***
Bersama tiga orang anak buahnya, Detektif Park tiba di depan sebuah restoran dekat pantai. Pria itu mengenakan pakaiannya yang biasa, kaus berkerah dengan jaket tebal dan celana cargo, seperti kebanyakan detektif bertugas, seperti ketika ia masih menjadi ayah yang putrinya sayangi. Ia tiba di restoran yang Lisa tentukan sebelumnya, duduk di salah satu kursinya sendirian sedang anak buahnya berjaga di mobil.
Tidak lama ia menunggu, Lisa dan mobilnya datang. Gadis itu datang dengan celana jeans-nya yang panjang juga kaus berlengan panjang yang tidak bisa menutupi perban berdarah di telapak tangannya. "Kau takut Tuan Ji datang dan membunuhmu di sini?" tegur Lisa, yang meletakan handphonenya di atas meja kemudian duduk di depan ayahnya sembari melirik mobil sang ayah yang masih menyala. Dengan tiga orang tegang di dalamnya, yang siap keluar kemudian bertarung. "Ini bukan jebakan seperti itu," tambah Lisa, meski tidak seorang pun bertanya padanya.
"Kenapa tanganmu? Pria berengsek itu melukai tanganmu?" tanya Detektif Park begitu ia melihat tangan putrinya yang terluka. Namun alih-alih menjawab, sang putri justru menepis tangan ayahnya, menjauhkan dirinya dari jangkauan pria itu, benar-benar menghindarinya. "Apa yang ingin kau makan? Appa akan membeli-"
"Aku tidak datang ke sini untuk makan. Aku rasa, aku akan muntah kalau makan bersama orang yang sudah mati," potong Lisa, yang kemudian meminta pelayan di sana untuk memberikan sebotol bir padanya.
"Appa bersalah. Appa minta maaf," pinta sang ayah, yang kemudian berlanjut dengan basa-basi lainnya. Mengatakan kalau ia tidak punya pilihan lain, mengatakan kalau ia melakukan semuanya— termasuk berpura-pura mati— untuk melindungi Lisa. Ia katakan semua yang terjadi padanya, mulai dari Lee Byunghun yang mengkhianatinya sampai bagaimana ia berakhir di gudang senjata itu. Ia katakan kalau ia pernah membantu Jiyong di battlefield namun Jiyong juga mengkhianatinya dengan mendekati putrinya. "Padahal aku melindunginya tapi dia membuatmu bekerja di kasino-"
"Hentikan," potong Lisa. "Telingaku hampir berdarah mendengar cerita menjijikan itu. Kau tidak pernah melindunginya-"
"Kau membelanya?!"
"Tidak. Dia berengsek. Aku tahu. Tapi dia tidak meninggalkan putrinya sendirian, tanpa pesan, tanpa pamit. Tidak seperti seseorang. Kau tahu apa yang terjadi padaku setelah kau mati? Kau tidak pernah mencaritahu, iya kan? Kau baru mencariku beberapa tahun kemarin. Kenapa? Kau sakit? Ingin aku merawatmu? Ingin aku jadi anak berbakti? Membalas budi padamu? Kenapa aku harus membalas budi padamu? Aku tidak pernah memintamu untuk melahirkanku. Kau yang dulu ingin punya anak, bukan aku yang ingin jadi anakmu. Sekolah yang bagus, uang, apa hanya itu yang berhak aku dapatkan dari orangtuaku? Tidak. Ada banyak hak lain yang tidak kau berikan padaku. Kau bahkan tega menipuku selama belasan tahun, kau masih berharap aku akan merawatmu sekarang? Bukankah itu menjijikan? Kalau selama ini kau memang ayah yang baik, bahkan tanpa perlu kau minta, aku akan merawatmu. Selama belasan tahun aku menangisimu. Ayahku pasti sangat kesulitan karenaku, sampai dia harus menerima suap lalu bunuh diri. Selama belasan tahun aku membenci diriku sendiri. Tapi hanya dalam satu hari, kau merubah belasan tahun itu jadi mimpi buruk. Harusnya kau benar-benar mati. Harusnya kau tidak hidup lagi."
"Sudah aku katakan kalau situasinya- appa minta maaf. Sungguh, Lisa, aku tidak punya pilihan lain. Appa juga manusia, sepertimu, appa juga gelisah, bingung, semuanya juga berat untukku, maafkan aku, hm?"
"Kau meninggalkanku. Kau bahkan tidak berusaha mencariku. Hentikan. Aku tidak bisa memaafkannya. Itu terlalu sulit untukku. Berhenti membicarakan situasinya, apapun situasinya, kenyataannya kau tetap meninggalkanku. Sekarang jawab pertanyaanku, saat Tuan Ji dan Asisten Kang ke Moscow empat tahun lalu, kau mencoba membunuh mereka? Karenaku? Sampai kapan kau ingin menjadikanku alasan? Aku bekerja di kasino karena Tuan Ji? Tidak. Aku bekerja di sana karena aku ingin, karena itu pilihanku. Kalau kau membencinya, benci dia. Kalau kau menyalahkan ayahnya karena dia yang membuatmu seperti sekarang, salahkan dia, kalau kau ingin membunuhnya, bunuh dia, tapi jangan menjadikanku alasan, seperti pengecut."
Lisa kemudian bangkit, berdiri menatap sang ayah yang kini hancur karena ucapannya, hampir menangis karena terlalu terluka. "Tuan Ji berencana membunuhmu, sebentar lagi, paling lambat beberapa bulan lagi. Hanya ini yang bisa ku lakukan untuk membalas semua jasamu sebelum kau meninggalkanku. Pergi atau tinggal, hidup atau mati, aku tidak peduli lagi. Aku sudah pernah mengadakan upacara pemakaman untukmu, aku tidak akan melakukannya lagi," tegasnya, yang kemudian melangkah pergi meninggalkan restoran itu tanpa menyentuh pesanannya sama sekali.
Mrs. Twig pulang dan tidur di kamar Somi setelah pertemuan itu. Hatinya sakit, namun air matanya tidak mau keluar, membuat dadanya terasa semakin sesak. Ia berbaring setelah menenggak whiskey-nya, namun baru satu gelas ia minum, ia sudah jatuh terlelap. Berbeda dengan Mrs. Twig yang terus memejamkan matanya, Tuan Ji tiba di rumah setelah hari berganti, di dini hari.
Pria itu kembali setelah semalaman ke gudangnya. Ia datang untuk melihat hasil kerja si bartander, menemui Taeyong dan memukulinya. Ia lampiaskan emosinya pada tubuh ringkih yang butuh banyak ekstasi itu, lalu pergi ke gudangnya yang lain. Ia datang ke beberapa gudangnya, sendirian, mengecek bagaimana kerja anak-anak buahnya setelah empat tahun ia tinggalkan. Tanpa memberitahu Kang Daesung, tanpa mengatakan apapun, pada siapapun, Jiyong mengejutkan banyak anak buahnya. Ia juga memukuli mereka yang membuatnya kesal malam ini.
Begitu tiba di rumah, Jiyong mencari Lisa. Ia pastikan tawanannya kembali masuk ke dalam sangkar. Dilihatnya Lisa sedang berbaring, meringkuk di kamar Somi seolah tengah tidur sangat nyenyak sendirian. Melihat gadis itu tidur nyenyak, Jiyong hanya meraih tangannya. Ia lihat apa yang terjadi balik perban lusuh itu kemudian mengganti perbannya dan meninggalkan kamar itu. Ia biarkan Lisa menyelesaikan sendiri emosinya, gadis itu sedang datang bulan, emosinya tidak akan stabil, menanggapinya hanya akan membuat ia ikut marah— anggap Jiyong.
"Dimana Tuan Ji? Kenapa dia tidak ada di kamarnya?" tanya Lisa setelah ia bangun dari tidurnya— di pukul tiga sore.
"Belum pulang, sepertinya sejak kemarin, dia tidak menyentuh makan malamnya," kata pelayan di rumah itu, yang Lisa tanyai.
"Tidak, dia ada di sini semalam. Dia mengganti perbanku tengah malam tadi. Kalau Asisten Kang, apa dia ke sini hari ini?" Mrs. Twig terus bertanya.
"Dia juga tidak datang."
"Apa mungkin mereka bekerja di tempat lain? Atau dia benar-benar pergi dari rumah karena marah? Apa Tuan Ji punya rumah lain selain di sini?"
"Rumah Nona Somi?"
"Tidak mungkin dia menginap di sana. Mungkin rumah kekasihnya? Atau rumah bordil? Mungkin hotel?"
"Kenapa kau tidak meneleponnya saja?"
"Takut... Dia marah padaku- tidak, aku yang marah padanya lalu dia pergi. Tapi mungkin saja dia marah karena aku melukai wajahnya."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Free Pass Seller
FanfictionIt's all for the benefits, why we pretend don't give a fuck? All behaviors only for benefits. Good or bad, who's care? Nobody. Don't mess up my scenario. In this cinema has no hero.