3. Remuk

5.8K 1K 136
                                    

Sekembalinya mengantarkan Haidar dari sekolah, Maira langsung bergegas menuju pasar. Bukan untuk belanja, melainkan mencari pekerjaan. Namun malangnya, meski dia sudah melamar kerja ke sana-sini bahkan pada pedagang ikan, sayur, dan buah-buahan, semuanya mengatakan hal yang sama; maaf tidak ada lowongan, dengan alasan beragam.

Akhirnya, karena ingat di rumah banyak kerjaan, dia pun memilih untuk pulang saja. Takut tantenya akan marah-marah jika rumah berantakan.

"Harus cari kerja ke mana lagi ya? Kalo kayak gini terus, aku malah makin nambah beban Tante Hanum." gumam Maira bicara sendiri, sambil mengelap lemari kabinet kayu yang ada di dapur.

Maira harus mendapatkan pekerjaan, jika dia dapat kerja, dia akan mencari kontrakan secepatnya. Dia tidak mau terus tinggal di sini, sebab dia tahu Haidar sudah amat tidak nyaman berada di sini.

"Maira."

Maira terperanjat kaget hingga lap di tangannya jatuh ke lantai saat mendengar suara itu. Segera dia menoleh ke belakang, dilihatnya Indra tengah melangkah mendekatinya dengan senyum mengembang.

"Paman gak kerja?" tanya Maira heran. Dia pikir pamannya itu tidak ada di rumah, karena keadaan rumah begitu sepi saat dia kembali.

Bukannya menjawab, Indra malah terus mendekat. Maira melangkah mundur perlahan, tidak nyaman atas sikap pamannya.

"Kenapa? Kamu takut sama saya?" tanya Indra dengan suara berat, yang malah terdengar aneh, dan menjijikkan di telinga Maira.

"Paman mau apa? Mau saya buatkan kopi?"

Indra menggeleng. Lalu tanpa Maira duga, tiba-tiba tubuhnya di dorong hingga membentur kabinet dan setelah itu Indra berdiri di hadapannya dengan jarak yang begitu dekat hingga tubuh Maira terkunci, sulit bergerak. Maira berusaha keras memberontak, tapi kedua tangannya sudah dicekal sangat kuat oleh Indra.

"Lepas!!" teriak Maira histeris. Nadanya terdengar gemetar dan ketakutan.

Maira memejamkan matanya erat sambil terus berdoa dan berusaha melepaskan diri dengan sisa tenaganya. Kejadian ini, mengingatkan dia pada kejadian tujuh tahun lalu. Tidak! Dia tidak mau merasakan hal yang sama.

"Lepaskan saya, Paman ... saya mohon ...." Maira berucap lemah kala pamannya tidak juga mau melepaskan tangannya. Malah, wajah pria tua itu kini makin mendekati bibir Maira, sampai Maira bisa menghirup bau rokok dari helaan napasnya yang menderu.

Maira segera membuang muka ke samping. Air matanya terus bercucuran, apa yang harus dia lakukan?

Indra memandang Maira penuh nafsu. Sudah lama dia menunggu waktu ini. Lelaki mana yang tidak akan tergoda melihat wajah cantik serta tubuh indah Maira? Sayang sekali jika perempuan itu tinggal di sini, tapi dia biarkan saja. Hari ini, selagi istrinya sedang keluar entah ke mana, dan keadaan rumah hanya ada dirinya dan Maira, tentu saja Indra tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.

"Kalau kamu masih mau hidup, jangan katakan apapun pada Hanum setelah saya melakukannya," bisik Indra lembut, tapi penuh penekanan.

Kerudung Maira mulai ditarik kasar. Maira menjerit semakin keras, tubuhnya terus memberontak ingin lepas. Dalam hati Maira terus meminta pertolongan pada Tuhan. Sungguh, dirinya amat ketakutan saat ini.

"Apa-apaan ini?!"

"Tante ...."

