***
Jiyong masuk ke rumah Lisa tanpa membuka sepatunya. Begitu juga dengan Daesung, sedang pemilik rumahnya justru bertelanjang kaki dengan beberapa luka cakar di sana. Di lantai rumahnya, seorang pria tengah mengerang. Darah menggenang di sekelilingnya, sedang pria itu meringkuk di lantai memegangi selangkangannya. Dua kali Lisa menusuk bagian selangkangan itu dan gadis itu yakin salah satu tusukannya pasti mengenai penis pria itu. Penis punya lebih banyak saraf daripada bagian tubuh lainnya. Karena itu pria akan sangat kesakitan saat penisnya terluka.
"Padahal aku menjadikanmu supir karena kau kuat. Tapi apa-apaan ini? Kau kalah oleh seorang wanita kurus sepertinya? Mengecewakan sekali," komentar Jiyong yang mengambil selembar baju kotor di sofa, memakainya untuk menyelimuti si supir kemudian menginjaknya, agar ia bisa merubah posisi tubuh meringkuk itu dengan kakinya tanpa mengotori sepatunya.
"Ya! Itu bajuku!" protes Lisa.
"Dan ini orangku," balas Jiyong, menunjuk si supir kesakitan dengan jari telunjuknya. "Ah aku tidak bisa melihat apapun, hanya ada darah lengket, menjijikan," keluh pria itu yang selanjutnya menyuruh Daesung untuk mengobati si supir. "Hubungi Yongbae, obati lukanya, lalu carikan dia pekerjaan di gudang, yang jauh dari sini," perintahnya.
Daesung mulai menelepon, sedang Lisa menatap Jiyong. "Aku tidak perlu melakukan apapun kan, Tuan Ji?" tanyanya.
"Membersihkan rumahmu? Kau baru pindah ke sini, kenapa rumahmu kotor sekali?" balas Jiyong, berkeliling dengan sepatunya karena enggan menginjak lantai yang berdebu.
"Tidak ada wanita yang sempurna," santai Lisa. "Aku bisa mencari uang dan berdandan tapi tidak bisa memasak dan membersihkan rumah."
"Kalau begitu pakai uangmu untuk membayar orang membersihkan rumah."
"Untuk apa? Aku tidak akan tinggal di sini. Jangan keluar, tetap di sini, sebentar," tahan Lisa, kali ini melarang Jiyong yang masih berkeliling di apartemen studio itu.
Lisa mengemasi barang-barangnya. Beberapa pakaian, beberapa tas dan beberapa sepatu. Ia juga mengemasi alat-alat meriasnya, juga uangnya. Gadis itu punya tiga koper barang sekarang, dengan sebuah tas jinjing berisi peralatan riasnya. Saat Jiyong bertanya, kemana Lisa akan pergi, gadis itu mengatakan kalau ia akan tinggal di sauna untuk beberapa hari ini. Alasannya sederhana- karena di sauna pasti selalu ramai. Ia tidak akan sendirian di sana. Ia tidak akan ketakutan di sana.
"Kau bisa tinggal di rumahku, aku baru saja mengusir Somi."
"Mengusir Somi tapi mengantarnya sampai ke rumah barunya? Wow... Apa kau merasa sangat malu kalau ketahuan memperhatikan putrimu sendiri? Kau malu karena sudah jadi ayah yang menyayangi putrinya?"
Jiyong mengabaikan ocehan itu, sedang matanya masih menonton orang-orang bekerja. Selain Daesung, tiga orang lainnya datang, dua orang membawa si supir yang kesakitan itu pergi, sedang seorang lainnya membersihkan lantai. Jiyong dan asistennya hanya menonton. Meski sesekali asistennya memberi perintah, memastikan semuanya bersih tanpa sisa.
"Kau tahu berapa uangmu?" tanya Jiyong, setelah lantai rumah Lisa bersih dari darah si supir. Mereka bahkan memakai cairan pemutih untuk membersihkannya sampai ke sel paling kecil.
"Tahu. Kenapa?"
"Masukan uangnya ke bank," suruh Jiyong, menendang sebuah kotak berisi uang di rumah kecil itu. "Dia pasti takut diaudit, karena itu kau menyimpan semua uang ini. Biar asistenku yang mengurusnya, jadi kau tidak perlu lagi koper untuk membawa uangmu."
"Bagaimana aku bisa mempercayaimu dan asistenmu?"
"Pergilah bersama asistenku untuk mengurusnya. Kau tidak punya koneksi orang dari bank?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Free Pass Seller
FanfictionIt's all for the benefits, why we pretend don't give a fuck? All behaviors only for benefits. Good or bad, who's care? Nobody. Don't mess up my scenario. In this cinema has no hero.