***
Mrs. Twig yang lelah setelah menyelesaikan pindah rumahnya duduk di sebuah meja bar. Satu jam lagi ia harus ke kasino untuk menghadiri undangan Tuan Ji, namun langkah kakinya membawa gadis itu ke bar lebih dulu. Ia duduk di depan seorang bartender yang sedang bekerja, mengatakan kalau dirinya butuh segelas whiskey dengan es kemudian duduk diam di sana. Satu satunya yang Lisa lakukan hanyalah memperhatikan gerak tangan sang bartender sembari mengetuk-ngetuk meja bar itu dengan kukunya yang malam ini di cat warna wine, merah keunguan.
"Lama tidak bertemu Mrs. Twig," tegur seorang wanita dengan pakaian seksinya, Victoria.
"Oh? Halo," kaget Lisa, tidak menduga akan bertemu kekasih dari pria yang memukulnya. "Lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu?" sapa Lisa, mencoba terdengar ramah, sebab Victoria tidak punya tanggung jawab apapun terhadap sikap menyebalkan kekasihnya— si Kepala Kepolisian.
"Tidak begitu buruk. Bagaimana denganmu? Pasti baik, iya kan? Tidak ada alasan kau menderita karena punya Tuan Ji di belakangmu," ucap Victoria, yang kini duduk di sebelah Lisa, mengatakan pada bartender di bar itu untuk memberi Lisa sepiring camilan gratis. "Selain wajah dan tubuhmu, apa yang kau pakai untuk memikat Tuan Ji? Ah! Kau tidak keberatan kan kalau aku bertanya? Aku perlu tahu untuk mencarikannya gadis-gadis lain yang sesuai seleranya," oceh Victoria, perlahan-lahan membuat Lisa memahami kemana arah percakapan itu. Victoria ingin mencari beberapa pelacur yang sesuai dengan selera Jiyong.
"Tidak ada," geleng Lisa. "Hanya aku yang ku pakai untuk memikatnya, anda tidak akan bisa mencari seseorang yang sepertiku, jadi menyerah saja," santai Lisa, sama sekali tidak terintimidasi. Ia bahkan pernah dipukuli Kepala Kepolisian, apa lagi yang perlu ia takutkan, di sana?
Victoria sempat membeku. Ia sempat terdiam sebab terkejut mendengar jawaban yang penuh rasa percaya diri itu— omong kosong, kalau dalam kamus Victoria. Enggan mengakui kalau ia kalah dalam perdebatan itu, Victoria lantas memakai satu-satunya kartu AS yang ia miliki— Kepala Kepolisian. Ia beritahu Lisa kalau Tuan Ji membunuh Kepala Kepolisian hanya karena seorang pelacur yang menolak pelanggannya.
"Kepala Kepolisian itu mati? Sungguh?" kaget Lisa, hampir tersedak whiskey yang diteguknya.
Kepala Kepolisian dinyatakan meninggal setelah meninggalkan sepucuk surat bunuh diri di tepi laut. Polisi bilang pria paruh baya itu melompat ke air, menenggelamkan dirinya sendiri di sana setelah menulis beberapa kesalahannya di secarik surat.
"Anak-anakku, maafkan aku karena tidak menjadi ayah yang baik untuk kalian. Maaf karena aku berselingkuh dan mengkhianatimu, istriku. Maaf karena aku gagal jadi ayah dan suami yang baik untuk kalian— kurang lebih begitu yang dia tulis. Tapi siapapun tahu ia tidak akan pernah menulisnya, seseorang pasti memaksanya menulis semua omong kosong itu dan membunuhnya," jawab Victoria. "Seseorang seperti anda, yang mampu memikat Tuan Ji, tentu tidak akan kesulitan melakukan itu," cibir Victoria, membuat Lisa langsung meninggalkan minumannya, melangkah meninggalkan bar dan menelepon Jiyong dengan handphonenya.
Tidak ada seorang pun yang menjawab panggilan Lisa malam ini. Baik Jiyong maupun asistennya. Bahkan Seunghyun yang Lisa pikir ada bersama Jiyong, tidak menjawab panggilannya. Terburu-buru gadis itu menghentikan sebuah taksi, meminta sang supir membawanya ke kasino.
Kini berbagai skenario gila meluncur di kepalanya. Ia bayangkan bagaimana wajah Tuan Ji, bagaimana wajah Kepala Kepolisian itu, bagaimana mereka berdua bertengkar karenanya sampai akhirnya seseorang meninggal. Namun sekeras apapun ia membayangkan, tidak pernah di dapatnya bayangan yang benar-benar masuk akal. Tuan Ji tidak akan membunuh koneksinya— Lisa pikir begitu. Sekeras apapun Lisa berfikir, Seunghyun tidak akan merahasiakan hal itu dari Lisa, kalau seseorang memang mati karenanya.
