43

593 141 2
                                    

***

Mrs. Twig berkunjung ke rumah nyonya Lee malam ini. Ia tahu kalau tidak sopan berkunjung di atas pukul delapan seperti sekarang. Wanita paruh baya pasti sedang beristirahat sekarang dan Lisa tentu akan menganggu waktu istirahatnya. Namun gadis itu tidak peduli. Ia tetap berkunjung, menekan bel rumah itu kemudian bertemu tatap dengan wanita paruh baya yang menyebutnya sebagai simpanan suaminya.

"Aku tidak punya urusan denganmu. Aku mencari Taeyong oppa," lugas Lisa, menerobos masuk ke dalam rumah nyaman itu kemudian duduk di sofanya. "Dimana dia? Aku kerumahnya dan dia tidak ada di sana. Tetangganya bilang dia sudah lama tidak pulang," tanyanya, tidak peduli meski Nyonya Lee telah menunjukan wajah marahnya.

"Pergi dari rumahku! Apa lagi yang kau inginkan dari keluargaku? Apa semua yang kau lakukan tidak cukup bagimu? Sejauh mana kau akan menghancurkan keluargaku?!" marah wanita itu, sebab melihat gadis kurang ajar di hadapannya.

"Apa lagi yang bisa dihancurkan dari keluargamu Bibi?" tanya Lisa. "Bukan kah semuanya sudah hancur?" susulnya.

"Pelacur menjijikkan! Keluargaku hancur karenamu!" marah wanita itu, meski sudah empat tahun berlalu sejak kamatian suaminya. "Kalau suamiku tidak berusaha melindungimu, dia tidak akan mati! Dia mati karenamu! Bedebah sialan!" dendam wanita itu, sama sekali tidak membuat Lisa terkejut.

"Lalu bagaimana dengan suamimu? Bagaimana denganmu?" tanya Lisa. "Bagaimana denganmu yang masih bisa tinggal dan tertawa di sini? Bahkan bajingan terlalu sopan untuk kalian. Kalian berpura-pura baik dengan memberiku tempat tinggal tapi apa yang kalian lakukan? Kalian membeli rumahku dengan harga yang sangat murah. Seperempat harga seharusnya, iya kan? Kalian pikir aku tidak akan tahu? Lisa-ya, jual saja rumahmu untuk membayar hutang ayahmu, lalu kau bisa tinggal di rumah kami, iya kan? Itu yang kalian katakan padaku. Suamimu juga naik pangkat setelah berhasil menemukan ayahku. Meski yang ia temukan hanya jasadnya."

"Ayahmu korupsi, pelacur sialan!" marah wanita itu, yang kini menunjukan emosinya dengan menyiram segelas teh hangat tepat ke wajah Lisa. Membuat gadis itu harus memejamkan matanya untuk melindungi benda berharga itu.

"Tsk... Bibi, kau masih berfikir aku pelacurnya? Kalau begitu biar aku mengingatkanmu," jawab Lisa, yang selanjutnya menjerit, berteriak, seolah ia akan menangis. Nyonya Lee panik mendengar teriakan itu, namun Lisa tidak berhenti menjerit, memohon agar di lepaskan. Ia buat kepala Nyonya Lee berdenyut, luar biasa pening seolah ada sekelompok drummer yang memukuli kepalanya. "Sudah ingat?" tanya Lisa, yang akhirnya berhenti setelah melihat Nyonya Lee jatuh terduduk di lantai. "Kau sudah ingat apa yang suamimu lakukan padaku? Dia memperkosaku, di sini. Di rumah ini, dan apa yang kau lakukan? Sama seperti sekarang... Kau hanya bisa diam dan memegangi kepalamu. Meski sudah mencuri rumahku, kau tidak merasa bersalah, iya kan? Meski sudah membiarkanku di perkosa suamimu, berjam-jam, kau tidak merasa bersalah, iya kan? Hanya aku pelacurnya. Kau tidak tahu apapun. Kau tidak mengingat apapun, kau satu-satunya yang suci, kau korbannya, iya kan?"

"Kau di perkosa karena pakaianmu-" bisik Nyonya Lee, yang terhenti karena tawa Lisa. Wanita itu bergetar di tempatnya jatuh, ingatan yang sudah bertahun-tahun ia hapus baru saja menghantam kepalanya dengan sangat keras. Membuatnya bisa melihat dengan jelas bagaimana Lisa menangis, memohon untuk di lepaskan sementara suaminya tidak juga berhenti mendorong penisnya masuk semakin dalam, menghancurkan seorang gadis yang baru kehilangan ayahnya.

"Tentu saja! Aku diperkosa karena memakai sweater dan celana jeansku! Aku diperkosa karena pakaianku, bukan karena suami bejatmu itu tidak bisa menahan penisnya! Bahkan seorang gangster yang aku kenal masih bisa menahan penisnya saat melihatku hampir telanjang. Luar biasa, iya kan? Keluargamu benar-benar luar biasa, Bibi," Lisa kemudian bangkit, ia jatuhkan selembar foto di depan Nyonya Lee. Fotonya yang sedang di tusuk Lee Taeyong. "Senang karena sekarang kau sudah mengingatnya. Ada nomor teleponku di belakang fotonya. Telepon aku begitu putramu pulang, kecuali kau ingin putramu berakhir di penjara karena menusuk seseorang."

Hampir tengah malam, Mrs. Twig tiba di rumah. Ia parkir mobilnya seperti biasanya, menyapa dua orang yang menjaga di pintu depan, lantas melangkah masuk ke dalam rumah yang sebagian besar lampunya di matikan. Hanya lampu halaman dan teras depan yang menyala, lainnya dibiarkan mati. Merasa ada yang aneh, gadis itu masuk ke rumah, menyalakan lampu-lampu di sana lantas mencari pemilik rumah itu. Ia cari Tuan Ji di kamarnya, di ruang kerjanya, di kamar Somi namun tidak menemukannya dimana pun.

Sampai akhirnya gadis itu melihat titik bara api kecil di halaman belakang, di kursi santai dekat kolam renang yang gelap. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Lisa, yang akhirnya menghampiri Jiyong setelah ia meraih sekaleng bir dari lemari es. Pria itu sama sekali tidak terkejut, ia tetap pada posisinya, duduk bersantai sembari menghisap gulungan tembakaunya, tidak terlihat terganggu sama sekali.

"Berfikir," jawabnya, melirik gadis yang mengambil duduk di kursi lain, di sebelahnya setelah meraih rokoknya dari meja. "Kau pulang lebih awal malam ini? Ah karena kasino hotel ditutup?" tanya Jiyong, memperhatikan Lisa yang ikut merokok di sebelahnya. Lisa punya bir untuk dirinya sendiri, namun Jiyong justru punya sebotol air mineral untuk dirinya sendiri. Rokok dan air mineral adalah kombinasi yang jarang sekali Mrs. Twig lihat.

"Aku sudah bertemu ibunya Taeyong, aku juga bertemu dengan Eunha dan suaminya. Taeyong tidak menghubungi mereka, dia menghilang setelah pemakaman ayahnya selesai. Tapi aku yakin ibunya tahu dimana dia. Ibunya tidak kelihatan khawatir, dia pasti tahu dimana Taeyong berada," lapor Lisa tanpa mengatakan bagaimana detail pertemuannya. "Apa yang kau pikirkan sekarang? Omong-omong, aku tidak pernah melihatmu mabuk. Kau tidak suka alkohol?"

"Tidak, aku menyukainya," bantah pria itu. "Aku hanya lebih suka... Sadar? Dibanding mabuk. Bicara, berkelahi, marah, bersetubuh, tertawa, aku lebih suka melakukan semuanya saat sadar. Alkohol dan obat-obatan, aku tidak terlalu menyukai mereka."

"Apa karena kebiasaan mabukmu jelek? Kau memukul orang lain saat mabuk?"

"Kurasa, aku lebih banyak memukul orang lain saat sadar." Jiyong kemudian memutar posisi duduknya. Ia injakan kakinya di lantai, kemudian duduk menatap Lisa di sana. Ia perhatikan gadis yang sedang berbaring di kursi santainya, kemudian mengatakan apa yang mungkin tidak ingin gadis itu dengar. "Aku ingin bicara mengenai ayahmu. Aku bukan orang yang akan menagih hutang seorang ayah pada putrinya tapi kau harus tahu tentang ini. Kelab, keuntungan kasino yang menurun sampai polisi, ayahmu yang melakukannya."

"Kalau kau ingin aku membujuknya untuk berhenti, aku tidak sudi melakukannya," jawab Lisa, ia sudah menduganya saat Jiyong pergi ke rumah ayahnya sore tadi. "Aku tidak ingin bertemu dengannya, apapun alasannya. Bagiku, akan lebih baik kalau kau membunuh salah satu dari kami kemudian meletakan lagi semuanya di tempat semula. Aku tidak ingin membujuknya."

"Ini kali kedua ayahmu melakukannya. Dan alasannya selalu sama. Putrinya."

***

Free Pass SellerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang