Part 8 : Pelatihan

1.4K 127 6
                                    

❝Hari itu, segalanya begitu dekat. Bahkan, semakin memikat. Namun, aku tak boleh mudah terjerat oleh hal yang sama.❞

🌼🌼🌼

Berdebat dengan Dirga di pagi hari bukanlah hal yang baik untuk kesehatan Devina. Lagi-lagi, pria paruh baya itu terlalu berlebihan mengurusi dirinya. Misalnya, perdebatan di meja makan pagi ini soal acara pelatihan di Labuan Bajo selama tiga hari. Devina dibuat pusing jika saja Heaven tak membantu untuk membujuk.

"Pokoknya setiap hari kamu harus ngirimin Papa pesan soal kondisi kamu. Papa juga minta Heaven buat pantau kamu terus," ujar Dirga yang duduk di samping Devina. Gadis itu bergumam sebagai balasan.

"Ven, Om titip Devina, ya," pesan Dirga kepada Heaven seraya menepuk pundak lelaki yang duduk di jok depan.

"Iya, Om," balas Heaven. Lelaki itu tak menyetir, Heaven hanya duduk di samping sopir karena di belakang ditempati oleh Dirga dan Devina.

"Oh, ya Papa juga minta bantuan sama Malvin. Katanya, dia pasangan kamu di duta kampus, 'kan?" tanya Dirga memastikan. Devina melotot. Gadis itu tak ingin berhubungan lagi dengan Malvin. Ia sudah lelah dengan berbagai gosip tak mengenakan.

"Papa kenapa nggak minta persetujuan dulu sih sama Devina?" protes gadis itu. Wajahnya berubah kusut dan kesal.

"Loh, kenapa harus minta persetujuan kamu? Toh, nggak masalah juga. Kalian 'kan bakal sama-sama terus, nggak salah dong Papa kasih amanah ke Malvin? Lagian kalian juga pernah deket," ujar Dirga. Devina mendecih. Gadis itu memilih tak membalas karena ia tak mau lama berdebat. Sementara itu, Heaven menahan kekehan saat melihat ekspresi kesal Devina dari kaca tengah.

🌼

Penerbangan akan berlangsung lama. Ia bertambah sebal saat Sephora mengambil nomor kursinya. Gadis itu secara gamblang merebut kursi Devina di mana ia akan duduk di samping Malvin. Devina tidak tahu apa yang ia rasakan, harusnya ia bahagia bukan?

"Tidur aja, nanti kalo mau landing gue bangunin," saran Heaven. Ah, andai saja Heaven bukan sepupunya, pasti ia akan memilih berpacaran dengan Heaven.

"Males," singkat Devina dengan wajah muram.

"Kalo suka tinggal bilang, Dev. Nggak enak rasanya dipendam, jangan kemakan ego. Gue pernah ngalamin karena gue nggak pernah punya keberanian buat ngungkapin perasaan gue ke Sephora waktu SMA," ungkap Heaven. Devina terkejut. Sepupunya tak pernah memberitahukan soal ini.

"Lo serius?" tanya Devina lagi. Heaven mengangguk.

"Tapi nggak masalah buat gue. Gue udah dapet pengganti terbaik. Sephora emang cantik, banget malah, tapi hatinya sama sekali enggak. Menilai seseorang dari fisik, materi, dan populeritas. Gue nggak suka," jelasnya.

"Gue bingung, Ven. Gue nggak mau hal lalu keulang kembali. Gue belum bisa percaya sepenuhnya," ungkap Devina.

Pembicaraan itu berlangsung lama. Terdengar samar oleh penumpang lain. Berbisik, kadang dengan mengetikan pesan. Sampai akhirnya, Devina memilih untuk tidur karena lelah. Efek obat juga.

🌼🌼

Devina merebahkan punggung lelah ke atas kasur. Inaya Bay Komodo, tempat penginapan yang membuat mata termanjakan. Pukul sebelas siang, perjalanan berlangsung selama dua jam. Begitu melelahkan.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang