22. Siapa?

3.7K 973 131
                                    

Binar mengetuk pintu kamar Maira berkali-kali dengan cukup keras, sambil terus berteriak agar Maira segera membuka pintu.

Tanpa sempat mencopot mukenanya, Maira baru membuka pintu itu setelah selesai melaksanakan salat subuh.

"Ada apa, Nar?"

Binar berusaha mengatur napasnya, wajahnya terlihat pucat sekali.

"Pa-papanya Anfal ... meninggal, Mai." ucapnya, agak terbata.

"Innalilahi Wa Inna Ilaihi Raji'un," gumam Maira, berusaha setenang mungkin. Padahal, dia kaget luar biasa mendengar kabar ini.

"Barusan Anfal hubungin aku, dia butuh kamu. Kamu mau kan, ikut aku ke pemakaman?"

Maira diam sesaat. Dia masih kecewa soal kemarin, tapi dia juga tidak mungkin sejahat itu untuk tidak menemui Anfal, walaupun hanya sebentar.

×××

Langit mendung disertai gerimis mengiringi proses pemakaman Pak Ilyas. Betapa hancurnya hati Bu Aisha melihat jasad sang suami yang mulai ditimbun tanah. Sedih sekaligus tidak bisa dipercaya, karena kemarin suaminya masih baik-baik saja.

Jika saja Pak Ilyas tidak mendengar rahasia Anfal, hingga dibuat se-marah itu, pasti pagi ini Bu Aisha masih bisa kan melihat wajah suaminya? Dia tidak terima, terlalu mengejutkan dan belum siap atas semua yang terjadi. Karena hal itulah, tubuhnya menjadi lemah hingga pingsan saat jasat suaminya benar-benar tidak terlihat lagi. Buru-buru Abbas membawanya kembali pulang ke rumah.

Sementara Anfal yang seharusnya masih dirawat karena tubuhnya masih sakit, tetap memaksakan diri untuk datang ke pemakaman meski tidak banyak yang bisa dia lakukan selain berdoa dan termenung, lalu menangis, menggambarkan perasaannya yang terlampau hancur. Jelas semua ini terjadi karena dirinya, dan mungkin ini salah satu hukuman yang Tuhan beri untuknya. Oleh sebab itu, meski hatinya teramat sesak, dia akan berusaha ikhlas. Saat ini yang dia butuhkan hanya Maira, tapi kenapa perempuan itu tidak juga datang?

Anfal rela dibenci oleh semua orang, tapi tidak untuk Maira dan Haidar. Mereka adalah sumber kekuatannya, Anfal tidak bisa berhenti untuk mencintai mereka.

Dan benar, Maira tidak datang hingga para kerabat satu per satu mulai meninggalkan area pemakaman. Anfal melihat Binar, dan Binar juga sempat menyampaikan bela sungkawa, tapi dia tidak ada mengatakan apapun perihal Maira. Sepertinya Maira sudah sangat marah dan kecewa pada Anfal, sampai dia tidak mau ambil pusing atau sedikit saja peduli padanya.

"Pa, maafin aku." lirihnya berkali-kali, sambil mengusap nisan sang ayah.

Air mata Maira lolos mendengar suara lemah itu. Entah kenapa hatinya terasa sakit ketika melihat raut penuh penyesalan di wajah Anfal, serta kepala yang terus ditundukkan dalam. Maira pernah ada diposisi itu, dia paham sekali bagaimana sakitnya. Sekarang, Anfal pun merasakan hal yang sama. Apakah Maira merasa puas? Jelas tidak. Karena sebesar apapun kesalahan yang pernah lelaki itu perbuat, Maira tidak pernah bisa benar-benar membencinya.

Sebenarnya ego Maira menolak  untuk datang ke sini, sampai Binar memaksanya sekalipun dia tetap mengatakan tidak. Namun sialnya, perasaannya malah kian tidak tenang, dia akan dihantui rasa bersalah kalau tidak ke sini. Hingga akhirnya, di tengah perjalanan mengantarkan Haidar sekolah, Maira malah mengajaknya untuk berjalan ke lain arah, menuju pemakaman.

Dan di sini lah Maira sekarang; berdiri mematung melihat kuburan baru dan lelaki yang sedang tidak baik-baik saja itu.

Karena ibunya sejak tadi hanya diam, maka Haidar melepaskan tangannya dari genggaman sang ibu pelan-pelan, sampai Maira tidak menyadarinya. Lalu, anak itu melangkah mendekati Anfal, dan kini sudah berdiri di sampingnya.

"Paman," panggil Haidar, lembut.

Anfal belum mau mengangkat kepalanya, karena dia yakin ini hanya halusinasi. Kalau Maira dan Haidar ke sini, harusnya mereka sudah datang sejak tadi kan? Harusnya mereka datang ke mari bersama Binar kan? Tidak Anfal, tolong jangan berpikir macam-macam. Haidar tidak ada di sini, pun dengan Maira, mereka tidak akan ke sini.

"Paman, sini aku peluk biar gak sedih," kata Haidar, sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.

Anfal menepis air mata yang membasahi pipinya, lalu mengangkat wajahnya. Betapa terkejutnya dia ketika melihat Haidar. Berusaha menyakinkan diri berkali-kali dengan mengucek matanya, tapi sosok berseragam SD itu tetap di sana. Hingga akhirnya, bibir kaku yang kedua sudutnya masih robek itu tersenyum lebar.

"Sayang," Anfal memeluk tubuh Haidar begitu erat, dan kembali menangis hingga terisak-isak.

Maira membekap mulutnya, tangisnya ikut pecah menyaksikan pemandangan itu.

"Jangan pergi ...." gumam Anfal, lemah.

Ada dua lelaki yang Haidar dambakan menjadi ayahnya; Abbas dan Anfal. Kedua orang itu baik, Haidar menyayanginya. Namun, Haidar tidak tahu, kenapa dirinya selalu merasa begitu tenang setiap kali dipeluk Anfal. Padahal, sang ibu terlihat lebih bahagia saat bersama Abbas. Jadi, siapa yang akan menjadi ayah Haidar kelak? Apakah Abbas, atau Anfal? Atau, tidak dua-duanya? Lalu, jika tidak keduanya siapa yang akan jadi ayahnya? Sungguh, Haidar ingin sekali punya ayah. Haidar tidak mau terus tinggal hanya berdua bersama sang ibu.

Harus Haidar akui, ibunya memang hebat dan kuat. Namun, tidak semua hal bisa dilakukan sang ibu. Seperti Abbas yang begitu hebat bermain bola dan mengajarinya berhitung, atau Anfal yang pandai menggambar juga memotret.

Haidar ingin seperti teman-temannya, yang setiap kali diledek atau di bully oleh orang, dia akan bilang; awas aja, aku bilangin ke Papa! Papa aku itu polisi, nanti kamu ditembak kalau jahat sama aku!

Jika bukan polisi sekalipun, mereka pasti selalu mengancam akan mengadukan pada ayahnya, dengan bilang; ayahnya galak, preman pasar, hobi menyembelih, atau hal-hal menakutkan lainnya, hingga membuat mereka tidak diledek lagi. Lalu, apa yang harus Haidar katakan jika diledek teman-temannya, sementara dia tidak punya ayah?


A/N: pesan pada part ini yang harus direnungkan adalah, bahwa setiap apa-apa yang kita lakukan baik di masa lalu atau masa depan, semua akan ada balasannya. Kamu mungkin lupa, tapi Allah tidak akan lupa.

Takut Salah SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang