50

701 133 7
                                    

***

Jiyong mengajak Lisa masuk ke kamar utama. Ia katakan kalau jendela di kamarnya tidak akan hancur meski di tembak. Pria itu juga menutup tirai di kamarnya, kemudian menyalakan TV yang ada di sana. "Aku akan keluar sebentar," tenang pria itu. Sedang di luar seseorang berteriak, membuat keributan, memanggil si pemilik rumah.

"Tidak bisakah kau tetap di sini? Aku takut, kepalaku sakit sekali," tanya Mrs. Twig, meremas lengan kemeja hitam yang Jiyong pakai.

Tuan Ji menatap gadis di depannya. Meski tidak menangis, ketakutan tergambar jelas di wajahnya. Ia yang baik-baik saja meski baru di pukuli, malam ini terlihat sangat kacau hanya karena suara beberapa tembakan. Sembari tersenyum, pria itu kemudian membuka kaus Lisa, menyingkirkan noda sup yang mengotori pakaian Lisa dari pandangan gadis itu. Jiyong memakainya kemeja baru setelahnya, kemeja miliknya yang bisa dengan mudah ia jangkau dari lemarinya.

"Aku akan berusaha untuk secepatnya kembali ke sini. Tapi kalau kau sudah tidak tahan, kau bisa menemuiku di luar. Hanya aku yang bisa melindungimu, iya kan? Kau mempercayaiku, 'kan?" yakin pria itu, membuat Lisa menganggukan kepalanya.

Jiyong melangkah keluar, tapi baru sampai di pintu pria itu kembali menghampiri Lisa. Ia peluk Mrs. Twig, menenangkannya sekali lagi, berbisik mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Sebuah kecupan ringan menjadi salam terakhirnya, lantas pria itu keluar tanpa membawa apapun. Apa yang bisa ia siapkan ketika seluruh tubuhnya lelah setelah bercinta.

Sembari menguap, pria itu membuka pintu rumahnya, melangkah ke halaman, menghampiri dua kelompok yang bisa langsung saling bunuh begitu perintah diberikan. "Apa yang kalian lakukan di rumahku? Kenapa hanya saling memandang? Bertarunglah. Kalian di bayar untuk itu," tenang Jiyong, menghampiri seorang pria tua yang membuat keributan itu.

"Dimana putriku?" ketusnya.

"Tidur. Mau ku bangunkan?" tawar Jiyong, membuat Detektif Park langsung berjalan ke arahnya, melewatinya hendak menerobos masuk ke dalam rumah. Sedang Jiyong merebut sebuah senjata dari tangan anak buahnya. Suara tembakan kembali terdengar. Pelurunya melubangi lantai yang Detektif Park injak. Menghentikan langkah pria itu. "Siapa yang mengizinkanmu masuk ke rumahku?" tanyanya, yakin kalau gadis yang ia suruh tinggal di kamar jadi semakin ketakutan sekarang. "Berjalan lah lagi, jadi aku bisa melubangi kakimu, maksudku kepalamu" ancam Jiyong, mengarahkan lubang pelurunya tepat ke kepala Detektif Park, membuat tidak seorang pun berani bergerak.

Seorang anak buah Detektif Park bergerak, menarik tangannya untuk mengarahkan senjatanya pada Jiyong. Pria itu terlihat sedikit ragu, namun ia rasa tindakannya benar. Seseorang pasti akan menghargai kesetiannya— pada Detektif Park. Namun sebelum menjadi setia, pria itu sudah lebih dulu mengkhianati tokoh utamanya. Jadi untuk menghargai kesetiannya pada Detektif Park, Tuan Ji menembaknya, tepat di bahu sampai ia tidak bisa lagi menggerakkan tangannya.

"Kita sangat berbeda Detektif Park," ucap Jiyong setelah menembak seorang pria dan menakut-nakuti pria lainnya. "Detektif Park, kau seorang detektif, setidaknya kau pasti merasa jadi orang baik karena kami memanggilmu begitu. Tapi semua orang memanggilku penjahat, aku di besarkan untuk jadi begitu. Apa kau pikir kau bisa mengalahkanku?" goda Jiyong, sengaja mendekati Detektif Park. "Kau bisa mencium aroma tubuh putrimu dari tubuhku? Kami baru saja bersenang-senang sebelum kau datang tadi, aku sangat menyukainya, tubuhnya," tanyanya, merangkul Detektif Park tanpa sedikit pun rasa takut.

Mulut pistol yang kini di pegang Detektif Park mengarah tepat ke dada Jiyong. Pria marah itu mengancam akan menembaknya. Masih tanpa rasa takut, Jiyong tersenyum, mengatakan kalau Detektif Park baru saja mengigit umpannya. Detik selanjutnya, lima peluru Jiyong buang sembarangan. Ia tembak pohon yang ada dalam jangkauannya, memancing gadis ketakutan di dalam kamarnya.

Free Pass SellerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang