51

1.3K 161 23
                                    

Masa lupa, kalo ga ada prolog, berarti ga ada epilog...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Biar cape scrollnya...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Cuma 200 kata aja kok
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bonus
***

Di rumahnya, Jiyong memperhatikan beberapa orang yang sedang memperbaiki halamannya. Pria itu baru saja keluar dari kamar tidur utama setelah enam jam lalu menerima pereda nyeri dan beberapa jahitan. Sembari memperhatikan halamannya yang hancur karena perkelahian semalam, Jiyong memanggil pelayannya. Ia ingin dibuatkan semangkuk mie untuk makan siangnya. "Nasi, mie instan dan lauk lainnya. Ah! Telur goreng juga, yang sedikit hangus. Tiba-tiba saja aku ingin makan itu," pintanya, yang duduk di kursi santainya sembari memperhatikan orang-orangnya bekerja.

"Tapi dimana Lisa? Bukankah dia harusnya ada di sini dan merawatku sekarang? Kemana dia pergi?" tanyanya kemudian, kali ini sembari melangkah ke meja makan, menghampiri makan siang yang sudah di siapkan pelayannya.

"Pergi bersama Daesung," jawab pelayannya. "Tapi Tuan Ji, sejak kapan anda makan mie dengan telur?"

"Belum lama ini, ternyata rasanya tidak buruk kalau telurnya di goreng. Tapi telurnya sedikit, sangat sedikit kurang hangus, tidak seperti yang terakhir kali aku makan. Apa karena orang yang memasaknya berbeda?" santai pria itu. "Ah... Jangan memberitahu Somi tentang kekacauan ini. Dia baru kehilangan ibunya. Kuharap Lisa tidak mengatakan apapun padanya. Dia tidak bilang akan menemui Somi, kan?"

Jiyong baru saja selesai makan juga menghabiskan sebotol air mineralnya. Pelayan yang melayaninya kemudian menyajikan sepiring buah-buahan sebagai pencuci mulut. Tambahan vitamin agar pria yang terluka di tangan dan pinggangnya itu bisa cepat sembuh. "Apa kau ingat?" tanya Jiyong kemudian. "Sejak kecil, setiap kali terluka aku selalu ditinggalkan sendirian. Lalu kau atau putramu yang datang, memberiku makan juga buah. Seperti ini. Saat di Moscow juga begitu, hanya putramu yang memberiku makanan selama aku terluka."

"Tentu saja ingat, kau makan lebih banyak setiap kali terluka, Tuan Ji," balasnya. "Tapi sekarang, ada seseorang yang menangis saat kau terluka. Jadi jangan terlalu sering terluka."

"Ah... Somi? Dia cengeng sekali, sejak kecil. Karena itu jangan memberitahunya."

"Tidak, bukan Nona Somi," bantah si pelayan. "Nona Park, tadi kali pertama aku melihatnya menangis. Sangat sedih. Padahal dokter sudah memberitahunya kalau kau hanya tidur. Tapi dia menangis seolah-olah kau sudah mati. Daesung dan doktermu tidak bisa mengatasinya."

"Aku ingin menikahinya, bagaimana menurutmu?"

"Hm... Kalian cocok, tapi sepertinya kau akan tetap membutuhkanku. Padahal aku berencana pensiun kalau kau menikah."

"Kau tidak bisa pensiun... Aku tidak bisa makan makanan seperti setiap hari. Aku juga tidak bisa hidup di rumah berantakan. Aku tetap membutuhkanmu. Untuk urusan rumah dan dapur, dia tidak bisa diharapkan," santai Jiyong, yang kemudian memberi tanda pada pelayannya untuk diam, sebab seseorang baru saja membuka pintu depan. Lisa baru saja pulang.

Mrs. Twig yang baru saja datang berlari kecil mencari Jiyong. Gadis itu melangkah dengan terburu-buru, hendak pergi ke kamar namun sudah lebih dulu melihat Jiyong di meja makan. "Kau baik-baik saja? Tidak sakit? Biarkan aku melihatnya! Lukamu baik-baik saja? Pasti sakit sekali. Bagaimana ini? Apa yang harus ku lakukan untuk membantumu?" panik gadis itu, ingin melihat luka Jiyong dengan lebih dekat, namun khawatir akan menyakiti pria itu.

"Diam lah," singkat Jiyong.

"Huh?"

"Sudah tidak terlalu sakit. Tidak apa-apa. Kau tidak terluka, kan?" tanyanya dan Lisa mengangguk pelan. "Ya! Kang Daesung, kau benar-benar keterlaluan. Bagaimana bisa kau menaruh anak-anak baru di sini? Mereka tidak bisa melakukan apapun semalam. Lihat tamanku! Augh! Tukar mereka semua, mereka payah."

"Anda mengirim petarung terbaik yang harusnya berjaga disini ke kantor polisi," balas Daesung.

"Ah? Aku yang melakukannya? Heish! Apapun itu, mereka hampir tidak berguna. Lalu bagaimana dengan Ghost di kantor polisi?"

"Terkendali?"

"Bagus. Kalau begitu kau punya waktu luang kan? Siapkan pesta pernikahan untukku. Hm... hari H-nya sekitar... Bulan depan."

"Ya! Kau masih sakit!" protes Lisa.

"Luka ku akan sembuh sekitar satu atau dua minggu lagi, tidak apa-apa," tenang Jiyong. "Dekorasi, gaun pengantin bla bla bla, urus itu dengan Daesung dan Somi, oke? Aku tidak mengerti satu pun tentang itu."

"Aku juga tidak pernah mengurus pesta pernikahan," celetuk Daesung.

"Tanya Ghost dan istrinya."

***

Free Pass SellerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang