Part 48 : Lovestuck Syndrome

1.6K 54 0
                                    

❝Lovestuck syndrome, entah nama sindrom atau bukan. Kepastian jika aku hanya bisa mencintai kamu, hanya kamu, meski beribu kali aku mencoba melupa, tetap saja jawaban dalam hati, pikiran, dan rasa ini hanya untuk kamu. Cinta yang tercipta hanya ingin menetap di kamu saja.❞

🌼🌼🌼

Duduk di tribun bersama Avi di sampingnya yang asyik berteriak sekencang toa masjid. Devina lebih banyak diam. Gadis itu hanya melempar senyum, sesekali berteriak untuk menyemangati Malvin. Lelaki itu tengah bertanding di lapangan sana. Pertandingan terakhir di semester enam mereka. Ya, mereka sudah melaksanakan UAS bulan Januari lalu, pergi berlibur di pulau privat dengan mengambil cuti pada bulan Maret. Dan, ya sekarang semester enam. Setelah ini Malvin akan fokus dengan kuliah. Tujuan utama lulus dengan cepat, lalu mendongkrak karir, setelahnya menikahi Devina jika sudah mapan.

Prit! Prit! Prit! Peluit panjang dibunyikan, sorak gemuruh kemenangan menggelora di gedung gymnasium Alexandria. Sebagai tuan rumah, Alexandria memenangkan pertandingan final yang dimulai sejak November akhir lalu. Senyum terlebar di lapangan ditujukan untuk gadis di tribun yang masih terpaku duduk di antara orang-orang yang telah berdiri.

"Dev! Ayo sorakannya mana?" tegur Avi. Gadis itu menarik tangan Devina untuk berdiri. Di sana berjajar para pemenang hari ini sembari memberikan hormat ke tribun.

"Wooo!" seru satu tribun dengan suara kencang. Mereka menyaksikan kawan mereka diberikan medali dan uang pembinaan. Senyum Devina sangat lebar sekarang.

Dua puluh menit, Devina memilih untuk duduk di taman depan Gedung J di mana area pertandingan tadi. Gadis itu menyapukan kaki di udara. Menyedot segelas boba seraya menunggu Malvin keluar. Sontak Devina menoleh ketika mendengar suara bising lelaki yang Devina duga satu kelompok. Tepatnya tim basket dari kampusnya. Devina melangkah mendekat.

"Duluan, ya, Vin!" seru teman satu tim Malvin. Lelaki itu hanya melambaikan tangan ke udara. Lantas lelaki itu mengelus puncak kepala Devina.

"Udah nunggu lama?" tanya Malvin. Devina mengangguk seraya menyedot boba miliknya.

"Pulang sekarang?" tanya Malvin seraya menciumi punggung tangan Devina. Gadis dengan boba kesukaannya itu mengangkat bahu.

"Terserah kamu aja," balas gadis itu. Malvin mengerut. 'Terserah' adalah kata yang dihindari selama berhubungan dengan Devina.

"Pulang dulu, deh. Aku mau mandi dulu, baru kita jalan. Masih jam tiga sore, nanti kamu pikir mau jalan ke mana, aku nurut sama kamu," usul Malvin. Gadis itu mengangguk. Kalau di mode bagus, Devina dengan kata 'terserah' itu akan baik-baik saja, tetapi jika di mode buruk jangan harap. Bergandengan menuju mobil mercedes milik Malvin. Menuruni basement dengan lift. Mereka akan pulang dulu ke rumah Malvin, lalu akan pergi sesuai rencana Devina.

🌼

Memilih duduk di balkon kamar Malvin dengan ponsel guna membuat daftar, tetapi banyak tempat yang ia coret karena bosan. Sampai di nomor paling bawah, Panti Asuhan Kasih Bunda. Satu-satunya tempat di mana Devina tidak mencoret itu.

"Ke sini aja, deh. Pesen makanan yang banyak, rayain kemenangan Malvin di sana," gumam Devina. Gadis itu pun menelefon ke restoran langganannya untuk membuatkan lima puluh kardus ayam bakar untuk dibawa ke panti itu pukul tujuh malam nanti.

"Malvin mandi apa ngepet sih?" gerutu Devina. Gadis itu menengok ke dalam, tetapi belum ada tanda-tanda Malvin keluar. Rasa kantuk bercampur lelah membuatnya menguap lebar. Detik demi detik Devina akhirnya terbawa ke alam mimpi.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang