25. Buktikan

3.5K 919 152
                                    

Sejak kepergian sang ayah, kesibukan Anfal jadi berkali-kali lipat lebih padat. Banyak pekerjaan yang harus dia tangani, bahkan dalam satu minggu dia bisa mengunjungi tiga sampai empat kota. Dan setiap harinya, jadwal meeting bisa lebih dari lima kali. Semua fakta ini membuat Anfal amat muak, tapi dia tidak bisa mempercayai orang lain untuk menggantikan posisi ayahnya apalagi meninggalkan semua pekerjaannya begitu saja.

Harapan terbesar sang ayah adalah Anfal bisa menjadi penerusnya, mengingat hanya Anfal lah anak satu-satunya. Dulu, waktu SMA Anfal pernah mengatakan keberatan, dan mengusulkan kalau ayahnya sudah tua nanti, semua aset perusahaan dijual saja. Namun, dengan tegas sang ayah menolak, dan memaksa mau setuju atau tidak Anfal harus terjun ke dunia bisnis. Anfal tidak punya pilihan sejak saat itu, selain menjalankan apa yang seharusnya dia lakukan.

Terkadang, Anfal sering merasa iri pada sepupunya, Abbas. Walau Abbas tidak hidup dalam kemewahan, tapi lelaki itu terlihat jauh lebih bahagia darinya. Abbas bisa berkeliling kota kapan saja tanpa harus memikirkan banyak pekerjaan yang menunggu. Abbas juga bisa menjalankan hidup seperti apa yang dia mau, termasuk memilih jurusan kuliah. Ya, setiap manusia memang memiliki keberuntungan masing-masing, dan menyedihkannya Anfal masih sering lupa untuk mensyukuri nikmat itu.

Sejak malam itu, ketika dia dan sang ibu menemui Maira, terhitung sudah dua minggu dia belum bertemu lagi dengan Maira. Dia amat merindukan Maira dan Haidar, tapi sampai hari ini dia belum punya waktu untuk menemui mereka.

Seperti kebiasaannya sejak dulu, setiap kali dia merindukan Maira dan Haidar, dia pasti akan memandangi foto mereka. Jika saja Maria punya ponsel, mungkin dia tidak akan se-tersiksa ini. Dia pernah membelikan sebuah ponsel untuk Maira, dan meminta Binar yang memberikan pada Maira. Karena dia tahu, kalau dia yang memberikan langsung, Maira pasti tidak akan mau menerima. Sayangnya, meski lewat Binar sekalipun Maira tetap tidak mau menerimanya. Jadilah sampai sekarang tiap kali dia ingin tahu kabar Maira dan Haidar, dia hanya bisa bertanya pada Binar.

Anfal larut dalam lamunannya, sampai tidak menyadari pintu ruangannya dibuka, lalu masuk seorang gadis yang kini sudah berdiri di sampingnya.

Gadis itu memperhatikan foto yang sejak tadi Anfal genggam, dengan tanpa permisi dia menarik foto itu begitu saja, dan merobek-robek lalu dicampakkan ke lantai.

Anfal melotot melihat semua itu. Tangannya terkepal, wajah gadis itu dipandangnya tajam.

"Kamila!" bentak Anfal spontan, lalu berjongkok berusaha mengumpulkan sobekan foto itu.

Kamila menghentakkan sebelah kakinya, menarik tangan Anfal agar bangkit dengan raut tidak bersalah sama sekali. Namun, dengan cepat Anfal menghempaskan tangan itu.

"Fal! Ngapain sih kamu liatin foto gak penting kayak gitu?! Itu cuma masa lalu, gak pantes kamu ingat-ingat lagi!"

Ya, fakta bahwa Anfal telah menghamili seorang gadis saat SMA, dan akibat perbuatan itu lahir seorang anak yang kini sudah berusia 6 tahun memang sudah tersebar luas. Tidak hanya dikalangan keluarga besar, tapi hampir semua pekerja hingga teman-teman orang tuanya pun tahu. Tidak terkecuali keluarga Kamila. Dan anehnya, meski tahu sifat buruk Anfal di masa lalu, Kamila tetap saja bersikap sok dekat pada Anfal. Padahal, sejak kenal sampai sekarang pun Anfal selalu bersikap dingin padanya.

Kembali, tatapan tajam itu menghunus pada Kamila.

"Gak penting lo bilang?" tanya Anfal, berusaha untuk tetap mengontrol emosinya.

"Asal lo tau, lo gak punya hak sedikitpun untuk bicara seperti itu. Dan atas tindakan kurang ajar lo ini, gue jadi makin muak bahkan untuk sekadar berteman sama lo." katanya dingin, lalu meninggalkan ruangan itu setelah berhasil mengambil semua potongan foto yang telah dirobek Kamila.

Takut Salah SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang