Part 21 : Permintaan Adriana

785 54 3
                                    

❝Tak peduli setangguh apa raga itu berdiri. Tetap saja ia akan tumbang jika tak mampu menopang.❞

🌼🌼🌼

Malvin Eriko Yohan, lelaki tumbang sebelum pertandingan telah dilarikan ke rumah sakit setelah pemeriksaan singkat di ruang kesehatan Alexandria. Lelaki berusia dua puluh tahun itu tampak ditunggui oleh ibu tirinya, Adriana. Malvin merasa bosan, sebenarnya tanpa dirawat pun ia tak masalah. Malvin mendecak ketika ia memandang Adriana yang sibuk memainkan ponsel.

"Ma, hp Malvin mana, Ma?" tanya Malvin kepada Adriana dengan nada keras. Ia sengaja agar Adriana merespons dirinya.

"Kamu 'kan lagi sakit, Vin," balas Adriana dengan mata yang tak lepas dari ponselnya.

"Please, Ma. Malvin bosen," ujar Malvin. Adriana meletakkan ponselnya. Ia berjalan ke arah laci, lantas mengambil ponsel milik Malvin.

"Udah, ya jangan berisik! Mama lagi sibuk sama grup chat Mama," ucap Adriana. Wanita itu kembali ke sofa.

Sementara itu, Malvin menelefon Aiden untuk datang. Lelaki yang ia tugaskan mengawasi Bams dan Devina tak kunjung mengangkat panggilan.

"Sibuk ngapain, sih?!" gerutu Malvin. Ia mencoba menelefon lagi. Kali kedua berhasil. Namun, terdengar nada tak mengenakan dari seberang sana.

"Apaan sih, Vin?!" maki dari seberang sana. Malvin pun menjauhkan speaker ponselnya.

"Brengsek lo, Den! Ngagetin tau nggak?" balas Malvin.

"Abisan lo telefon pas gue lagi rapat. Jadi, malu 'kan gue gara-gara lo. Ada apa lo telefon gue? Cepet kasih tau, nggak usah banyak basa-basi," ketus Aiden.

"Devina gimana?" tanya Malvin dengan menggigit bibir bawahnya.

"Tanya sendiri sama orangnya," balas Aiden, lantas lelaki di seberang sana memutus panggilan.

"Bangsat nih, si Aiden!" umpat Malvin.

"Ya kali gue tanya langsung sama Devina. Bego nih anak lama-lama," makinya lagi.

Malvin mendengar suara sang ayah yang hendak memasuki kamar rawatnya. Lelaki itu menyembunyikan ponsel di bawah bantal. Begitu juga Adriana yang menyimpan ponselnya. Kemudian, wanita itu berpindah ke tempat duduk samping brankar Malvin. Ya, beginilah sifat asli Adriana jika tidak ada Jefan. Seenaknya sendiri. Adriana bukanlah sosok ibu yang tepat untuk ketiga anak Jefan.

"Sayang, kamu minta apa? Mau apel? Mama kupasin, ya?" tawar Adriana saat Jefan memasuki kamar putranya. Malvin ingin sekali mendecih dan menghardik ibu gadungan yang ada di sampingnya ini. Malvin tak heran lagi dengan kemampuan akting Adriana yang perlu diacungi jempol.

"Nggak usah, Ma. Malvin cuma bosen aja di sini," balas Malvin dengan senyum terpaksanya. Jefan yang tak melihat manipulasi kedua insan itu, hanya bisa berdecak kagum.

"Gimana keadaan kamu? Mendingan?" tanya Jefan. Hampir sama dengan Adriana, di luar ada beberapa wartawan yang mengangkat kamera. Bukan hal pertama Jefan melakukan ini. Hal yang wajar pula, Jefan ingin membangun citra sebagai anggota dewan dengan baik. Terlebih tahun depan ia akan mencalonkan diri menjadi ketua DPR-RI.

"Baik kok, Pa," balas Malvin. Jujur, Malvin sudah muak dengan semua sandiwara ini. Bahkan, sampai Malvin tidak dapat membedakan lagi, mana yang tulus dan sebatas sandiwara.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang