[19] Nangis

108K 10.7K 277
                                        

.
.
.

🚫TANDAI TYPO🚫

....

-Happy Reading-
🌻🌻🌻

Udara pagi membuat Gisha mengeratkan genggamannya pada tas miliknya. Kepalanya terus menoleh ke arah kanan, menunggu angkot lewat.

Sudah sekitar 10 menit Gisha berdiri disini. Dan sejak saat itu juga belum ada angkot yang lewat. Padahal biasanya mang Harto selalu datang beberapa menit setelah Gisha berdiri disini. Tapi kali ini tidak.

Gisha sedikit menyesal karena tidak membawa jaket pagi ini. Udara terasa lebih dingin, mungkin karena hujan kemarin sore.

Gisha mengangkat sebelah tangannya, menatap jam tangan miliknya. Pukul 6.48, sebentar lagi masuk, dan Gisha belum mendapatkan tumpangan.

Tangannya meronggoh handphone miliknya, kemudian mengirimkan beberapa chat pada sahabatnya yang beberapa kali terus mengirimkan pesan spam kepadanya.

Tin!

Gisha terlonjak kaget. Ia bahkan hampir saja menjatuhkan handphone ditangannya ini. Bersyukur karena satu tangan yang lain berhasil menahannya.

Mata gadis itu menatap heran pada mobil didepannya. Namun saat kaca mobil terbuka, Gisha menghela nafasnya.

"Naek Sha! Gue anterin." Suruh cowok didalam mobil itu.

Bastian. Cowok yang menaiki mobil itu.

Gisha berpikir sejenak. Apa tidak papa jika dirinya berangkat dengan cowok ini? Mungkin tidak apa-apa sebenarnya, tapi resiko nya terbilang besar. Jika sampai ketahuan El, Gisha tidak tau reaksi seperti apa yang El berikan. Yang pasti, cowok itu akan marah besar.

Gisha bukannya takut El salah paham, ia hanya tidak El marah dan berakhir ribut seperti sebelum-sebelumnya. Beberapa kali ribut dengan El sudah membuktikan bahwa Gisha harus menghindari hal itu agar tidak terjadi.

Memancing kemarahan El sama saja dengan bunuh diri.
Tapi kali ini, situasi nya berbeda.

Jika angkot tidak kunjung datang, bisa-bisa Gisha terkait ke sekolah. Dan jika ia berangkat dengan Bastian, otomatis El akan marah padanya.

Tapi beda cerita kalo tidak ketahuan oleh El. Gisha tersenyum miring. Tidak percuma dirinya belajar rumus pitagoras dan aljabar. Oke, itu ngarang.

"Sha! Ngapain bengong? Ayok cepetan naek! Nanti lo telat lagi."

Tersadar dari pikirannya, Gisha lantas mengangguk. Gadis itu melangkah ke arah pintu penumpang disamping kemudi, lalu masuk dan duduk nyaman disana.

"Nanti turunin gue di halte Deket sekolah, jangan digerbang." Ucap gadis itu.

Inilah rencana Gisha. Untuk meminimalisir terjadinya keributan karena ketahuan berangkat dengan Bastian, Gisha harus turun di halte. Setidaknya, itu lebih baik daripada digerbang sekolah.

GALAKSA [End/Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang