Part 4 : Pacar?

2.3K 203 5
                                    

❝Bahkan, mata orang awam saja paham jika kita memang terlihat sempurna sebagai pasangan.❞

🌼🌼🌼

Devina sibuk menggerutu di jalan. Gadis itu ditinggal oleh Heaven ke kampus karena ia telat bangun. Persetan, ia begitu lelah gara-gara kemarin. Pulang menemani Malvin, langsung mengerjakan tugas dari Pak Yos sampai begadang. Namun, tetap saja belum selesai karena terlalu banyak.

"Kak Gavin, bisa nggak sih nyetirnya pelan aja? Aku lagi ngerjain tugas, nih," protes Devina. Terpaksa berangkat bersama Gavin karena lelaki itu satu-satunya pilihan. Dirga sudah pergi pagi tadi, katanya ada perjalanan bisnis. Sementara, Yumna malu kalau memboncengkan Devina. Lagipula, lelaki kelas akhir itu sibuk mengapeli adik Malvin, Yeslina.

"Lagian kamu ada-ada aja. Ngerjain tugas itu di rumah, bukan di mobil," balas Gavin. Devina mendengus. Gadis itu memasukkan tugasnya ke dalam tas. Ia tak mau harus mengganti jika tercoret.

Sebuah panggilan, tetapi bukan berasal dari ponsel Devina. Lockscreen ponsel Gavin menyala. Devina lebih dulu mengambil daripada Gavin. Gadis itu menyerit.

"Gwen? Pacar baru Kakak lagi? Aduh, udah deh, Kak! Kakak tuh harusnya nggak boleh mainin perasaan cewek. Nanti Devina aduin ke Ma—"

Mulut Devina dibungkam. Ponsel itu direbut. Gavin memelototkan mata.

"Kakak udah gede, kamu nggak perlu tahu juga urusan Kakak. Udahlah, Dev! Kakak udah bilang jangan aduin apa pun!" sentak Gavin. Nyali Devina ciut. Ia tak berani lagi. Ia hanya tak ingin Gavin menjadi lelaki brengsek. Devina tak suka. Ya, beginilah Devina jika dengan orang-orang terdekatnya. Cerewet, tetapi akan menjadi sisi lain dari Devina jika bersama orang yang asing. Berarti tandanya, Malvin bukanlah orang asing bagi Devina, tapi tidak tahu juga, ya?

🌼

Duduk di bawah pohon rindang kawasan taman. Gadis itu membaca beberapa buku referensi untuk mengerjakan tugas dari Pak Yos. Kepala hampir pecah, gadis itu sudah bosan. Devina menghela napas. Ia menutup bukunya, lalu bersandar di pohon itu. Kini, matanya sibuk memandang lurus ke arah danau. Devina masih memikirkan ucapan-ucapan orang asing yang melihatnya bersama Malvin.

Berada di sebuah warung bakso pinggir jalan. Jalanan Jakarta basah, habis diguyur hujan. Namun, saat ini hujan masih saja membasahi, tak sederas tadi, hanya gerimis. Mereka membawa mobil, tetapi Malvin mengajak Devina untuk mampir. Tempat ini adalah masa lalu mereka. Apakah Malvin sengaja? Namun, jika tak mengiyakan, riwayat maag Malvin akan kambuh.

"Sama kayak dulu, ya," lontar Malvin. Devina tersenyum miris. Ia tak ingin goyah. Ia hanya takut Malvin mempermainkannya. Jikalau serius, ia tak siap dilarang seperti dulu.

"Udah mulai reda, nih. Pulang aja, yuk!" ajak Devina. Gadis itu bangkit terlebih dahulu. Menggendong tas selempang, lalu berjalan dahulu menuruni anak tangga pendek. Licin, hitungan ketiga Devina tergelincir. Gadis itu terpeleset.

"Aw!" pekik Devina yang terduduk di salah satu anak tangga. Kaki kiri merasakan sakit. Gadis itu mengelusnya.

"Dev, lo kenapa?" tanya Malvin setelah ia membereskan pembayaran. Devina merintih tak menjawab.

"Pacarnya dipapah naik dulu aja, Mas. Kayaknya kakinya terkilir," saran sang penjual. Malvin dan Devina saling berpandangan.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang