***
Mrs. Twig membuka matanya, pelan-pelan cahaya samar dari bulan di celah jendela menyambut pupilnya. Saat itu ia rasakan juga belai lembut dari selimut hangat yang mendekap tubuhnya. Aroma segar dari pengharum ruangan yang sama seperti malam sebelumnya menyambut penciumannya. Kini gadis itu bangun, duduk di ranjang dan barulah ia mengenali tempat itu— kamar tidur Jiyong, dengan si pemilik kamar yang berbaring, bertelanjang dada di sebelahnya.
Lisa melihat ke balik selimut, ia tidur dengan pakaian lengkapnya, sedang Jiyong hanya memakai celananya dengan lengan kanan bagian atasnya yang terlilit perban. Perlahan, Lisa menyentuh perban itu, hanya beberapa detik sebelum tangannya berakhir ke bahu kiri pria itu. Ia guncang bahunya perlahan, membangunkan si pemilik kamar. "Heish... Aku baru saja berbaring," keluh Jiyong, tanpa membuka matanya. "Ini sudah jam dua pagi. Tidur saja," suruhnya kemudian.
"Apa yang terjadi pada tanganmu?"
"Ditembak ayahmu. Peluru kosong dan hanya tergores, tidak perlu merasa bersalah," ucapnya, sebab ia yang merasa bersalah setelah melihat Mrs. Twig pingsan di mobilnya. Karenanya ia membawa Lisa ke rumahnya, ke kamar tidurnya dan membiarkan gadis itu beristirahat di sana setelah Dong Yongbae mengatakan kalau Lisa baik-baik saja, hanya terguncang.
"Kau memang pantas ditembak," cibir Lisa. Ia bangkit dari ranjang pria itu, berdiri di tepi ranjangnya sembari membalas tatap pria yang akhirnya membuka matanya.
"Kemana kau akan pergi?"
"Menemui Taeyong."
"Tidak bisa besok saja?"
"Kenapa? Aku tidak memintamu mengantarku ke sana. Tidurlah," santai Lisa yang kini melangkah mendekati cermin. Ia bercermin sebentar di sana, merapikan rambutnya juga kemejanya.
"Detektif Park setuju untuk menukar bukti korupsinya. Kau tidak akan pergi ke kantor polisi, aku janji. Kali ini aku sungguh-sungguh. Aku sudah melakukan semua yang ku bisa."
"Kau melakukannya karena merasa bersalah?" tanya Lisa, ia raih blazernya di atas sofa, memakai kain yang tidak terlalu tebal itu kemudian menghampiri Jiyong yang sekarang duduk di ranjangnya. "Meski kau melakukannya hanya karena merasa bersalah, tapi terimakasih, aku akan membayarnya nanti. Aku pergi-"
"Kau tidak ingin bertemu ayahmu lagi?"
"Ayahku sudah mati. Aku akan menemuinya lagi nanti, di neraka," acuh Lisa di susul suara pintu yang dibuka kemudian ditutup lagi.
Masih sembari bertelanjang dada, Jiyong keluar dari kamarnya. Ia ikuti Lisa sampai ke halaman rumahnya kemudian memberikan kunci mobilnya pada gadis itu. Lisa bisa meminjam mobilnya untuk pergi menemui Taeyong. "Kau pernah melihatku menyetir?" tanya Lisa, sibuk pada layar handphonenya tanpa meraih kunci yang Jiyong ulurkan.
"Kau tidak bisa menyetir?"
"Tidak. Aku akan naik taksi, masuk lah, aku sedang tidak ingin melihatmu sekarang," usir Lisa yang baru saja berhasil mendapatkan taksinya dan memutuskan untuk menunggu taksi itu di halaman. "Ah! Beri aku sebatang rokok," pinta Lisa kemudian, menahan Jiyong yang berencana kembali ke kamarnya.
"Ada di kamar," balas Jiyong.
Dari jendela kamarnya, Tuan Ji dapat melihat Lisa duduk sendirian di halaman rumahnya. Gadis itu duduk di kursi taman yang terbuat dari besi. Mrs. Twig sedang melamun, sembari sesekali menyesap rokok yang beberapa menit lalu ia dapatkan dari Jiyong. Handphone gadis itu menyala di atas meja yang juga terbuat dari besi. Handphonenya bergetar namun Mrs. Twig mengabaikan getaran itu. Entah apa yang gadis itu pikirkan dengan kepala kecilnya. Asap rokok yang ia hembuskan secara teratur membuat malam terkesan lebih dingin dari sebenarnya. Kesedihan yang luar biasa terpancar jelas dari tubuh kurus gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Free Pass Seller
FanfictionIt's all for the benefits, why we pretend don't give a fuck? All behaviors only for benefits. Good or bad, who's care? Nobody. Don't mess up my scenario. In this cinema has no hero.