Malvin guna menengangkan istrinya.

Peluang, sudah tidak sepadat tadi. Malvin melajukan mobil dengan Devina yang masih menenggerkan kepala di bahu pria itu.

Sepuluh menit, Devina dan Malvin sudah berada di dalam area kebun. Saling bergandengan. Lantas Devina menarik Malvin untuk berfoto di hamparan bunga merah, tepat seperti lokasi pre-wedding Pinky dan Aiden minggu kemarin.

"Lucu banget, Mas. Fotoin, ya!" pinta Devina. Wanita dengan balutan dress selutut berwarna baby blue bermotif bunga itu berdiri di depan hamparan bunga. Berpose dengan senyum lebar seraya menunjukkan perut yang mulai membuncit. Satu jepretan kamera SLR.

"Bagus nggak, Mas?" tanya Devina yang menghampiri suaminya. Malvin tidak banyak bersuara. Ia hanya memperlihatkan hasil foto tadi. Dahi Devina mengerut.

"Mas, angle-nya salah, deh. Harusnya jangan dari kiri, tapi kanan. Aku jadi kelihatan gendut gini loh, Mas," protes Devina. Malvin tersenyum tipis. Beginilah Devina. Sedikit-sedikit mengomentari badannya yang sedikit gembul. Mau bagaimana lagi, sedang hamil memang salah kalau berat badan naik?

"Mas! Jangan loyo gitu, dong! Nggak ikhlas, ya? Nyebelin banget, sih!" rajuk Devina.

"Astagfirullah," lontar Malvin. Pria itu membingkai wajah Devina, lantas memberikan kecupan singkat di dahi istrinya.

"Maaf, Sayang. Mas masih ngantuk. Maaf, ya," bujuk Malvin lagi. Raut cemberut Devina berubah menjadi netral.

"Ya udah, deh. Fotoin lagi, ya, Mas," pinta Devina. Malvin mengangguk. Memotret dan memotret. Entah sudah berapa jepretan dan berapa lokasi yang menjadi latar. Saat mereka di pusat edukasi, tiba-tiba saja Devina bersin-bersin ketika mencium bunga-bunga di sana dalam jarak dekat.

"Hachim, hachim! Mas," rengek Devina di antara bersinnya. Malvin yang tengah menelefon seseorang, kini dikejutkan dengan Devina yang berdiri di hadapannya dengan hidung memerah. Mata wanita itu berair.

"Ya Allah, kamu kenapa, Sayang?" tanya Malvin setelah memutus sambungan telefonnya. Devina menangis tersedu. Ia terus-terusan bersin tidak terhenti.

"Kamu alergi bunga, ya?" tebak Malvin. Devina menggeleng karena tidak tahu. Dulu, sebelum hamil tidak masalah. Malvin pun menarik tangan Devina untuk keluar, setelah memberikan sapu tangan kepada istrinya. Takut ada yang lebih parah, lebih baik liburan di Kebun Begonia disudahi.

Malvin pun memberikan obat flu yang dibeli di apotek terdekat sesuai saran dokter. Ya, pria itu sempat menelefon dokter kandungan Devina. Devina tertidur setelah meminum obat itu. Malvin sudah bisa bernapa lega. Mungkin ia akan pulang saja.

🌼

Menidurkan Devina di atas ranjang mereka. Hidung yang memerah masih membuat Malvin kalut. Sampai sebuah ketukan pintu yang terbuka menyadarkan Malvin. Seorang lelaki berdiri di sana. Lelaki dengan snelli dan wajah yang kusut. Malvin pun menghampiri adik iparnya itu. Yumna Helio Wijaya yang tengah koas setelah menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Padjajaran, Bandung.

"Muka kamu kusut banget, mandi sana!" suruh Malvin. Yumna mengangguk, setelah memberikan bubur ayam kepada Malvin.

"Biasa, Mas. Shift malam bikin berantakan. Apalagi ada yang sering gangguin aku, Mas. Semakin kacau, deh. Rasanya pengen cepet-cepet selesai aja," keluh Yumna. Ya, lelaki itu tinggal di rumah Malvin selama semester akhir dan koas. Waktu semester awal, lelaki itu enggan untuk menumpang. Alasannya pengen sendiri. Namun, mendapati kondisi kacau dan tidak terurus Yumna, membuat Devina memaksa adik laki-lakinya untuk ikut tinggal bersama mereka.

"Cewek pasti! Kalau ada yang suka, jangan disia-siain," pesan Malvin. Yumna terkekeh. Lelaki itu memilih untuk meninggalkan kamar kakaknya. Lantas membersihkan diri di kamarnya sendiri.

Devina meleguh. Wanita itu terbangun setelah mendengar percakapan di kamarnya. Malvin pun membantu istrinya untuk duduk.

"Gimana, Sayang? Udah mendingan?" tanya Malvin. Devina pun mengangguk.

"Makan, ya? Aku suapin kamu," bujuk Malvin. Devina mengangguk lagi.

"Di halaman belakang, ya, Mas. Aku pengen cari angin. Perutku mual kalau di dalam kamar terus," pinta Devina. Malvin pun mengangguk. Pria itu membantu Devina untuk menuruni tangga. Tak sampai di situ, pria itu meminta Bi Surti untuk menggelarkan karpet. Sepasang suami istri itu duduk di karpet di antara hamparan rumput hijau.

Duduk bersila dengan kepala Devina yang bersandar di dekapan Malvin. Wanita itu berubah manja setelah mencak-mencak di kebun tadi. Malvin memeluknya dari belakang sembari menyuapkan bubur ke mulut Devina.

"Mas, besok-besok jangan bubur lagi, ya. Aku pengen makan bakso besok," ujar Devina. Malvin mengangguk.

"Iya, Sayang. Selama nggak bikin kamu mogok makan aku turutin semua," balas Malvin. Pria itu berhasil menyuapkan ke mulut Devina. Di sela kunyahan, Devina menginginkan sesuatu.

"Mas, Yumna udah pulang belum?" tanya Devina.

"Udah, emang kenapa?" tanya Malvin balik.

"Boleh panggilin ke sini nggak? Harus udah mandi, terus pakai parfum yang banyak," pinta Devina. Malvin mengerutkan dahi. Untuk apa?

"Kok harus pakai parfum sama udah mandi, emang mau ngapain, Sayang? Kamu mau apa? Yumna baru pulang, loh. Kasihan, mukanya kusut kurang istirahat," elak Malvin. Devina mendecak. Lantas wanita itu merajuk. Malvin mengembuskan napas. Ia pun mengalah dan memanggilkan Yumna.

Merasa tersudut dan tergantikan. Malvin duduk sendirian sembari menyuapi Devina makan. Yumna yang mengantuk itu menjadi sandaran empuk untuk Devina. Ya, memanggilkan Yumna, lalu meminta menyemprotkan parfum banyak-banyak hanya untuk memenuhi keinginan bayi mereka. Devina memeluk erat adik laki-lakinya itu. Meminta Yumna untuk mengelus perutnya. Sementara, Malvin hanya melempar senyum tipis. Nasib sudah. Malvin dapat pastikan, anak pertama mereka adalah perempuan.

🌼🌼🌼

Word count : 1039 words.

He yoo! Gimana-gimana, Guys? Aku kasihan sama Malvin, deh. Ya ampun. Untung aja Yumna bukan cowok lain. Kalau cowok lain, bisa habis rumah tangga mereka. Si baby M ini suka nakal, ya wkwk. Satu kalimat buat part ini, dong!

Yang belum vote cerita apa yang harus publis setelah ini, bisa ikut vote di bagian Epilog, ya. Jangan sampai ketinggalan. Jangan lupa terus vomment. Terima kasih.

Big luv,

Vatte.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang