Part 9 : Trauma

1.2K 124 2
                                    

❝Nyatanya, takdir malah lebih mendekatkan kita. Tanpa sempat aku meminta apa pun.❞

🌼🌼🌼

Duduk di geladak utama kapal seraya menatap lurus. Menghela napas kasar. Tujuan mereka adalah Manjarite Beach, sebuah pantai di pulau tak berpenghuni. Miss Erlita yang menyarankan karena mereka lagi-lagi tak memiliki waktu banyak. Kejar target juga untuk majalah tahunan Alexandria University.

Terlepas dari destinasi, Miss Erlita meminta anggota untuk pergi ke geladak. Miss Erlita akan mengumumkan lokasi pemotretan untuk hari ini.

"Pagi, semua! Oke, hari ini kita adakan pemotretan terakhir. Lokasi yang akan kita pilih di sepanjang dermaga. Untuk siang hari, kita ada sesi dokumentasi, setiap pasangan wajib untuk snorkeling hari ini. Untuk kedalaman nggak terlalu dalam, usahakan kembali sebelum pukul tiga waktu setempat," ucap Miss Erlita. Layaknya sengatan listrik, tubuh Devina membeku di tempat. Heaven dan Malvin secara bersamaan menoleh ke arah Devina. Malvin hendak mengangkat tangan, tetapi Devina membisik dan menggeleng kepada Malvin.

"Sekitar lima belas menit lagi kita sampai di dermaga. Kalian bisa ambil peralatan snorkeling kalian di belakang, ya. Informasi tambahan, jangan ada yang memasuki area pulau karena masih banyak binatang liar. Sekali lagi, kita nggak punya waktu lebih untuk kejar deadline. Semangat!" ujar Miss Erlita. Semua anggota pun mengangguk. Mereka pergi ke belakang untuk mengambil peralatan masing-masing.

Heaven menarik tangan Devina setelah mereka mengambil alat-alat yang diperlukan. Heaven tampak marah. Lelaki itu tak habis pikir dengan Devina. Ia menggiring Devina ke dalam kapal untuk bicara secara privat.

"Gue nggak habis pikir sama lo, kenapa sih cegah Malvin buat merasa keberatan atas lo? Lo punya trauma sama snorkeling, lo bisa kok enggak berkontribusi," omel Heaven.

"Ven, lo harusnya ngertiin gue. Coba lo di posisi gue dengan semua cemoohan tentang gue yang aleman, manja, nggak bisa ini-itu, gue capek, Ven. Gue cuma pengen lawan setiap trauma, alergi, bahkan fobia. Gue nggak mau mindset mereka selalu memandang gue layaknya bayi perempuan Papa Dirga," balas Devina.

"Ja-jadi lo udah tau kalo nasi goreng waktu itu bukan nasi goreng ati ayam?" tanya Heaven. Devina mengangguk, lalu memalingkan wajah. Heaven menggaruk kepala frustrasi.

"Terserah, Dev. Kalo lo sampai kenapa-kenapa hari ini, gue nggak mau tanggung jawab," pasrah Heaven terdengar seperti ancaman. Lelaki itu tak benar-benar serius, ia hanya ingin mematahkan niat Devina saja. Lelaki itu keluar dari dalam kapal, lalu pergi ke geladak lagi.

🌼

Kapal sudah berhenti di dermaga. Mereka sudah bersiap dengan pakaian masing-masing. Bergaya kasual khas pantai. Devina berjalan menuju lokasi.

"Kita rolling, ya. Devina sama Malvin kebagian terakhir," ujar Miss Erlita memberikan pengarahan. Pasangan itu mengangguk.

Akhirnya, Devina memilih untuk menyusuri dermaga kayu menuju ujung. Ia masih menimbang keputusan. Niat begitu kuat, tetapi ia takut Heaven banyak disalahkan karena tak bisa menjaga dirinya.

"Mikirin apa?" tanya Malvin tiba-tiba. Devina sempat terkejut. Gadis itu bungkam setelah mendongak. Ia kembali menunduk, menggoyang-goyangkan kaki lagi.

"Ngapain ke sini?" tanya Devina ketus. Malvin malah duduk. Lelaki itu mengembuskan napas. Merelaksasikan tubuh.

"Gue penasaran sama alasan lo nggak mau gue ngomong ke Miss Erlita kalo lo keberatan buat snorkeling. Kenapa, sih, Dev?" tanya Malvin. Lelaki itu menatap ke arah Devina.

Lovestuck Syndrome [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang