***
Mrs. Twig diantar ke sebuah kasino. Preman yang mengantarnya tadi menurunkannya tepat di depan pintu kasino tanpa mengatakan dengan jelas siapa yang mencari Lisa. "Bosku bilang, orang yang ingin menemuimu akan menemukanmu di sini," ucap acuh pria bertato, dengan jaket dan celana jeans lusuh itu.
"Siapa bosmu?" tanya Lisa. "Bukan bosmu yang ingin menemuiku?"
"Bukan, bosku hanya disuruh mengundangmu ke kasinonya."
"Lalu siapa pemilik gudang pendingin di pelabuhan?"
"Aku tidak tahu. Mungkin seorang nelayan tua kaya raya? Kalau masih muda dia tidak akan membangun gudang, dia pasti membuat perusahaan start up atau membeli banyak saham dan hidup mewah di kota. Untuk apa dia tinggal di sini?"
"Heish! Jisoo eonni bilang dia masih muda. Augh! Awas saja kalau dia mengajakku tidur, menjijikan bersetubuh dengan kakek tua," cibir Lisa, langsung kehilangan minatnya. "Ah tidak, aku tidak ingin bertemu dengannya. Aku merasa tertipu, ayo kembali ke sauna," desak Lisa, mendorong bahu si preman untuk kembali masuk ke dalam mobil.
Sebuah mobil lain berhenti di belakang mobilnya, di depan pintu utama kasino itu. Seorang pria keluar dari sana, dari kursi kemudinya. Ia melangkah mendekati pintu, melempar kuncinya pada seorang petugas parkir dan tanpa sengaja bertukar tatap dengan Lisa.
"Mrs. Twig?" sapa pria itu, terlihat heran karena melihat Lisa ada di sana.
"Oppa!" susulnya, meninggalkan si preman, melangkah dan memeluk pria yang menyapanya. "Lama tidak bertemu, ternyata oppa tinggal di sini?" sapanya, sembari melepaskan pelukannya dari tubuh kekar pria itu— Ghost, a.k.a Choi Seunghyun, seorang pemain Go-Stop yang terkenal diantara para penjudi lainnya.
"Hm... Belum lama ini aku pindah. Kenapa gadis kota sepertimu ada di sini?" tanyanya, merangkul pinggang Lisa, mendorongnya masuk ke dalam kasino yang di jaga beberapa pengawal kekar.
"Ah aku sedang mempelajari sesuatu di sini. Lalu seseorang ingin menemuiku di sini. Aku punya beberapa bisnis sekarang, mau dengar?" balasnya, ikut merangkul pinggang Ghost, melangkah bersama pria itu masuk ke dalam kasino. "Wahh... Aku pikir tidak ada kasino besar di sini. Tempat ini lumayan juga."
"Ini kasino terbesar di sini. Hanya di sini tempatku bermain setelah pindah ke sini," santainya. "Tapi siapa yang ingin kau temui disini? Pejabat? Anak orang kaya?"
"Ada banyak orang seperti itu di sini?"
"Meski tempat ini tidak terlalu besar, uang yang berputar di sini dua kali lebih besar daripada di kasino tempat kita terakhir kali bertemu. Taruhannya tidak main-main. Siapa yang ingin kau temui? Aku mungkin menganalnya."
"Tuan Ji, pria tua pemilik gudang pendingin. Katanya, dia ingin-"
"Tua?!" seru Ghost, lantas terkekeh karenanya. "Tapi, kau yakin Tuan Ji yang ingin kau temui itu ada di sini? Setelah punya anak dia jarang datang. Padahal anaknya sudah sekolah menengah, seorang ayah memang benar-benar luar biasa, iya kan?"
"Apa yang luar biasa? Tentu saja dia tidak boleh berjudi kalau punya anak. Kecuali dia mau anaknya terlantar karena hutang judinya," balas Lisa.
Begitu masuk, Ghost mengajak Mrs. Twig masuk ke dalam ruang judi VIP. Hanya sebuah ruangan dengan gaya minimalis, serba putih yang punya sebuah meja judi besar di dalamnya. Ada juga sebuah mini bar di sudut ruangannya. Orang-orang yang bekerja di sana menyapanya, seorang dealer dengan kostum kelinci ketat juga seorang bartender wanita dengan kostum yang sama. Ada juga dua orang pelayan pria di dekat pintu, namun pakaian mereka tidak terlalu spesial, hanya kemeja putih dengan rompi dan celana hitam layaknya pelayan-pelayan lain.
"Tuan Ji, belum datang kan?" tanya Ghost, kepada seorang manager ruangan yang datang terlambat. Wanita itu datang dengan blazer dan rok span super pendek, terlihat tergesa-gesa karena ia tidak ada di tempatnya saat tamunya datang. "Tidak perlu panik, malam ini aku yang datang lebih awal. Pekerjaanku selesai lebih cepat tadi," tenangnya.
Mereka di persilahkan duduk, gadis bartender mulai menyiapkan minuman selamat datangnya, pelayan lainnya sibuk menyiapkan kudapan sedang manager ruangannya menunggu di luar, kalau-kalau tamu lainnya sudah datang. "Jam berapa kau diminta datang oleh Tuan Ji?" tanya Ghost kemudian, duduk di depan meja judi, di sebelah Mrs. Twig.
"Jam sepuluh."
"Ah... Dia menunggu putrinya tidur lebih dulu?"
"Oppa, tidak punya fotonya? Apa dia benar-benar pria tua?"
"Untuk apa aku menyimpan fotonya? Tunggu saja dia datang. Dia tidak setua bayanganmu. Dia sudah tua, tapi bukan kakek tua dengan perut buncit dan rambut putih, kecuali dia lupa mewarnai rambutnya," jawab Ghost, yang kemudian mengulurkan tangannya untuk menyingkirkan helai rambut Lisa dari bahunya. Ia ingin melihat tulang bahu dan leher gadis di hadapannya itu. Ghost berencana menarik kembali pegangan tangannya dari bahu Lisa, namun Mrs. Twig justru menahan gerak pria itu.
"Oppa, kau tidak merindukanku?" tanyanya.
"Kenapa? Kalau aku merindukanmu, lalu apa yang akan kau lakukan?"
"Heish... Jangan berlaga amatir," balas Lisa, sengaja turun dari kursinya, berdiri di depan Seunghyun. "Ada sesuatu yang aku inginkan darimu-"
Baru saja Lisa berencana menggoda Ghost. Baru saja gadis itu menyusun rencana mendapatkan DOG dengan menggoda temannya. Namun belum selesai Lisa bicara, seorang pria sudah lebih dulu masuk. Orang itu datang dengan wajahnya yang tidak asing, melangkah masuk sembari memeluk pinggang seorang wanita.
"Ini Tuan Ji?" tanya Lisa, berbisik pada Seunghyun yang hanya tersenyum menyapa tamu lainnya itu.
"Kau tidak mengenal Kepala Kepolisian?" balas Ghost, masih sembari tersenyum. "Kau sudah datang, hyung? Lama tidak bertemu. Dengan siapa kau datang? Kekasihmu?" sapanya kemudian.
"Hm... Ini kekasihku, Victoria," jawab pria itu, memperhatikan Lisa dari atas sampai bawah, melihat bokong gadis itu bersandar pada kaki Seunghyun. "Wanita cantik ini, kekasihmu?" tanyanya, menyinggung Lisa yang hanya tersenyum.
"Bukan. Tuan Ji yang mengundangnya," jawab Seunghyun. "Kami baru bertemu di sini," susulnya, mempersilahkan Lisa dan Kepala Kepolisian itu untuk berkenalan.
Tamu yang selanjutnya datang adalah istri walikota di sana. Lisa sedikit terkejut melihatnya datang, namun kemudian gadis itu bisa menebak apa yang akan mereka bicarakan di sana. Seorang konglomerat, penjudi, Kepala Kepolisian dan istri walikota, secara kasar, Lisa menduga kalau di sana mereka akan membicarakan tentang rencana pembangunan kasino lainnya. Meski ia tidak tahu apa alasan dirinya terlibat di sana. Kalau si pemilik dana benar-benar menyukainya dan ingin tidur dengannya seperti yang Jisoo katakan, Lisa bisa saja mendapatkan pekerjaan di kasino baru itu.
Sembari menunggu Tuan Ji yang tidak juga datang, mereka memulai taruhan pertama. Lisa mengatakan kalau ia bisa bermain Go-Stop sekarang. Ia tidak keberatan kalau harus bermain Go-Stop di sana, namun Nyonya Kim— istri walikota— dan Kepala Kepolisian yang justru keberatan. Tidak ada yang ingin berjudi dengan si legenda judi Go-Stop. Mereka tidak ingin menggali kemiskinan mereka sendiri.
"Siapa yang paling hebat di sini?" tanya Lisa, setelah mereka memutuskan untuk bermain poker. "Nyonya Kim? Atau Kepala Kepolisian kita?" susulnya, tersenyum kepada dua orang berpengaruh di sebelahnya.
"Tentu saja aku," celetuk Ghost, membuat Lisa berdecak, lantas mendorong semua chips miliknya ke tengah.
"Tapi ini bukan Go-Stop, sayangku," goda Lisa. "All in, call? Tentu saja all in," putusnya, mendorong juga semua chips Seunghyun ke tengah meja judi.
"Kenapa kau selalu terburu-buru, Mrs. Twig?" balas Seunghyun, membiarkan Lisa mendorong semua chipsnya, memprovokasi tiga pemain lainnya.
Nyonya Kim dan Victoria terprovokasi. Mereka mendorong semua chips di depan mereka, memberikan semua taruhan mereka di permainan pertama. "Aku hanya ingin menghangatkan permainannya. Makin banyak uang yang dipertaruhkan, permainannya akan makin menyenangkan, iya kan, bunny?" ucapnya, bertanya pada dealer di depan mereka sembari membuka kartunya. Menunjukan betapa beruntungnya dia dengan kartunya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Free Pass Seller
FanfictionIt's all for the benefits, why we pretend don't give a fuck? All behaviors only for benefits. Good or bad, who's care? Nobody. Don't mess up my scenario. In this cinema has no hero.