"Ghost pasti mengatakan sesuatu kalau memang yang Victoria katakan itu benar-benar terjadi," yakin Lisa, memastikan dirinya tidak membunuh seseorang tanpa sepengetahuannya.
Tiba di kasino, Mrs. Twig melihat Ghost menghentikan mobilnya di belakang taksinya. Tanpa peduli pada supir taksi yang belum ia beri uang, Lisa bergegas masuk ke dalam mobil pria itu, sebelum pria itu keluar dari sana, sebelum ia kehilangan pria itu. "Whoa! Ada apa denganmu?!" kaget Seunghyun, karena tiba-tiba kedatangan tamu di saat ia hendak menyerahkan mobilnya pada petugas parkir.
"Kita harus bicara," jawab Lisa.
"Bayar dulu taksimu," balas Ghost, melihat supir taksi yang sebelumnya Lisa naiki keluar dari kendaraannya, melangkah menghampiri mobilnya. "Apa? Apa yang harus kita bicarakan?" tanya Ghost selanjutnya, setelah Lisa menyelesaikan kewajibannya untuk membayar jasa sang supir taksi tadi.
Lalu, karena ada beberapa mobil lain di belakang milik Seunghyun, pria itu terpaksa melakukan mobilnya. Bergerak maju meninggalkan pintu utama kasino itu. "Ku dengar Kepala Kepolisian tewas," ucap Lisa membuka pembicaraan setelah mobil Seunghyun meninggalkan kasino, berhenti di tepi jalan agar mereka bisa benar-benar bicara tanpa gangguan.
"Hm... Entahlah," ragu Seunghyun. "Tidak ada tubuh yang ditemukan. Hanya ada sebuah surat bunuh diri, polisi masih menyelidikinya. Kenapa kau tiba-tiba membicarakannya?"
"Tidak," Lisa pun menggeleng. "Hanya penasaran. Jadi, Kepala Kepolisian itu hilang?"
"Hm..." Seunghyun menganggukan kepalanya. "Dia hilang tapi ada kemungkinan dia melompat ke laut untuk bunuh diri. Malam sebelum suratnya di temukan, ombaknya sedang kencang sekali sampai nelayan tidak pergi berlayar, kalau dia melompat pada malam itu, tubuhnya mungkin saja terbawa ombak," jelasnya.
"Kenapa oppa tidak memberitahuku lebih awal?"
"Apa kita sempat bertemu?"
"Kau bisa meneleponku!"
"Sejak kapan kita saling menelpon kecuali benar-benar penting?"
"Masalah ini tidak penting? Seseorang menghilang! Mungkin juga dia sudah mati!"
"Lalu? Apa urusannya denganku? Apa urusannya denganmu?" tanya Seunghyun namun Lisa tidak memberinya jawaban apapun. Gadis itu justru melangkah keluar, meninggalkan Seunghyun setelah meminta pria itu untuk pergi lebih dulu.
Di tepi jalan yang sepi itu, Ghost benar-benar meninggalkan Mrs. Twig. Ia biarkan Mrs. Twig berdiri memunggungi mobilnya, menghadap ke sebuah pagar batu dan pepohonan lebat. Sembari berdiri di sana, Lisa pakai handphonenya, ia telepon seseorang yang tidak akan pernah mengabaikan panggilannya, lantas menunggu beberapa deringan sampai panggilannya terjawab.
"Paman," sapanya begitu panggilan itu terjawab.
"Ya! Apa yang kau katakan pada Taeyong?!" tanya pria itu, tepat setelah memanggilnya. "Kau bilang padanya tentang semua yang kau lakukan selama ini?! Dia melaporkanmu!" kesal pria itu, dengan suara berbisik seolah khawatir seseorang akan mendengar mereka.
"Melaporkanku untuk apa? Perjudian?"
"Perjudian dan suap. Kau sudah gila?! Kenapa kau memberitahunya?!"
"Dia punya bukti?" tanya Lisa, sejenak melupakan alasan utamanya menelepon pria itu. Melupakan si Kepala Kepolisian yang mungkin hilang karenanya. "Dia tidak punya bukti apapun. Lagi pula aku tidak memberitahunya kalau paman juga terlibat," ucap Lisa kemudian, setelah ia mendapatkan kembali isi kepalanya. "Tapi tentang Kepala Kepolisian di sini, yang aku ceritakan waktu itu, paman yang melakukannya? Membunuhnya?"
"Bagaimana kau- Taeyong datang, aku telepon lagi nanti," jawab sang paman yang Lisa telepon, mengakhiri pembicaraan mereka secara sepihak tanpa menunggu Lisa mengatakan sesuatu.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Free Pass Seller
FanfictionIt's all for the benefits, why we pretend don't give a fuck? All behaviors only for benefits. Good or bad, who's care? Nobody. Don't mess up my scenario. In this cinema has no hero.