Part 17 : Tak Saling Sapa

700 63 0
                                    

Mulut itu memilih untuk bungkam. Wajah memilih untuk berpaling. Sementara, senyum memilih untuk dipendam.

🌼🌼🌼

Kejadian semalam membuat Malvin muak. Mata itu menggelap, hati memanas, tetapi logika menyangkal semua yang terjadi. Ia masih tak percaya jika Devina dapat berpaling begitu saja. Ia sudah banyak mendengar dari Heaven, jika Devina kadang masih suka memikirkan, bahkan membicarakan dirinya. Apa iya, ia harus memberikan respons yang sama seperti Devina? Mengabaikan gadis yang ia cinta, bukanlah sifat Malvin. Lelaki itu tergolong sulit untuk mengabaikan, apalagi Devina.

Malvin mengembuskan napas gusar. Lelaki itu menjambak rambut frustasi di balkon. Lelaki itu tengah menikmati morning coffee, tapi sepertinya tak berjalan sesuai rencana. Harusnya pikirannya santai, tetapi malah tambah berat sekarang.

"Gila lama-lama gue," gumam Malvin. Lelaki itu menghempaskan tubuh di atas sofa empuk.

Tok! Tok! Tok! Suara pintu diketuk dari luar. Malvin menggerutu. Lelaki itu mendecak. Malvin segera berjalan menuju pintu. Tangannya bergerak memutar knop. Ceklek! Pintu itu terbuka. Ada Dion yang berpenampilan rapi dengan masker, topi, dan kacamata hitam di depan Malvin.

"Lo harus bantuin gue!" seru Dion. Lelaki 25 tahun itu memaksa Malvin agar ikut dengannya. Malvin mendecak.

"Ke mana, sih? Lo nggak inget kalo hari ini hari Minggu. Libur, Bos. Gue mau tidur," sahut Malvin. Dion mendecak.

"Ini penting. Gue yakin, kalo lo ikut gue, lo bakal dapet keuntungan," bujuk Dion.

"Apa keuntungannya? Dikeroyok fans lo?" ketus Malvin. Dion menggeleng. Dion menarik tangan Malvin terlebih dahulu. Lelaki itu buru-buru menuruni tangga.

"Gue harus ketemu sama Asyilla pagi ini, tapi banyak banget orang di luar. Gue ada job sama Asyilla," ujar Dion di sela pelariannya. Malvin sudah dapat menebak. Ia pasti akan dijadikan sopir dadakan. Mereka sudah ada di garasi. Dion memberikan kunci mobil kepada Malvin. Benar 'kan, Malvin jadi sopir dadakan?

"Kenapa nggak ngajak manajer lo aja, sih?" cerocos Malvin di dalam mobil. Lelaki itu masih tak ikhlas harus jadi sopir. Salah sendiri membuat skandal, terlebih mau jadi artis pula.

Mobil itu melaju membelah jalanan ibukota. Malvin melaju menuju studio pemotretan endorsement produk pakaian dari butik.

Perjalanan cukup memakan waktu, mungkin empat puluh menit mereka baru sampai di basement. Dion turun terlebih dahulu. Lelaki itu memasuki gedung melalui tangga darurat dari basement ke lobi. Malvin menghela napas. Ia mengikuti langkah Dion dengan santai setelah mengunci mobil.

Berakhirlah Malvin di dalam lift. Baru lantai dua, pintu lift terbuka. Malvin melihat orang yang masuk itu, dia Devina. Apakah gadis itu ada urusan di sini? Atau dia menemani Asyilla? Ia tahu Devina begitu dekat dengan Asyilla. Tak ada percakapan, mereka saling membungkam mulut masing-masing.

Ting! Mereka sudah sampai di lantai empat. Benar dugaan Malvin, Devina menemani Asyilla ke sini. Kedua insan itu keluar bersamaan. Malvin memilih untuk memperlambat langkah, membiarkan Devina jalan di depannya.

Malvin dan Devina memasuki ruang studio. Devina tampak memberikan tas make up kepada Asyilla. Mbak Maria hari ini tidak bisa hadir, maka Devina bersedia membantu Asyilla.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang