❝Jemari itu sudah bertaut, ada rasa tak nyaman oleh mata. Rasanya begitu menyakitkan hati. Jujur, aku tak akan kuat.❞
🌼🌼🌼
Bams melempar senyum di sepanjang koridor. Lelaki itu mengantar Devina sampai kelas. Tangan itu merangkul bahu Devina mesra. Sebenarnya, Devina agak risih, tetapi gadis itu tak bisa mengelak. Ini adalah salah satu dari rencananya. Ia mencoba beradaptasi. Setidaknya sudah tak ada lagi gosip tak enak yang beredar.
"Huh." Devina mengembuskan napas lega. Mereka sudah sampai di dalam lift. Namun, Bams tak kunjung melepas rangkulan. Sampai gadis itu berdehem.
"Tangan lo gini terus, nih? Kita udah ada di dalam lift loh," ujar Devina. Bams menyengir. Ia melepas rangkulan di bahu Devina.
"Sorry, gue lupa," balas Bams seraya melayangkan kedua jemari ke udara membentuk huruf 'V'. Tak lama lift berhenti. Sampailah mereka di lantai dua. Bams memulai aktingnya lagi. Ia merangkul Devina mesra. Atensi menuju kepada mereka. Ternyata, rumor tentang Devina yang merebut Malvin tidak benar. Hal ini dibuktikan dengan Devina yang sudah berpacaran lebih dulu sebelum kejadian-kejadian selama pelatihan duta kampus.
Langkah terhenti di depan kelas A1, Bams memutar tubuh Devina untuk menghadap dirinya. Bams memegang kedua pundak Devina.
"Kamu belajarnya yang rajin, nanti abis kelas langsung telefon atau chat aku, aku bakal jemput kamu di sini," ujar Bams seraya memberikan senyum hangat.
"I-iya, kamu juga," balas Devina. Gadis itu tampak canggung dan tidak terbiasa. Tanpa disadari, Bams memberikan elusan kepala. Devina terkejut. Bahkan, mahasiswa lain di dalam pun ricuh. Setelah membuat gempar, Bams berbalik dan meninggalkan gedung E. Ia akan kembali ke kelasnya di gedung F.
Devina langsung duduk di kursinya. Ia malu, bukankah Bams terlalu berlebihan menghayati peran sebagai pacar pura-pura Devina? Harusnya biasa saja, tapi baguslah. Mahasiswa lain jadi percaya dan tak membicarakan dirinya dengan Malvin.
"Cie ... pacar baru, nih. Kok nggak bilang ke gue kalo kalian pacaran, sih?" goda Avi. Devina memelototkan mata. Bisa-bisanya Avi menggoda dirinya padahal Avi jelas-jelas tahu rencana Devina.
"By the way, gue diajak Kevin buat kumpul ADC malam ini. Kevin yang undang Bams. Nggak tau, tiba-tiba ada acara dadakan," ungkap Avi. Devina mengerutkan dahi. Ia sama sekali tidak tahu soal acara ADC hari ini. Terlebih, ia tak melihat ponsel.
"Tapi buat apa, ya ADC undang eksternal dateng ke acara? Biasanya cuma anggota sama pasangan mereka, itu pun jarang," ujar Devina. Ia mendapati keganjalan.
"Tau, deh. Gue tuh sebenernya kepo sama acara kalian. Gila, excited banget pas tau diundang," ujar Avi. Devina mengangguk saja. Ia bukan tak suka, tetapi hanya penasaran atas dasar apa acara nanti malam.
Percakapan mereka terpaksa ditunda. Pak Arvin memasuki ruang kelas. Sialnya, ada tanda-tanda tidak baik. Kuis dadakan Pak Arvin selaku Dekan FEB.
🌼
Kepala Devina begitu berat. Ia berada di foodcourt gedung F. Bams mengajak Devina karena teman-temannya ingin berkenalan dengan pacar baru Bams. Namun, semua tak berjalan lancar. Devina merintih kesakitan karena kepala yang pusing. Akhirnya, Bams hanya mengajak Devina makan. Mungkin saja energi Devina terkuras akibat kuis dadakan Pak Arvin ditambah presentasi individu mata kuliah riset pasar.
Tangan Bams memijat kepala belakang Devina. Lelaki itu sudah mengajak pulang Devina, tetapi gadis itu enggan. Kata Devina masih ada ulangan Bu Andin tiga puluh menit lagi.
"Dev, pulang aja, yuk! Muka kamu pucet banget," ujar Bams. Lelaki itu memakai 'aku-kamu' karena masih banyak orang yang berpotensi mendengar. Devina tetap menggeleng. Ia menidurkan kepala di atas meja. Bams mulai putus asa. Ia tahu Devina akan pingsan jika dipaksakan. Lelaki itu dengan sigap bangkit dari duduk. Ia menggendong Devina menuju ruang kesehatan. Setidaknya Devina bisa beristirahat dulu. Ia akan mengizinkan kepada Bu Andin.
"Turunin, Bams! Nggak enak dilihat sama orang-orang," suruh Devina. Bams menggeleng. Ia tetap kukuh dalam pendiriannya. Devina mendecak. Ia tak mau bertambah malu. Percuma memaksa Bams, lelaki itu tampak tak ingin melepaskannya. Ia pun berakting pura-pura pingsan agar ada alasan untuk digendong ke ruang kesehatan. Sementara itu, Bams hanya terkekeh.
Sampai di ruang kesehatan, Bams langsung menidurkan Devina yang benar-benar sudah tertidur. Lelaki itu meregangkan otot-otot tangan yang pegal. Berjalan sambil menggendong Devina dari gedung F ke gedung J cukup membuatnya pegal. Lelaki itu tidak pergi, ia malah menarik kursi, lalu duduk di samping brankar Devina. Wajah yang semula pucat, kini sudah lebih memerah. Sepertinya Devina terlalu lelah.
Bams mengambil ponsel. Ia menghubungi Avi via DM instagram. Lelaki itu hendak mengizinkan Devina yang tak bisa mengikuti kelas Bu Andin. Ia bahkan mengirimkan foto kepada Avi sebagai bukti.
"Gue seneng lo bisa sedeket ini sama gue, Dev," gumam Bams. Lelaki itu langsung meletakkan ponsel. Ia ikut tidur di brankar samping. Ia juga lelah.
🌼🌼
Devina tengah menyiapkan diri. Ia akan mengikuti acara ADC malam ini. Sebenarnya malas, tetapi jika ia tak datang pasti muncul rumor baru. Terlebih, acara ini atas kemauan Bams, kekasih pura-puranya.
Ketukan pintu terdengar, pasti Bams sudah sampai di pekarangan rumah. Devina membuka pintu, ia melihat wajah Heaven di sana. Heaven masih tak habis pikir dengan Devina yang tiba-tiba mendeklarasikan hubungan dengan Bams. Namun, ia tak bisa mengelak. Beberapa kali ia bertanya, jawaban Devina selalu sama. Kecewa, tetapi itu pilihan Devina.
"Pacar lo udah dateng," ujar Heaven. Devina mengangguk. Ia pamit untuk jalan duluan. Devina pun menuruni tangga segera. Sesampainya di depan rumah, ia melihat Bams dengan mobil yang terparkir.
"Cantik," puji Bams. Lelaki itu langsung membungkam mulut. Devina terkekeh.
"Udah, yuk jalan! Lagian lo pake bikin acara segala," ujar Devina. Ia langsung masuk ke dalam mobil Bams. Mereka segera meluncur. Sementara, Heaven tengah memantau dari balkon.
Tiga puluh menit perjalanan, mereka sampai di restoran biasa. Siulan menggema. Kedatangan pasangan baru membuat anggota ADC ricuh, tetapi tidak bagi anggota inti ADC, mereka lebih suka Devina dengan Malvin. Cukup terlihat, apalagi mereka berteman sejak SMP dulu.
"Jadi, gimana? Kalian beneran pacaran? Gue kira cuma angin lalu doang," tanya seorang anggota.
"Iya, nih. Gue pikir Devina bakal balikan sama Malvin," celetuk Maura. Devina tersenyum miris. Sementara, Malvin terus-menerus mengaduk jus miliknya tanpa diminum. Lelaki itu memandang datar pasangan yang baru saja datang.
"Vin, lo kenapa, sih? Lo nggak makan? Gue suapin, ya?" tawar Sephora. Gadis itu memanfaatkan peluang begitu bagus. Malvin tak menoleh atau menjawab. Namun, saat Sephora menyuapi, Malvin membuka mulut dan memakan suapan Sephora.
Atensi yang semula mengarah kepada Bams dan Devina, kini mengarah kepada Malvin. Cukup sekali Devina memandang. Ia tak kuat. Begitu perih rasanya, tetapi harga dirinya lebih tinggi. Ia tak mau dicap macam-macam oleh mulut ular Sephora.
🌼🌼🌼
He yoo! Dahlah, lapaknya udah bangkrut. Capek aku nulis begini mulu. Egonya itu loh, capek aku capek.
Jangan lupa vomment. Terima kasih.
Big luv,
Vanilla Latte.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovestuck Syndrome [END]
Romance[REAL ESTATE SERIES] Didukung playlist di spotify. Diamond Real Estate No. 7 Wijaya's Family. Pernah dengar, jika cinta pertama adalah cinta yang paling seru, lucu, bahkan terlampau sulit untuk dilupakan? Bagi sebagian orang, mungkin cinta pertama a...