Part 37 : Gejolak Trauma

566 45 0
                                    

❝Hubungan baik waktu lalu, bukan berarti hari ini akan sama. Gejolak akan trauma itu yang membuat ego dalam diri membuatnya sia-sia.❞

🌼🌼🌼

Waktu berlalu begitu cepat, terhitung sudah sebulan hubungan Malvin dan Devina berjalan setelah kencan dadakan di Naga Bar, Labuan Bajo. Saat ini, hubungan mereka tampak baik-baik saja, meskipun bayangan Sephora menghantui. Lagipula, semua yang dilakukan Sephora akan berakhir sia-sia. Toh, ia sudah berjanji kepada Malvin untuk tidak memasukkan omongan Sephora ke dalam hatinya. Terlebih, gadis ular itu memiliki perkataan yang begitu toxic. Bicara soal Bams, lelaki itu sudah tidak muncul lagi. Lebih tepatnya, ia memilih untuk berpaling hati ke Mauren, sahabat Sephora. Bersyukur, hubungan Devina dan Malvin sudah berkurang bebannya.

Devina mengembuskan napas. Duduk di bawah pohon rindang yang biasa ia jadikan tempat untuk membaca atau menghabiskan waktu sebelum kelas selanjutnya. Akhir-akhir ini Malvin sibuk dengan pekerjaan part time dan basket. Ah ya, lelaki itu mencoba untuk bekerja di perusahaan Dirga—Papa Devina—untuk belajar. Hitung-hitung menabung untuk pernikahan dengan Devina nanti.

Ting! Sebuah pesan masuk ke ponsel Devina. Gadis itu menyerit melihat pesan panjang dari Tante Ayudia. Ia membuka kunci layar utama, begitu juga pesan dari Ayudia.

From : Tante Ayu

Dev, hari ini Tante punya tawaran bagus buat kamu. Lumayan bisa dongkrak nama kamu juga, siapa tahu ada yang tertarik. Jadi, hari ini bakal ada tim penilai koki terkenal, kamu mau 'kan live cooking di kafe Tante. Lumayan loh satu langkah lebih dekat sama mimpi kamu. Kalau mau Tante atur jam live cooking kamu.

Begitu isi pesan panjang dari Tante Ayudia. Devina membulatkan mata. Kesempatan emas dan tidak akan datang untuk kedua kalinya. Devina pun mengetikan 'iya' untuk membalas pesan itu.

"Aaa, seneng banget!" gumam Devina girang. Gadis itu memasukkan buku ke dalam totebag, lalu bergegas ke kafe Tante Ayudia. Ia harus berlatih dulu. Tentu ia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri.

Devina bangkit dari duduknya. Ia bergegas untuk ke depan. Ia sudah memesan taksi tadi. Sebelum itu, ia izin pulang duluan kepada Malvin agar lelaki itu tidak menjemputnya.

"Btw, gue kasih alasan nggak, ya kalo pulang cepet ke Malvin?" gumamnya. Ia menimbang keputusan yang berat. Jika ia mengatakan, ia takut Malvin akan marah. Terlebih ia sudah janji untuk tidak live cooking lagi setelah tragedi waktu tangan Devina terkena wajan panas. Devina mendecak. Ia tidak bisa membuang peluang yang ada jika Malvin malah melarangnya nanti.

"Ck! Gue kasih tahu kalo udah selesai aja, deh!" putus Devina. Gadis itu bersegera untuk keluar dari area kampus karena taksinya akan segera sampai. Sudahlah, soal Malvin bisa diatur.

Sementara itu, Malvin masih sibuk dengan urusan kantornya. Lelaki itu masih berkutat dengan proyek-proyek yang membutuhkan jasa drafting miliknya.

"Huh, untung aja Devina minta nggak dijemput. Gue juga lagi ribet banget!" ujar Malvin. Ia memilih menyandarkan tubuh di pilar kursi. Rasanya penat, mungkin karena ia belum terbiasa saja. Kepalanya bahkan sudah cenat-cenut tidak karuan. Sampai pintu ruangannya terbuka. Tampak Dirga di seberang sana.

"Capek, Vin?" lontar Dirga. Malvin sontak menegakkan tubuh. Lelaki itu meringis. Ia pun bangkit dari kursi putarnya, lalu berjalan ke arah sofa.

"Lumayan, Pa," balas lelaki itu. Ah ya, soal kata 'Papa' memang Malvin diminta untuk menyebut Dirga seperti itu, sesuai keinginan Dirga.

"Papa bawa kopi, nih. Tadi dikasih sama Gavin," ujar Dirga seraya memberikan kopi milenial itu kepada Malvin. Tentu, Malvin menerimanya dengan senang hati.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang