Part 15 : Karam

832 67 6
                                    

❝Kadang apa yang kita rencanakan sebelumnya, belum tentu akan berjalan sesuai ekspetasi. Jangan mudah menetapkan sesuatu hal yang belum pasti.❞

🌼🌼🌼

Devina mengembuskan napas. Ia berdiri di depan cermin, memandangi diri. Hari ini, ia akan meresmikan hubungan kepalsuan dengan Bams. Konyol, tetapi situasi begitu mendesak. Devina tak punya pilihan lain.

Tin! Tin! Suara klakson mobil. Devina berlari ke arah balkon. Matanya membulat, ia terkejut ada Bams di sana. Dia kira bunyi klakson itu Heaven yang tak sabaran menunggu. Ternyata, ia salah. Devina memejamkan mata, apalagi saat Dirga terlihat keluar dari rumah.

"Mati gue!" gumam Devina. Ia tak mengharuskan Bams untuk menjemput, tetapi lelaki itu malah berinisiatif. Devina buru-buru masuk saat Dirga hendak menoleh ke balkon kamarnya. Ia langsung mengambil tas dan ponsel di nakas. Keluar dari kamar dan buru-buru menuruni tangga. Setibanya di depan pintu, Dirga langsung menyahuti Devina.

"Papa, dia bu—"

"Kok nggak bilang kalau punya pacar baru? Mana ganteng gini. Mau kucing-kucingan sama Papa?" cecar Dirga. Devina memelototkan mata. Ia tak pernah berpikir Bams akan memperkenalkan diri sebagai pacar di depan Dirga.

"Bams, kamu belum sarapan 'kan? Sarapan bareng, yuk!" ajak Dirga. Devina menggeleng di belakang tubuh Dirga. Gadis itu langsung menarik Bams untuk masuk ke mobil.

"Pa, Bams mau ada ulangan. Kita duluan, ya, Pa," pamit Devina. Gadis itu memaksa Bams untuk melajukan mobil. Sebelum itu, Bams sempat tersenyum hangat kepada Dirga.

"Ada-ada aja anak muda zaman sekarang," gumam Dirga seraya menggelengkan kepala. Kemudian, pria itu masuk ke dalam rumah.

Devina bernapas lega. Ia menyenderkan tubuh ke jok mobil. Ia menatap Bams kesal.

"Kok lo ngomong ke Papa gue, sih? Lagian gue nggak minta lo buat jemput 'kan? Jadi, nambah masalah deh gue," gerutu Devina. Kini, sifat asli Devina keluar. Apakah gadis itu nyaman bersama Bams? Sementara, Bams terkekeh.

"Gue cuma jalanin apa yang lo minta. Gini, deh kalo gue nggak ke rumah lo dan jemput lo, apa orang-orang bakal percaya kalo kita pacaran? Enggak 'kan? Lagian ngenalin diri sebagai pacar di depan Bokap lo salah satu dari rencana. Gimana kalo Malvin nanya ke Bokap lo soal hubungan kita?" jelas Bams diakhiri senyuman. Devina mendecak.

"Iya juga, sih," balas Devina. Devina mengembuskan napas. Ia tak ada pilihan juga. Sudahlah, terlanjur. Mau memarahi Bams sedemikian rupa pun tak ada gunanya.

🌼

@Alexandriacouples_
Bamsvin couple

❝Diduga melakoni backstreet, hubungan Bams dan Devina terkuak hari ini. Devina, seorang duta kampus terpopuler Alexandria telah mengumumkan jika ia berpacaran dengan Bams Bintang Djanuarta. Hubungan yang selama ini ....❞

Artikel itu membuat Malvin geram. Rencana hari ini untuk menyelesaikan masalah malah berujung masalah. Lelaki yang ingin mengutarakan perasaan kembali, harus tertunda bahkan terancam batal karena berita ini. Apalagi Alexandria couples bukan akun sosial media sembarangan yang hanya mengunggah rumor murahan. Dering telefon berbunyi, Malvin segera mengangkat panggilan itu.

"Halo, Vin? Lo ud—"

"Gue udah baca beritanya, Den. Hari ini batalin aja, ya," ujar Malvin memotong. Lelaki itu tampak sudah putus asa. Ia akan mencari wanita lain saja. Mungkin menyakiti diri, tetapi jika Devina bisa kenapa dia tidak?

"Lo serius? Nggak mau tanyain ke Devina dulu? Gue takutnya malah cuma gosip atau akal-akalan mereka buat lo nggak deketin Devina lagi," sanggah Aiden. Lelaki itu tak mau perjuangan teman baiknya sia-sia.

"Nggak usahlah, Den. Mungkin bener kata Devina, gue emang harus cari cewek lain. Gue juga nggak mau semakin nyakitin Devina ke depannya. Udah dulu, deh. Gue mau balik hari ini," ujar Malvin. Aiden paham, lelaki itu langsung memutuskan telefon.

Malvin tetap berkemas. Liburan belum usai, tetapi ia sudah hilang mood. Pagi tadi Dion juga pulang karena ada skandal dunia artis atas Asyilla yang datang ke acara makan malam keluarga besar.

Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu terdengar. Malvin mengizinkan masuk. Berdiri di sana Yeslina.

"Kakak jadi pulang hari ini?" tanya Yeslina sendu. Malvin mengangguk. Ia menutup koper karena sudah selesai berkemas.

"Aku ikut, ya?" pinta Yeslina. Malvin menggeleng.

"Nanti kamu nggak ada temen. Kakak mau ada acara abis pulang, Kakak takut kamu kenapa-kenapa kalo di rumah sendiri. Lagian, Kak Dion juga nggak bakal di rumah kalo kamu maksa buat ikut," balas Malvin. Yeslina semakin menatap sendu.

"Terus aku di sini sama siapa, dong?" tanya Yeslina.

"Masih ada Jeriko, lagian Tante Vania juga masih di sini. Pasti ada yang belain nanti," balas Malvin. Lelaki itu mengelus puncak kepala Yeslina. Sebenarnya ia kasihan, tetapi ia benar-benar harus kembali. Namun, akan menginap di apartemen bersama Aiden.

Yeslina mengembuskan napas. Ia mengangguk. Lagipula, tak lama lagi mereka akan pulang 'kan? Tinggal enam hari lagi. Malvin ikut tersenyum. Ia berdiri, lalu mengecup serta memeluk Yeslina.

"Kakak pulang dulu, ya," pamit Malvin seraya mengelus pipi Yeslina dengan lembut. Lelaki itu menggeret koper. Ia sudah berpamitan dengan Adriana, Jefan, dan anggota keluarga lain. Malvin masuk ke dalam lift, turun sampai lantai bawah. Ada Jefan dan Adriana di depan lobi, tengah berbincang dengan sopir mobil.

"Ma, Pa, Malvin pulang dulu, ya!" pamit Malvin. Adriana memeluk putra sulungnya.

"Hati-hati, Sayang," ucap Adriana. Jefan pun memeluk putranya.

"Nanti udah ada yang jemput kamu di bandara saat sampai di Jakarta," pesan Jefan. Malvin pun mengangguk. Ia masuk ke dalam mobil setelah kopernya dimasukkan ke bagasi oleh sopir. Mobil itu melaju menuju dermaga di mana kapal sudah disediakan.

🌼

Mampir di kafe seraya beristirahat setelah penerbangan yang melelahkan. Malvin meminta sopir yang menjemputnya di Soekarno-Hatta untuk mengantar koper ke apartemen. Sementara, ia bersantai ria dan akan pulang sendiri dengan taksi. Menyeruput kopi di sore hari memanglah epik. Apalagi duduk di dekat jendela dan pintu masuk.

Suara lonceng berbunyi. Malvin mendongak. Sepasang kekasih berpegangan tangan. Tak bahagia, Malvin merasa hatinya sakit. Pasangan itu adalah Bams dan Devina. Malvin menghela napas. Ia benar-benar sudah tak ada di hati Devina. Apalagi gadis itu sudah mengajak Bams ke kafe favorit Devina. Sudah lagi tak ada harapan.

Malvin meletakkan uang di atas meja. Tangannya melambai sebelum meninggalkan kafe. Kemudian, ia bangkit, membawa ponsel, lalu meninggalkan kafe.

Sementara, mata Devina memandang. Ia tahu. Ia pun merasakan jika Malvin cemburu, kesal, dan marah saat mengetahui jika ia benar-benar ingin melupakan Malvin. Namun, Devina tak punya daya. Ia tak mau harus berurusan dengan Malvin. Ia takut Malvin seperti tempo dulu. Ia ingin bebas berekspresi meskipun sudah ada yang mengikat. Jika saja Malvin mau berubah, Devina pasti mau.

🌼🌼🌼

He yoo! Aku update nih, ges. Abis ini jangan nanya couple MalDev, ya soalnya udah karam:v.

Jangan lupa vomment. Terima kasih.

Big luv,

Vanilla Latte.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang