18. Gosip

4.1K 899 180
                                    

"Tengoklah ke dalam, sebelum bicara... singkirkan debu yang masih melekat."

(Ebiet G Ade-Untuk Kita Renungkan)

°°°

Setelah bekerja di kafe, niat Maira mendapatkan gaji pertamanya kelak untuk menyewa kostan. Namun, belum juga niat itu dibicarakan, Binar sudah duluan melarangnya. Binar tidak mengizinkan Maira dan Haidar pergi dari rumahnya, dan itu membuat Maira merasa gamang.

Maira nyaman tinggal di rumah Binar, tentu saja, tapi kalau terlalu lama rasanya tidak tahu diri. Meski sekalipun Binar dan suaminya menyukai kehadiran Maira dan Haidar, tapi tetap saja Maira selalu merasa sungkan.

Sekarang, bagaimana cara Maira agar bisa keluar dari rumah Binar tanpa harus membuat tuan rumah itu tersinggung?

"Hai, Mai."

Sapaan itu membuat Maira tersentak dari lamunannya, lalu tersenyum penuh rasa canggung.

Koala kafe pagi ini masih dalam keadaan sepi, sejak tadi yang bisa Maira lakukan hanya terus mengelap meja bar, padahal meja itu sudah mengkilap.

Kara senang memiliki karyawan baru seperti Maira, karena selain wajahnya enak dipandang, perempuan itu juga sangat rajin. Dia selalu datang paling awal, mengerjakan segala hal, dan membantu karyawan lain jika keteteran. Namun sayang, Maira agak sulit diakrabi, dia sangat menjaga privasi. Maira hanya akan bicara dengannya seputar pekerjaan saja, tidak seperti karyawan perempuan lain, yang biasanya selalu terlihat cari muka padanya.

"Itu mejanya udah bersih loh," kata Kara, lalu terkekeh.

Maira merasa kikuk karena diperhatikan, dia pun hanya bisa menunduk dengan rasa malu.

Kara memperhatikan wajah Maira lamat-lamat. Semakin diperhatikan semakin mengagumkan, pipinya kemerahan, sangat menggemaskan. Dan yang membuat Kara semakin sulit mengalihkan pandangannya adalah bola mata cokelat yang dinaungi bulu mata teramat lentik itu, begitu menarik. Pantas saja Abbas begitu mengagumi Maira, meski Maira sudah memiliki anak. Kara jadi bertanya-tanya dalam hati, kira-kira, apa yang membuat Maira bercerai dengan suaminya? Dan usia berapa Maira menikah? Semuda ini, anaknya sudah kelas satu SD. Ah, mantan suami Maira pasti sangat menyesal karena sudah menceraikan istri secantik Maira, itulah yang Kara pikiran.

Kara juga ingin bertanya, sejak kapan Maira berteman dengan Abbas? Namun, jika dia menanyakan perihal itu, Abbas pasti akan marah. Sebab Abbas sudah melarang untuk menyangkut-pautkan namanya, bahkan Abbas juga sudah meminta pada Kara, agar jika Abbas datang ke kafe ini, Kara pura-pura saja tidak mengenali dirinya di depan Maira. Entahlah, Kara pun tidak mengerti kenapa Abbas menjadi rumit begitu. Karena cinta, kah?

"Mai, siang nanti makan bareng yuk."

Abbas mungkin mencintai Maira, tapi mereka hanya teman kan? So, tidak ada masalah kalau Kara juga mau berteman dengan Maira.

Ajakan Kara itu terdengar oleh beberapa karyawan lain, hingga mereka mendelik tajam pada Maira.

"Maaf Pak, saya gak bisa. Saya permisi ke belakang." Tanpa berani memandang wajah atasannya itu, Maira segera pamit meninggalkan Kara.

Setibanya di belakang, Maira melihat ada dua karyawan perempuan. Satunya tengah sibuk mengaduk adonan tepung, dan satunya sedang menggoreng ayam.

"Sejak perempuan itu kerja di sini, entah kenapa aku jadi makin gak nyaman, bawaannya pengen resign." kata perempuan dengan rambut diikat satu yang masih sibuk dengan adonannya.

"Maira?"

"Iyalah, siapa lagi."

"Sama. Aku juga gak nyaman, ngerasa kalo Si Bos pilih kasih gitu, iya gak sih?"

Takut Salah SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang