❝Jika saja malam itu adalah pertanda paling tepat, maka berjalanlah beriringan bersamaku. Bukan hanya menaklukan dunia, tetapi membuat semesta yakin jika genggaman ini tak akan lagi terpisahkan.❞
🌼🌼🌼
Destinasi pertama untuk hari kedua adalah Pulau Padar. Setelah kejadian semalam, godaan-godaan dari anggota Yohan lain tertuju ke Malvin dan Devina. Masih ada kecanggungan setelah semalam, tetapi batas keraguan tampak sudah menghilang. Terlihat jelas mereka salah tingkah jika diceletuki atau sekadar saling berpapasan.
Turun dari pesiar, lalu menanjakkan kaki di pulau. Bara, lelaki pecinta alam itu mengajak anggota lain untuk hiking ke puncak Padar. Terlihat cukup melelahkan, tetapi jika sudah sampai di atas sana, kesan lelah itu akan lenyap. Mereka menyusuri bukit satu per satu. Tentu di depan sana ada Bara, sang ksatria pecinta alam.
"Kalo nggak kuat, noleh aja," pesan Malvin kepada Devina yang berjalan di depannya. Devina menoleh. Gadis itu mengangguk.
"Acieee! Iri nih aku nih!" celetuk Jessica. Ah, gadis itu membuat malu saja. Dasar bocah prik!
Perjalanan sampai ke puncak Padar akan memakan waktu kurang lebih empat puluh lima menit. Namun, tampaknya perjalanan akan lebih singkat, mengingat sang pemimpin di atas sana adalah Bara, ahlinya alam.
"Kalau ada yang capek bilang, ya!" seru Malvin yang berada di tengah. Semua orang serempak menjawab 'iya'. Sementara, para tetua tidak ikut untuk naik. Mereka lebih memilih untuk menikmati area bawah karena Jefan mendapat telefon tadi. Lagipula, sudah tidak ada jiwa petualang di raga mereka. Takut-takut nyeri sendi.
Tiga puluh menit, Devina mengelap peluh di pelipis. Gadis itu lelah dan haus. Melihat gelagat Devina, Malvin menyentuh tangan gadis itu.
"Kenapa?" tanya Malvin. Mereka masih juga berjalan.
"Haus," balas Devina. Malvin meraih air mineral di tas selempang miliknya. Ia memberikan kepada Devina. Namun, sebelum itu Malvin menyingkir dari barisan.
"Ada apa, Kak?" tanya Bara dari atas.
"Duluan aja, Devina haus. Nanti kita nyusul!" seru Malvin. Namun, Bara tidak juga melanjutkan perjalanan.
"Guys, kita istirahat dulu!" teriak Bara. Pantang bagi pendaki sejati untuk meninggalkan anggota yang dipimpinnya. Begitulah prinsip dari Bara Argantara Yohan. Sepuluh menit, waktu yang cukup untuk merehatkan diri.
Setelah meneguk air mineral dari Malvin, Devina mengembalikan kepada Malvin. Gadis itu memijat kakinya yang pegal, sedangkan Malvin meminum habis sisa air yang diminum Devina tadi.
"Kaki kamu pegal? Mau aku pijitin aja?" tawar Malvin. Seketika suasana hening jadi riuh. Devina menggeleng.
"Nggak usah, udah mendingan kok. Lagian ini karena aku nggak pernah hiking," balas Devina. Ah ya, gadis itu menimbang ucapan Arinda kala itu. Mungkin akan lebih baik menggunakan 'aku-kamu'. Lagipula, kata itu tidak ada spesialnya.
"Ya udah," ujar Malvin. Lelaki itu mengacak rambut Devina dengan gemas.
"Kalau ada apa-apa, kamu bilang ke aku," pesan Malvin lagi. Entah, ini sudah kali ke berapa. Devina merasa tidak enak dengan yang lain. Dunia terasa milik berdua sekarang.
"Udah sepuluh menit, kita lanjut, yuk! Waktunya juga mepet," ujar Bara. Mereka semua melanjutkan perjalanan ke puncak Padar.
Waktu berjalan begitu cepat, puncak Padar pun sudah diraih. Devina mengembuskan napas lega. Begitu juga dengan yang lain. Ah, rasanya perjuangan menaiki bukit tidak sia-sia. Benar-benar panorama yang indah ketika sudah sampai di atas sini. Birunya lautan, barisan bukit, dan pulau lain di sekitarnya membuat mata terasa dimanjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovestuck Syndrome [END]
Romance[REAL ESTATE SERIES] Didukung playlist di spotify. Diamond Real Estate No. 7 Wijaya's Family. Pernah dengar, jika cinta pertama adalah cinta yang paling seru, lucu, bahkan terlampau sulit untuk dilupakan? Bagi sebagian orang, mungkin cinta pertama a...