Indra berdecak pelan, dengan cepat dia melepaskan Maira dan bersikap seolah dirinya adalah korban, lalu mendekati istrinya.

"Sayang, Mas bisa jelaskan semuanya," ucap Indra dengan nada yang dibuat sehalus mungkin disertai ekspresi meminta pembelaan, mencoba meluluhkan hati sang istri yang wajahnya kini sudah terlihat memerah, menahan marah.

Indra menarik pelan kedua tangan Hanum. "Sayang, dia coba merayu Mas. Mas bersumpah, Mas sudah coba menjauhkan diri, tapi dia terus-" Indra berusaha memutar balikkan fakta, tapi Maira segera memotong perkataannya.

"Paman bohong Tante!" teriak Maira.

Semoga tantenya percaya dengan apa yang Maira ucapkan. Dia mendengar jeritan Maira tadi, kan? Dia melihat Maira yang berusaha memberontak suaminya, kan? Tuhan, semoga tantenya tidak mempercayai ucapan suaminya, apalagi sampai membenci Maira.

Hanum menghempaskan tangan suaminya, lalu melangkah mendekati Maira.

Plak!

Harapan Maira pupus, saat sebuah tamparan keras mendarat pada pipinya. Dengan perasaan yang sudah dipenuhi kemarahan, Hanum menampar pipi Maira sekeras mungkin. Tidak cukup sekali, dia melakukannya sampai tiga kali sampai mengalir darah dari sudut bibir Maira.

"Dasar perempuan tidak tahu diri! Saya pikir kamu sudah berubah, tapi tetap saja mengecewakan!"

"Tante ...."

"Apa? Kamu pikir dengan wajah polos mu itu lantas saya akan percaya pada kamu?!" Hanum menjambak kerudung Maira yang sudah berantakan itu dengan kasar, hingga membuat Maira mendongak menahan perih.

"Kamu memang anak kakak saya, tapi saya jelas lebih percaya dengan ucapan suami saya. Suami saya tidak mungkin berbohong! Dasar perempuan murahan!" keras Hanum menarik kerudung Maira sampai terlepas, lalu dicampakkan ke lantai dan diinjaknya penuh kebencian. Setelah itu, rambut Maira kembali dijambak.

"Pergi kamu dari rumah saya! Menyesal saya bersikap baik pada kamu!"

Puas menjambak rambut Maira, hingga rasanya semua rambutnya akan rontok saking kuatnya jambak-kan itu, tubuh Maira lalu didorong kasar hingga tersungkur ke lantai. Maira memandang wajah tantenya dengan tatapan memilukan, tidak dia hiraukan sudut bibir yang berdarah serta pipinya yang sudah kebiruan.

"Kemas barang-barang kamu secepatnya! Menjauh lah dari rumah ini! Bawa anak haram itu!"

Remuk, begitulah keadaan hati Maira saat ini. Saking terlukanya, dia sampai tidak mampu untuk mengatakan apapun. Ya, tanpa diperintah pun Maira memang akan pergi dari sini secepatnya. Dia terima tantenya menghina dia, tapi sedikit pun dia tidak akan terima jika ada yang menghina anaknya. Dengan sedikit sisa tenaganya, perempuan itu mencoba bangkit lalu berlari meninggalkan area dapur.

Indra yang sejak tadi mematung menyaksikan pertengkaran itu hanya bisa mengeluh kecil saat Maira pergi. Gagal sudah nafsunya terpuaskan untuk hari ini, padahal tinggal sedikit saja lagi. Ah, ya sudahlah, setidaknya dia merasa sedikit bersyukur karena istrinya percaya padanya. Jika Maira tidak berhasil didapat, toh hampir tiap malam juga dia bisa menikmati tubuh wanita yang berbeda di rumah bordil langganannya. Ya, dia harus pergi malam ini agar hasratnya terpenuhi. Apa yang bisa diharapkan dari tubuh tua istrinya? Membosankan.


Astaghfirullahaladzim

Takut Salah SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang