Part 27 : Angkringan

640 58 0
                                    

❝Rasanya seperti kembali ke masa lalu, di mana mata saling beradu di bawah tenda biru. Ah, manis sekali jika diingat.❞

🌼🌼🌼

Desas-desus mengenai kedekatan Devina dan Malvin sudah terdengar di telinga Sephora. Gadis yang masih berada di Paris itu mendapat kabar dari Mauren, sahabatnya saat di kampus. Geram, tentu saja. Rasanya ingin pulang, tetapi ia tidak dapat meninggalkan kontesnya. Terlebih ia masuk sepuluh besar.

"Sialan!" umpat Sephora saat berada di kamar hotel. Hôtel Pullman Paris Tour Eiffel yang berlokasi di 18 Avenue De Suffren, 22 Rue Jean Rey Entrée Au, 75015 Paris, Perancis. Gadis itu melempar ponsel miliknya.

"Tau gitu biar Devina aja yang maju kontes. Nyebelin banget, sih! Kenapa juga gue harus menang waktu itu," gerutunya. Toh, ini semua salahnya sendiri. Jika saja waktu itu ia tak menceburkan Devina ke lautan saat snorkeling, pasti Devina yang akan dipilih untuk mewakili kampus.

"Lagian si Micky juga kenapa nggak kasih tau gue dulu. Udah sedeket itu masih aja nggak ngaku!" amuknya. Gadis itu benar-benar kesal. Terlebih ia mendapatkan foto kedekatan Malvin dan Devina yang katanya sudah jalan tiga minggu lebih. Sephora mengembuskan napas. Ia mengatur napasnya agar tidak emosi.

"Stay calm, Sephora. Lima hari lagi lo pulang," ujarnya pada diri sendiri. Ia mengipasi wajah dengan kedua tangan.

"Awas aja si Micky kalo gue udah sampe Jakarta, gue gantung juga tuh orang!" Begitulah amukan Sephora hari ini. Ya elah, baru juga pukul tujuh pagi, tetapi sudah dibuat panas saja.

Sementara itu, di Jakarta pukul satu siang. Devina sudah selesai dengan berbagai kelas menyebalkan hari ini. Terhitung sudah hampir satu bulan hubungan Devina dengan Malvin membaik. Hari ini, mereka merencanakan untuk pergi membeli perlengkapan camping. Ya, sisa satu minggu lagi mereka akan camping selama tiga hari di Pine Forest Camp, Lembang. Mungkin mereka akan membeli beberapa baju hangat atau barang ukuran travel.

"Lo hari ini jadi pergi sama Malvin?" tanya Avi. Kedua gadis itu tengah berada di taman, tentu duduk di atas rerumputan bawah pohon. Devina mengangguk.

"Jadi, emang kenapa?" tanya Devina balik. Avi menyengir.

"Emang kalian beneran nggak mau balikan aja? Gue aja risih denger desas-desus lo yang 'katanya' cuma mau mempermainkan Malvin aja. Duh, gue jadi takut kalo Sephora pulang nanti. Gue yakin dia nggak bakal tinggal diam," cerocos Avi. Devina terkekeh.

"Ya udah, sih. Lagian Sephora juga bukan siapa-siapa Malvin. Gue udah kebal sama omongan Sephora, deh. Soal balikan ... mungkin belum, gue masih trauma kalo Malvin bakal bersikap kayak dulu," balas Devina. Avi mengembuskan napas.

"Ya udah, deh. Gue bakal dukung lo apa pun yang terjadi. Btw, gue cabut duluan, ya. Udah mau jam setengah dua, gue udah janjian sama Kevin buat jalan. Mana hari ini ada calon mertua. Gugup gue," ucap Avi. Devina terkekeh.

"Aduh, good luck, ya! Jangan banyak ngomong, suara lo kayak toa. Takutnya Tante Kesya pecat lo jadi calon menantu," goda Devina. Avi pun menepuk bahu gadis itu sampai berbunyi. Persetan, Devina sangat usil jika menyangkut ibu dari pacarnya.

Setelah kepergian Avi, Devina pun melirik ke jam tangannya. Malvin belum juga datang. Lantas, gadis itu akan menyusul ke lapangan basket Gedung J. Ia harap tidak bertemu dengan Bams. Ia sudah malas.

Devina menyegerakan langkah. Dari taman, ia langsung lurus ke utara. Baru sampai di depan ruang kesehatan, Malvin pun muncul dengan hoodie putih yang tampak begitu tampan, apalagi dengan rambut yang sedikit basah.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang