Part 34 : Ragu Semesta

469 44 0
                                    

❝Menyikap ragu hanya akan membuat yakin semakin menjauh. Jika hari ini semesta mendukung ragumu, apakah benar dalam hati itu tidak ada celah untuk membuatmu yakin?❞

🌼🌼🌼

Pukul empat subuh, semua orang sudah bersiap untuk pergi. Devina, gadis dengan balutan dress pantai selutut berwarna pink itu tengah memasukkan barang yang ia butuhkan ke dalam tas selempang yang cukup besar. Sebuah topi pantai dengan kacamata hitam, tak lupa Devina pakai.

"Kakak cantik banget, pantes Kak Malvin suka dan gagal move on," puji Yeslina yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Bisa aja kamu. Kamu juga cantik, kok," sangkal Devina. Yeslina tersenyum. Gadis itu meraih tas selempang dan kamera fujifilm instax miliknya.

"Jalan, yuk, Kak. Pasti udah pada ngumpul di bawah," ajak Yeslina. Devina mengangguk. Kedua gadis itu meninggalkan kamar, lalu menuju lift. Ah, memang kebetulan atau takdir, Malvin lagi-lagi muncul bersamaan dengan dirinya. Hening, mulai dari lantai enam sampai lantai dasar, mereka selalu diam. Cecaran yang diungkap oleh Malvin kemarin membuat Devina terus berpikir keras. Rasa canggung selalu menghiasi ketika Devina dan Malvin bertemu.

Ting! Pintu lift berbunyi. Terlihat anggota keluarga lain sudah ada di depan lobi. Beberapa sudah masuk ke dalam mobil yang disewa. Kali ini, Jevin sudah menyewa sebuah pesiar untuk membawa mereka ke Pink Beach.

"Ini dia pasangan romantis muda kita!" ujar Adriana. Wanita itu menghampiri Devina, lalu menggiring Devina untuk berdiri di samping Malvin.

"Kalian kapan nikahnya?" tanya Jevin yang membuat keduanya membeku. Ah, ya Jevin sama sekali tidak tahu kalau hubungan keponakannya itu sudah berakhir lama dengan Devina.

"Mas!" tegur Belinda seraya menyikut perut sang suami. Jevin buru-buru meminta maaf. Sementara, Devina dan Malvin tersenyum canggung.

"Udah, yuk! Kita masuk ke mobil. Udah mau pagi! Anak-anak masuk mobil masing-masing, ya!" perintah Adriana. Keempat belas orang itu langsung memasuki mobil masing-masing. Tentu dengan urutan seperti kemarin. Mereka akan pergi ke pelabuhan untuk menaiki superyacth mereka.

Puluhan kilo mereka tempuh untuk sampai di pelabuhan. Mereka sudah berlayar sejak sepuluh menit lagi. Devina memilih duduk di geladak utama seraya meminum ocean blue miliknya. Masih diam. Anggota lain berada di lantai dua kapal, menikmati hidangan karena pagi tadi belum makan.

Devina yang masih meneguk minuman, kini disodori beef steak yang sudah dipotongi. Devina mendongak, sinar mentari yang baru terbit memunculkan sosok yang tenggelam senja kemarin.

"Ambil," ujar Malvin. Devina pun mengambil piring itu. Setelah itu, Malvin pun duduk di samping Devina. Masih hening, hanya suara piring yang terdengar.

"Kamu apa kabar?" tanya Malvin. Devina menoleh, ia tersenyum tipis.

"Baik, kok," balas Devina singkat. Suasana yang cukup canggung untuk dipecah, tetapi cukup menyita perhatian. Sampai-sampai beberapa orang di lantai dua kapal menatap interaksi keduanya.

"Kamu cantik hari ini," lontar Malvin. Sontak gadis itu tersedak. Malvin meraih piring yang dipegang Devina. Ia menggerutu tatkala tidak ada air putih di sana. Malvin meletakkan piring, lalu berlari ke dalam kapal. Setelah mendapat air putih, Malvin membantu Devina untuk minum. Tak sampai di situ, ia pun mengelus punggung Devina.

"Sakit nggak? Gimana? Udah enakan?" cecar Malvin. Frekuensi batuk Devina sudah tidak separah tadi.

"Aku suapin aja, ya?" tawar Malvin. Devina menggeleng.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang