Part 29 : Camping

548 45 1
                                    

❝Hati yang iri itu terus saja mengusik bahagia. Namun, tetap saja semesta menakdirkan kita untuk bersama.❞

🌼🌼🌼

Devina tampak begitu keberatan menggendong carrier seberat 45 liter di punggung. Gadis itu tampak berkeringat, padahal baru menuruni lima anak tangga. Devina mendecak. Ketidakadaan Dirga di rumah membuat gadis itu tidak diperhatikan. Terlebih Heaven yang tidak menginap di rumah ini.

"Sialan!" umpat Devina. Buk! Gadis itu melepaskan gendongan pada carrier miliknya. Devina memilih untuk duduk di atas anak tangga dan menyelonjorkan kakinya.

"Apa nggak ada yang mau bantuin gue? Gue perempuan loh," gumam gadis itu. Wajahnya sendu. Lagipula, kenapa juga Arinda dan Dirga harus bussiness trip segala, ia jadi ditinggal di rumah sendiri 'kan? Terlebih lagi, Gavin tidak pulang dari semalam. Yumna? Lelaki itu sudah berangkat dari subuh. Devina menyerit. Ia mendengar suara mobil berhenti di depan halaman rumah. Devina pun tersenyum.

"Pasti Malvin," ujar Devina. Tak lama, pintu besar itu terbuka. Tebakan Devina benar. Malvin dengan jaket bercorak army itu berjalan ke arahnya. Malvin tersenyum seraya melambaikan tangan saat melihat Devina yang berdiri.

"Kok kamu diem di situ? Kenapa?" tanya Malvin saat kaki-kakinya menaiki tangga. Devina lantas menunjuk carrier yang terguling di atas salah satu anak tangga. Malvin terkekeh.

"Kasihan banget, sih. Emang nggak ada orang, ya di rumah?" ujar Malvin. Devina menggeleng.

"Mama sama Papa 'kan ada perjalanan bisnis, terus Kak Gavin juga nggak pulang dari semalam. Si Yumna udah berangkat dari subuh," jelas Devina. Malvin mengangguk mengerti. Saat sampai di depan Devina, Malvin pun menggendong carrier itu. Ternyata berat. Ia heran, apa yang dibawa Devina sampai seberat ini? Toh, mereka hanya berkemah selama tiga hari bukan tiga minggu.

"Kamu bawa apa aja, sih? Berat banget," tanya Malvin dengan suara yang terdengar menahan beban. Devina meringis.

"Banyak. Abisnya aku nggak tau mau bawa apa. Mana nggak ada orang di rumah, ya udah aku bawa yang menurut aku penting," balas Devina. Malvin hanya bisa melempar senyum. Jika bukan karena cinta, lelaki itu ogah-ogahan menggendong carrier seberat ini, tapi masih berat dosa Malvin, sih.

Setelah memasukkan carrier ke jok belakang mobil jeep—Jeep Wrangler Unlimited Rubicon—warna hitam legam yang ditaksir seharga 1,98 miliar. Sungguh mobil mewah yang tak heran siapakah pemiliknya. Mobil jeep itu melaju meninggalkan pekarangan rumah Devina.

"Kamu cantik kalau pakai sepatu gunung kayak gitu," puji Malvin setelah melirik pada kaki Devina yang terbungkus oleh sepatu yang ia belikan kala itu. Devina tersenyum.

"Basi, deh. Lagian yang pilihin juga kamu, pasti muji-muji," balas Devina. Malvin terkekeh.

"Udah makan?" tanya Malvin dengan mata yang masih fokus ke jalanan. Lelaki itu sempat menoleh ke arah Devina, sampai gadis itu menggeleng. Malvin mengembuskan napas. Tangan Malvin meraih sesuatu yang ada di dashboard mobilnya. Sebuah kotak berwarna pink.

"Nasi goreng ati bikinan Bi Iyem. Kamu makan aja. Sengaja aku bawa takut kamu belum makan. Eh, bener belum makan," titah Malvin. Devina menerima uluran kotak itu. Ia segera membuka kotak makan dengan perasaan riang. Nasi goreng ati Bi Iyem nggak ada lawan.

"Eum, enak banget!" pekik Devina saat mencium aroma dari nasi goreng itu. Aroma yang cukup menggugah selera.

"Dihabisin, ya, Sayang. Lain kali jangan diulang lagi. Sarapan itu penting. Masa bisa masak, tapi nggak makan," kekeh Malvin seraya mengelus puncak kepala Devina saat gadis itu menyuapkan nasi goreng dengan lahap.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang