Part 32 : Menggenggam Aksa

529 47 4
                                    

Dekat bukan berarti hati itu melekat. Keanehan yang dirasa, dia yang awalnya begitu rapat dalam sebuah hubungan, kini merenggang terpaut jarak.

🌼🌼🌼

Sebulan telah berlalu. Hubungan yang tak pernah selesai dengan ujungnya itu terus saja berada di ambang kebimbangan. Devina Avi Wijaya, gadis yang memilih untuk mengambil cuti untuk berlibur berkeliling Eropa seraya mempertanyakan diri atas hatinya. Devina mengembuskan napas. Sudah satu bulan ini Devina mengabaikan berbagai pesan, telefon, bahkan surel dari Malvin. Gadis itu memilih untuk memberikan jarak atas ketidakpastian hatinya.

Devina menghela napas. Ia memijakkan kaki lagi di terminal 3 kedatangan Bandara Soekarno-Hatta. Roda-roda koper itu menggelinding di atas lantai bandara. Devina tersenyum ketika sudah berada di bagian luar terminal. Devina melambaikan tangan kepada Dirga yang menjemputnya. Senyum itu lepas dari wajah cantiknya. Namun, semua tidak bertahan lama. Ternyata, Dirga tidak sendiri dengan mobil jeep putih itu. Seseorang baru saja turun, lantas merenggut senyum lebar Devina. Malvin Eriko Yohan, lelaki yang dijadikan alasan untuk berlibur ke Eropa selama satu bulan penuh. Jujur, saat ini Devina benar-benar tidak punya jawaban jika pertanyaan lalu mencuat kembali. Big Ben, London Bridge, dan semua yang ia temui berperan nihil atas keputusan gadis itu.

"Papa!" seru Devina. Gadis itu berhambur di pelukan Dirga yang sudah merentangkan tangan ke arah putrinya. Dirga menciumi dahi, pipi, dan puncak kepala Devina. Putri kesayangan yang setiap saat ia hubungi sudah kembali dengan selamat.

"Papa kangen banget sama kamu. Gimana kabar kamu? Baik-baik aja 'kan? Liburannya aman 'kan?" cecar Dirga. Devina melonggarkan pelukannya.

"I'm okay, Pa. Devina aman-aman aja liburannya. Devina juga kangen banget sama Papa. Terus, Papa sendiri gimana? Baik-baik aja 'kan?" tanya Devina balik. Dirga pun mengangguk. Interaksi anak dan ayah itu terpaksa berakhir ketika seorang pilot menyerukan nama Dirga. Devina menjauh dari tubuh Papanya.

Malvin menarik koper Devina. Lelaki itu membantu Devina memasukkan koper ke dalam bagasi. Kedua insan itu masih canggung. Malvin merasakan hawa dingin yang menyelimuti hubungannya dengan Devina. Pun dengan jarak yang Malvin rasakan.

"Dev, Vin, Papa mau pergi sama Kapten Aksa dulu. Beliau mau konsultasi soal bisnis. Kalian pulang dulu aja, nanti Papa bareng Kapten Aksa," suruh Dirga.

Deg. Mengapa harus sekarang? Ini bukan waktu yang tepat bukan? Bagaimana jika Malvin mencecarnya dengan pertanyaan yang entah ia tidak ketahui jawabannya.

"Tapi, Pa. Devina mau ngo-"

"Udah, ya. Vin, jagain Devina. Jangan sampai lecet," ujar Dirga diakhiri kekehan. Malvin pun mengangguk.

"Siap, Om!" balas Dirga. Sepeninggalan Dirga dan pilot itu, Malvin pun membukakan pintu untuk Devina. Lelaki itu mengembuskan napas setelah membukakan pintu. Tak berselang lama, ia masuk ke dalam dan duduk di belakang kemudi. Mobil jeep putih milik Dirga melesat, meninggalkan area bandara. Hening. Tidak ada obrolan apa pun. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Satu minggu, Malvin sudah boleh pulang dari rumah sakit. Tangan sudah tidak lagi digips, hanya saja tidak boleh untuk pekerjaan yang berat-berat dulu. Malvin mengembuskan napas. Mata Malvin terus saja menatap ke arah pintu kamar. Malvin tampak menunggu seseorang datang untuk menjenguknya.

Malvin tersenyum. Ia mendengar deru langkah yang mengarah ke kamarnya. Eskpetasi tinggi perihal Devina terpatahkan ketika orang itu menampakkan wajah. Heaven Laksa Wijaya, lelaki itu datang bersama Aiden Keenan Atmaja.

"Ven! Devina nggak ikut?" tanya Malvin tanpa basa-basi. Heaven menatap Aiden. Tampak tatapan itu mengisyaratkan sesuatu.

"Devina ke Eropa, Vin," cicit Heaven. Malvin membelalakan mata.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang