15. Membuka Hati?

4.4K 995 233
                                    

Hanya ditemani lampu temaram dan suara jangkrik, Maira duduk termenung di beranda rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi matanya masih terjaga.

Dia menyesal atas kejadian pagi tadi. Harusnya, dia tidak boleh memberi tahu di mana dirinya tinggal pada Anfal. Akibatnya, lelaki itu satu jam lalu datang ke sini, dan sampai sekarang dia masih ada di sini, asyik bermain bersama Haidar.

Awalnya Haidar terlihat keheranan melihat Anfal. Karena sepertinya, anak itu sudah lupa dengan kejadian dua tahu lalu. Dan Anfal pun tidak ada membicarakan hal itu padanya. Malah, Anfal kembali mengajak berkenalan seolah mereka belum saling mengenal.

Satu sifat yang baik tapi kurang Maira sukai dari anaknya: Haidar terlalu mudah akrab dengan seseorang. Maira tidak suka jika anaknya terlalu dekat dengan Anfal, karena tiap kali melihat mereka bicara, apalagi tertawa bersama, hati Maira seolah disayat pisau tajam. Dia masih terluka, dia masih belum bisa menerima jika Anfal disayangi oleh Haidar.

"Mai, kok di luar aja sih?" tanya Binar, lalu duduk di samping Maira.

"Cari angin." balas Maira, klise.

"Kalian ketemu di mana?" Binar bertanya dengan pelan, seolah takut Haidar atau Anfal mendengar.

Kedatangan Anfal tidak hanya membuat Haidar bertanya-tanya, Binar pun begitu. Namun, kali ini Binar akan berusaha bertanya sewajarnya saja. Dia tidak mau membuat Maira sedih.

"Di Hai Dear Hotel, waktu aku coba ngelamar kerja ke sana."

Binar membelalakkan matanya tidak percaya.

"Se-serius?"

"Iya."

"Kamu tau itu hotel milik siapa?"

"Enggak." jawab Maira, yang terlihat sama sekali tidak penasaran.

Binar mendekat, lalu kembali berbisik. "Itu hotel Anfal," katanya, membuat Maira membeku.

Oh, pantas saja kedatangannya di hotel itu begitu di hormati, Maira pikir lelaki itu hanya bekerja di sana.

"Hai Dear itu punya makna mendalam buat dia, Mai. Dia pernah cerita sama aku, kalo nama Hai Dear itu maknanya Haidar."

Maira tersenyum miring. Jika nama itu untuk Haidar, kenapa juga harus disamarkan? Kalau dia memang mencintai Haidar, harusnya beri saja nama hotel-hotel nya itu HAIDAR HOTEL, tidak perlu disamarkan segala!

Maira bangkit dari duduknya, lalu masuk ke ruang tengah menghampiri Haidar yang masih asyik diajarkan menggambar oleh Anfal.

"Sayang, udah malem nih, tidur ya? Besok bisa terlambat kalo tidur kemaleman."

Meski sedang asyik-asyiknya, tapi Haidar tidak pernah berani membantah perintah ibunya. Maka, anak itu pun membereskan peralatan belajarnya lalu dimasukkan ke dalam tas.

"Paman, aku mau tidur. Paman bakal main ke sini lagi, kan?"

Ketika bertemu di pantai dua tahun lalu, Haidar memanggil Anfal dengan sebutan 'Om', tapi sejak itu ibunya selalu meminta Haidar agar memanggil laki-laki dewasa dengan sebutan 'Paman'. Jadilah sampai sekarang Haidar selalu memanggil laki-laki dewasa dengan panggilan Paman.

Sejujurnya Anfal belum puas bersama Haidar. Namun, setelah mendengar pertanyaan itu dia pun merasa senang. Karena itu berarti, Haidar juga senang atas kehadirannya.

"Tentu, Nak." jawab Anfal, lalu mengusap rambut Haidar penuh kasih sayang.

Haidar menenteng ranselnya, dan sebelum masuk ke kamar dia masih sempat-sempatnya mencium punggung tangan Anfal.

Takut Salah SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang