50 || Epilog

44.8K 3.4K 1.1K
                                    

[ happy reading ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ happy reading ]

🌩️🌩️🌩️

Siang hari ini, jenazah Alan hendak di kebumikan. Seluruh sanak saudara, dan teman sekelasnya hadir guna melihat lelaki itu untuk yang terakhir kalinya.

Setelah selesai di mandikan dan di sholatkan, jenazah Alan di bawa keluar dari masjid. Rangga, Azam, Haikal, dan Faiz mulai memikul keranda yang di tiduri Alan.

Elma, Ayana, Ella, Iris, Finda, dan Asviva tak henti meneteskan air mata ketika indera penglihatan nya melihat salah satu dari keluarganya pergi tuk selamanya.

Dengan isak tangis yang mengiri kepergian Alan, Iris mendorong kursi roda yang di duduki Elma guna mengantar perempuan itu ke peristirahatan terakhir sang suami. Kedua kaki perempuan itu seakan tak kuat tuk memijak tanah.

Berjarak satu kilometer dari kediaman Bratanadipta, ke-empat lelaki itu secara perlahan mulai menurunkan keranda tepat di samping liang lahat yang sudah di gali.

Elma hanya diam tergugu ketika melihat jenazah lelaki yang di cintainya hendak di kuburkan. Batin nya tak henti mengucap kalimat istighfar. Berusaha kepergian Alan yang terasa begitu cepat.

"Azam, Rangga, sama Haikal turun." Wildan menyuruh. "Faiz di atas saja. Bantuin ulur papan."

Yang di suruh langsung melakukan tugasnya. Ketiga pria itu langsung terjun ke dalam liang lahat.

"Pelan-pelan," Rangga menerima jenazah buah hatinya. Air matanya hampir saja menetes, namun sekuat tenaga ia tahan.

Setelah jenazah Alan sudah di baringkan, Rangga berujar kepada Azam selaku sang putra sulung. "Zam, adzanin Adik kamu."

Jemari Azam bergetar. Lelaki itu bolak-balik menelan salivanya susah payah tak kuat menahan rasa sesak di sekitar dadanya. "Iya, Pah."

Haikal menepuk pundak Azam beberapa kali. "Sabar, Bang. Mungkin, ini yang terbaik buat Alan."

Azam mengusap air matanya kasar. Wajahnya memerah menahan tangis. Ia sedikit merundukkan badan nya. "Allahuakbar, allahuakbar ..."

Para pelayat yang hadir mendadak hening. Suara merdu nan lembut Azam ketika melatunkan adzan terdengar nyaring. Dapat di dengar juga, suaranya bergetar menahan tangis tak karuan.

Air mata Elma seakan mengering. Perempuan itu hanya diam dengan pandangan kosong menatap ke arah jenazah suaminya di dalam liat lahat.

Lelaki pembawa tawa yang mampu membuat hari-harinya menjadi lebih istimewa. Kehadiran nya seakan menyembuhkan lara di dalam hati selepas kepergian kedua orang tuanya.

Akalanka [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang