Part 19 : Festival Alexandria

693 61 3
                                    

Hati itu kembali beku—meski tak sebeku sebelumnya—pada akhirnya. Mungkinkah dia menyerah?

🌼🌼🌼

Devina kembali ke sifat dinginnya. Setelah merawat Malvin dua hari lalu, gadis itu masih belum bisa menerima Malvin seutuhnya. Masih ada luka. Bukan karena ia tak ingin berdekatan meskipun hanya sebatas teman, tetapi Devina memilih untuk situasi yang tak akan membuat Devina jatuh cinta lagi. Ia hanya takut jika rasa yang selama ini dipendam akan mencuat kembali.

Mata saling berpandangan. Sial, stan FEB harus berhadapan dengan stan FT. Devina menghela napas. Ia berulang kali memalingkan wajah, tetapi Malvin terus bertekad agar mereka saling berpandangan. Malvin memandang Devina lekat-lekat sampai Devina merasa risih atas tatapan Malvin.

"Vi, lo aja, ya yang jaga stan," pinta Devina seraya memberikan pencapit kepada Avi. Gadis yang sedari tadi menulis pesanan hanya bisa melongo.

"Eh, Dev! Lo mau ke mana?" teriak Avi yang menjaga stan dengan Marco, lelaki jurusan manajemen yang seangkatan dengannya, pun naksir dengan Avi.

Festival Alexandria adalah program tahunan yang diadakan Yayasan Alexandria untuk memperingati ulang tahun yayasan, baik tingkat SMP, SMP, maupun universitas. ABE atau akronim dari Alexandria's Bazar and Expo adalah salah satu rangkaian menjelang dies natalis khusus tingkat universitas. Acara ini terbuka untuk umum. Selain untuk memperingati ulang tahun Alexandria, ABE juga diperuntukan sebagai acara amal yang mana sebagian besar uang dari hasil tiket dan penjualan akan disalurkan bagi mereka yang kurang mampu, baik orang dalam maupun orang luar.

Kembali kepada Devina. Gadis itu duduk termenung di taman kampus. Ia sudah tak mampu untuk menahan gejolak rasa. Terlebih, ingatan yang membuatnya berputar memikirkan kejadian Malvin yang mengigau kala itu.

Tubuh Malvin menggigil di atas kasur milik Devina. Lelaki itu menutup mata rapat. Malvin demam, Devina yang harus mengurusnya. Devina salah, tetapi tak sepenuhnya salah. Malvinlah yang keras kepala.

Devina mendengus. Ia merasa direpotkan oleh Malvin yang berada di rumahnya. Menelefon Tante Adriana tidak ada gunanya. Ibu tiri Malvin itu pasti lebih peduli dengan grup sosialita yang di mana Arinda juga ikut bergabung. Sama halnya dengan ADC Crew, Diamond Sosialita juga dipenuhi oleh para tetua Diamond Real Estate. Devina menghela napas. Air putih Malvin sudah habis, Devina bangkit untuk mengisi gelas itu dan membawakan sebotol lagi untuk Malvin. Namun, baru tiga langkah lelaki itu mengigau tak jelas. Devina mengurungkan niat.

"Mama, jangan pergi, Ma! Mama jangan ke sana, Ma! Mama ada api, Mama ... jangan, Ma!" Malvin mengigau memanggil sang mama. Devina iba. Gadis itu mengganti kompresan di dahi Malvin. Ia juga mengambil selimut baru untuk dikenakan di atas tubuh Malvin.

"Gue kasihan sama lo, Vin. Cuma gue nggak mau jatuh hati ke lo lagi. Gue takut lo atur-atur gue. Bahkan, sampai saat ini gue nggak tau alasan lo ngelarang gue buat jadi koki atau masak di dapur," ujar Devina seraya menyelimuti Malvin lagi. Gadis itu sempat meneteskan air mata. Kemudian, ia mengusap dengan cepat. Gadis itu bergerak mengambilkan air putih untuk Malvin.

Adriana Yohan, wanita itu bukanlah ibu kandung dari Malvin, Yeslina, dan Jeriko. Wanita yang merupakan rekan kerja satu fraksi di anggota dewan, membuat Jefan jatuh hati dan menikahinya. Adriana bukanlah sosok ibu yang sempurna, seringkali Devina mendengar jika wanita itu memaksa Yeslina dengan semua yang Yeslina tidak suka. Adriana tidak memberikan keturunan kepada Jefan karena keguguran saat kecelakaan dulu, dan kini ia sudah tak dapat hamil lagi. Ibu kandung Malvin sudah meninggal. Kabarnya alm. Marina meninggal akibat sakit keras. Namun, setiap kali Devina berkata seperti itu Malvin terus menyangkal.

Devina mengembuskan napas. Ia mengacak rambutnya frustrasi sampai ada sepasang sepatu yang berdiri di depannya menawarkan minuman. Devina mendongak, Bams berdiri di sana. Devina tersenyum tipis. Hubungannya dengan Bams sudah membaik, tetapi jika Bams berperilaku melampaui batas lagi, Devina benar-benar akan menjauh dan melaporkan kepada Dirga.

"Makasih," singkat Devina seraya mengambil uluran minum dari Bams. Lelaki itu ikut duduk di samping Devina.

"Kenapa nggak jaga stan?" tanya Bams. Devina menggeleng.

"Males aja. Lo sendiri?" tanya Devina balik.

"Cari lo. Gue cuma takut lo digangguin sama fans fanatik Malvin," balasnya. Devina mengangguk mengerti.

"Mau keliling?" tawar Bams.

"Boleh," balas Devina. Mereka segera beranjak dari tempat duduk. Bams dan Devina berjalan beriringan mengelilingi bazar hari ini. Mungkin Devina akan menghabiskan sisa kekosongan perut dengan makanan dan minuman yang dijual.

🌼

Sampai di sebuah stan makanan ala Korea, Bams meminta Devina singgah dulu. Devina sudah memesan banyak sekali makanan yang tidak mengandung seafood untuk dia makan. Rata-rata makanan yang Devina pesan adalah makanan pedas.

"Lo suka banget, ya?" tanya Bams. Devina mengangguk kencang. Saat ia melahap tteobokki level iblis, Malvin dan Sephora bergabung di sana. Catat, Malvin tak pernah mengajak Sephora, tetapi Sephora yang ganjen dan ingin terus mengintili Malvin.

"Ngapain kalian di sini?" ketus Bams yang merasa terganggu.

"Hak gue, kok. Lagian semua meja penuh, gue juga mau makan," balas Malvin tak kalah ketus. Devina membulatkan mata. Ia melihat semua makanan yang dipesan Malvin adalah makanan pedas yang memiliki rata-rata kepedasan level akut. Devina terus memandang tanpa henti, apalagi saat Malvin memasukkan makanan itu ke dalam mulut. Ada rasa khawatir yang besar di lubuk hati Devina. Pasalnya, gadis itu tahu jika Malvin tak boleh mengonsumsi makanan yang pedas, meskipun hanya pedas biasa karena penyakit maag akut milik lelaki itu.

"Lo ngapain liatin cowok gue? Masih suka lo?" sindir Sephora. Devina mendecih. Gadis itu kembali fokus kepada makanannya. Persetan Malvin akan sakit atau tidak, ia tak peduli. Lagipula sudah ada Sephora yang akan mengurus bukan? Biarkan saja.

Tak lama, acara singgah untuk makan telah selesai. Devina pergi melenggang begitu saja bersama Bams. Gadis itu malas berurusan dengan Sephora. Jikalau harus, ia memilih untuk diam. Lagipula semua ucapan Sephora adalah sampah yang berujung toxic. Tak baik untuk perkembangan mental.

Sementara itu, Malvin benar-benar merasakan sakit perut yang hebat. Namun, ia tetap menyimpannya. Ia memilih untuk menahan. Lelaki itu berlari ke arah toilet. Malvin memuntahkan semua isi perutnya. Setelah itu, ia meminum obat maag.

"Gue tau lo masih peduli sama gue, Dev," gumam Malvin. Lelaki itu bersandar di wastafel. Biarlah ia merasakan sakit, asalkan ia tahu isi hati Devina yang sesungguhnya.

Setelah itu, Malvin mengambil ponsel di sakunya. Lelaki itu mencoba menghubungi Aiden untuk menjemputnya. Malam ini, ia akan bermalam di apartemen Aiden saja. Ia masih malas untuk pulang ke rumah. Lebih tepatnya bertengkar dengan Jefan atas masalah Yeslina yang terus-menerus dipaksa Adriana untuk melakukan hal yang Yeslina tak sukai.

"Jemput gue di toilet deket taman," suruh Malvin dengan rintihannya. Setelah itu, ia memutuskan panggilan. Ia memilih menahan rasa sakit sampai Aiden sampai. Semoga saja tidak menimbulkan efek berkepanjangan, pasalnya besok ia akan bertanding basket.

🌼🌼🌼

Aduh, Bebeb Malvin sweet banget, sih. Pembuktiannya meresahkan tapi. Semoga aja Bebeb baik-baik aja. Well, ternyata Adriana bukan ibu kandung, ges. Pantes nggak sayang amat sama anak-anak Bapak Jefan yang terhormat. Oh ya, jadi apa penyebab meninggalnya Ibu kandung Malvin yang sesungguhnya? Kenapa harus ditutupi? Kok kayak kasus Kakek Malvin yang ditutupi juga? Hmm

Jangan lupa vomment. Terima kasih.

Big luv,

Vatte.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang