29

611 133 3
                                    

***

Tiba di rumah Jiyong dan Lisa bangun dari tidurnya. Gadis itu mengangkat kepalanya dari pangkuan Jiyong tepat setelah mobil mobil pria itu berhenti di depan rumah Jiyong. Si pemilik mobil menyuruh supirnya untuk menyingkirkan aroma sup di dalam mobilnya, lantas ia melangkah keluar dari mobil itu. Namun Mrs. Twig masih duduk di sana, membuat Jiyong bertanya kenapa ia tidak turun.

"Kenapa? Aku juga ingin pulang dan mandi," balas Lisa, masih duduk di tempatnya.

"Kau bilang, kau akan mengulum penisku. Turun."

"Aku akan kesini lagi setelah pulang dan mandi."

"Mandi saja di sini."

"Tidak ada pakaian yang bisa ku pakai di sini."

"Kau tidak perlu berpakaian," balas Jiyong, menjawab semua alasan yang Lisa katakan, membuat Lisa mau tidak mau keluar dari mobil itu, mengikuti Jiyong untuk masuk ke rumahnya yang sudah sangat sepi. Somi pasti sudah tidur.

Dimenit selanjutnya, keduanya sudah berada dikamar mandi, di dalam kamar Jiyong yang kali ini terkunci rapat. Lisa yang menguncinya, ia tidak ingin Somi masuk dan melihat apa yang seharusnya tidak ia lihat seperti beberapa waktu lalu. Lebih tepatnya, ia tidak ingin mendengar Somi bertengkar dengan ayahnya kemudian mengganggu tidurnya.

Di dalam kamar mandi sengaja tidak di tutup rapat, Jiyong mengizinkan Lisa untuk berendam di bathtub. Sementara ia sendiri membersihkan tubuhnya di bawah pancuran. Jiyong mandi dan Lisa berendam tanpa mengatakan apapun. Bahkan saat gadis itu sengaja menenggelamkan kepalanya ke dalam air, Jiyong sama sekali tidak bereaksi.

Tidak sampai lima menit, Jiyong selesai dengan urusannya. Ia seka tubuhnya, memakai selembar handuk untuk pinggangnya lantas meninggalkan Lisa yang masih berendam. "Jangan di tutup," pesan gadis itu, melarang Jiyong untuk menutup pintu kamar mandinya. "Kembali ke sini..." susulnya, kali ini sembari tubuhnya keluar dari bathtub, mengosongkan air di dalam bathtub itu kemudian membilas tubuhnya.

"Apa? Kau ingin mandi bersamaku?"

"Tidak. Hanya... Tunggu di situ, di tempat yang bisa ku lihat, sebentar," pinta Lisa, buru-buru menghapus sisa sabun dari tubuhnya kemudian mengambil handuk untuk dirinya sendiri.

"Kau takut?" tebak Jiyong. "Sejak kapan kau jadi sangat manja seperti itu? Aku bahkan tidak pernah mengantar Somi ke kamar mandi seumur hidupku," cibirnya, membuat Lisa berdecak kemudian mengeluh.

Gadis itu sudah bilang kalau dia ingin pulang- ke sauna milik Jisoo- dan kembali lagi ke sana setelah mandi. Namun Jiyong memaksanya untuk mandi di sana. Memaksanya tetap tinggal meski Lisa sudah membuat banyak alasan sebelumnya. Jiyong selesai berpakaian, sedang Lisa masih memakai bathrobe-nya ketika pintu kamar Jiyong diketuk.

Di dalam kamar itu, Lisa bersandar pada sofa, menatap ke halaman yang tidak terlalu gelap meski sudah lewat tengah malam. Lampu-lampu di taman itu terlihat hangat, kursi tempatnya duduk semalam juga terlihat jelas dari sana, membuat Lisa bertanya-tanya apa Jiyong memandanginya dari sofa ketika ia duduk semalaman di taman? Tentu mustahil pria itu menontonnya melamun sepanjang malam, Lisa buru-buru menghapus pikiran itu. Trauma membuatnya mudah berharap, meski kemudian ia menolak harapan itu dan berhasil melindungi perasaannya sendiri.

"Milik Somi, dan belum dipakai," tegur Jiyong, memberikan setumpuk pakaian termasuk pakaian dalam yang masih berlabel. Lisa diberi sepasang sweater dengan celana pendek, piyama santai untuk tidur nyaman sampai pagi.

"Aku lebih suka gaun tidur seksi," komentar Lisa, yang dengan santai melepas bathrobe-nya untuk mulai berpakaian di sofa.

"Tidak ada. Somi belum punya baju tidur seperti itu."

"Ah... Bukan karena seleramu melihat wanita dengan baju-baju santai begini?"

"Aku lebih suka melihatmu hanya dengan pakaian dalam. Telanjang juga suka. Sesuai seleraku."

Mrs. Twig hanya mendengus mendengarnya. Ia selesaikan pakaiannya sementara Tuan Ji naik ke ranjangnya. Tanpa mengatakan apapun ia mengulurkan tangannya, meminta Lisa untuk datang. Namun baru saja gadis itu berdiri, pintu kamar Jiyong sudah kembali di ketuk. "Masuk!" teriak Jiyong, mempersilahkan seorang bibi yang bekerja untuknya masuk membawakan sebuah nampan berisi dua mangkuk mie instan dengan empat kaleng bir.

Pelayannya meletakan nampan penuh itu di atas meja. Sedang Lisa yang sebelumnya ingin naik ke atas ranjang kembali melangkah mundur. Ia duduk kembali di sofa, bersila di atas karpet kemudian meraih semangkuk mie instan yang baru di sajikan. "Terimakasih, kau yang terbaik. Bagaimana kau tahu kalau aku lapar?" ucap Lisa, kepada si pelayan yang hendak meninggalkan ruangan itu. Membuat si pelayan sedikit canggung kemudian menoleh pada Jiyong yang masih berbaring dengan handphonenya. Tentu Jiyong yang menyuruh pelayannya membuatkan kudapan tengah malam itu. Mustahil wanita paruh baya itu berani mengantar makanan yang tidak Jiyong minta ke dalam kamarnya- terlebih ketika ada seorang wanita di kamar itu.

"Bawakan kesini mieku," suruh Jiyong, pada Lisa yang sudah lebih dulu makan sebab asisten rumah tangganya tidak lagi ada di ruangan itu.

"Jangan makan di ranjang, kemari lah... Ayo makan..."

Jiyong diam saja. Ia tidak bergegas mengambil mienya sendiri. Ia pun tidak bergegas menghampiri Lisa. Pria itu masih asik dengan beberapa pesan yang ia terima. Beberapa foto yang ia terima sore tadi, pesan-pesan menumpuk yang baru sempat dibukanya.

"Berapa usiamu?" tanya Lisa, sembari menyesap birnya.

"Dua tahun lebih tua darimu. Tapi tidak perlu memanggilku oppa."

"Tidak," tolak Lisa. "Aku tidak pernah berencana memanggilmu begitu. Tapi, kalau kau sudah setua itu, kau pasti tahu kalau kau harus cepat ke sini saat disuruh makan. Taruh handphonemu, cepat ke sini!"

"Ya! Kau berteriak padaku?!"

"Tidak... Maaf, cepat ke sini, mienya hampir gemuk, Tuan Ji yang baik? Terhormat? Menyebalkan? Apa yang ingin kau dengar?"

Jiyong masih ada di tempatnya. Belum beranjak bangkit, belum bergerak untuk mienya. Sampai akhirnya Lisa kembali mencibir, mengatakan ia akan menghabiskan mie di mangkuk Tuan Ji kalau pria itu tidak juga datang. Lisa selesai dengan mienya, namun Jiyong yang tidak juga menghampiri mienya membuat Lisa menginginkan lebih banyak karbohidrat.

"Ya! Kenapa kau mencuri mieku?!" seru Jiyong, yang akhirnya bergerak setelah ia melihat Lisa mengambil sebagian mie instannya, memindahkan helai-helai keriting itu ke dalam mangkuknya. "Oh? Kenapa ada telurnya?" tanya Jiyong, melihat mangkuk yang penuh dengan mie dan sebutir telur rebus setengah matang.

"Ya? Oh iya! Milikku tadi tidak ada telurnya. Kenapa kau kikir sekali? Kau hanya punya sebutir telur di rumah sebesar ini?"

"Tsk... Makan semuanya. Yang tidak ada telurnya tadi, itu milikku," balas Jiyong, yang hanya bisa meraih sekaleng birnya, lantas kembali ke ranjang.

Lisa terkekeh karena kesalahannya. Ia ingat kalau asisten rumah tangga tadi mengatakan sesuatu, namun gadis itu tidak benar-benar mendengarkannya. Tidak butuh waktu lama, gadis itu menyelesaikan dua mangkuk mie dengan dua kaleng bir. Ia berencana membuka bir yang ketiga namun bayang-bayang akan naiknya berat badan membuatnya mengurungkan niatnya.

Selanjutnya ia hampiri tuan rumah di sana, duduk di atas ranjang, di sebelah pria yang duduk sembari menatap handphonenya. "Kalau aku telanjang di sini kau tetap akan melihat handphonemu kan?" tanya Lisa, yang justru membungkuk untuk membuka sebuah kabinet kecil di sebelah ranjang. Namun belum sampai gadis itu melihat isi kabinetnya, tangan Jiyong sudah lebih dulu menahan pintu kabinet itu.

"Minuman ada di sebelah sana," ucap Jiyong, menunjuk kabinet di sisi lain ranjang dengan dagunya. "Tapi kenapa daritadi kau terus menyinggungnya? Kau sedang ingin bersetubuh? Atau hanya sedang mengujiku? Jangan melakukan yang kedua, itu menyebalkan. Kau bahkan tidak memberiku hadiah kalau aku lulus ujianmu."

"Jawabanku yang pertama. Tapi kau lebih tertarik dengan handphonemu, membuatku kesal."

***

Free Pass SellerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang