Dear Diary Diluc 2

865 119 10
                                    

Berlatar waktu di hari adek datang ke rumah Diluc.

Dear diary.

Gak ada yang bisa disalahin, mungkin ada, dan itu adalah aku.
Tapi apa yang bisa aku lakukan? Pada dasarnya hubunganku dan adek memang udah melawan alam.

******

Aku hanya bisa melihatnya keluar dari pintu ruang kerjaku, aku gak bisa menahannya dan memberikan alasan lain agar hubungan kami bisa tetap berlanjut.

"Aku juga udah nemu.... omegaku"

Aku mau tanya dimana dia ketemu dengan omeganya, gimana mereka ketemu, dan seperti apa orang yang ditakdirin buat adek.

Tapi aku gak akan bisa nanya itu, aku gak punya kesempatan lagi untuk dekat sama adek.

Prof. Zhongli udah menentang keras hubungan kami, gak mungkin beliau bakal ngebiarin aku dekat lagi sama anaknya. Bahkan aku yakin beliau gak mau aku ada di sekitar adek dalam radius 100 meter.

Semoga aja adek gak sampe dikirim ke luar kota atau negeri, setidaknya aku masih bisa ketemu sama adek di kampus.

Aku ngelirik cincin di atas meja.

Cincin adek.

Cincin pertunangan kami.

Seharusnya aku buang cincin itu, tapi aku gak bisa.

Gak ketika aku keingat gimana senangnya adek waktu dia pertama kali pake cincinnya.

Aku mengambil cincin itu dan menyimpannya di dalam laci meja kerjaku.

Di saat yang sama pintu ruang kerjaku terbuka. Aku menoleh untuk melihat siapa yang baru saja masuk tanpa mengetuk pintu.

Pada awalnya aku kesal tapi setelah melihat siapa yang masuk, aku hanya bisa menghela napas "Kaeya...".

"Luc, tadi gue liat adek keluar. Dia dari jam berapa datang?" tanya Kaeya sambil berjalan menghampiri meja kerjaku.

"Gak lama, mungkin sekitar 15 menit yang lalu" jawabku.

Waktunya emang bentar banget. Kalau lebih lama dari itu, aku yakin adek bakal ragu dan mungkin gak akan membatalkan pertunangan kami.

Mungkin.

"Tumbenan dia bentar doang, cuma mau ngambil barang ya?" tebak Kaeya.

Gak tau kenapa aku gak bisa bilang alasan adek datang. Seandainya aku bilang pada Kaeya, apa dia bakal marah? Sedih? Kecewa?

Atau.... senang?

Ah, gak mungkin.

Justru Kaeya yang berharap pertunangan kami gak batal gimana pun caranya, mana mungkin dia bakal senang kalo tau yang sebenernya.

"Mana Kaylana? Tumben anak itu gak nempel sama kamu" aku mencoba mengalihkan topik.

Kalau bahas Kaylana, pasti otak Kaeya langsung teralihkan.

"Barusan dia ketiduran gegara capek gigit-gigit mainan teething"

Sejujurnya aku masih gak nyangka bakal punya anak dengan orang yang dibesarkan seatap denganku. Jangan salah paham, kami bukan saudara kandung.

Orang tua Kaeya dan orang tuaku adalah sahabat baik, tapi saat umur Kaeya 8 tahun, orang tuanya meninggal karna kecelakaan dan akhirnya ayahku mengadopsinya.

Aku gak tau kalo Kaeya ternyata omega sampai aku nganterin dia ke klinik dokter kandungan.

Aku kira dia beta dan dulunya juga dia ngaku kalo dia beta.

Buku Harian Seorang Anak Archon S1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang