tu•juh

622 96 26
                                    

"Bengong aja, Bu."

"Eh. Udah bangun kamu."

Langit langsung duduk di kursi kosong yang ada di sebelah kananku.

"Mikirin apaan sih masih pagi-pagi begini?"

Aku hanya diam sambil memandang lurus ke halaman kecil di depanku.

"Allen sama Xena udah bangun?" Langit kembali bertanya.

"Hmm. Lagi jalan-jalan pagi sama Nana."

"Nanti mereka sekolah?"

"Yep. Masuk jam sembilan."

"Aku yang anter!" Seru Langit lalu meminum kopi paginya.

"Lang."

"Ya?"

"You know what? Aku lega, anak-anak sudah tau siapa Papa mereka."

"Tapiii?"

"I'm still worried about something."

"Akis ngambil anak-anak dari kamu?"

Aku mengangguk pelan.

"No need to worry, Nou. Aku rasa, dia nggak sejahat itu." Langit lalu meneguk kopinya lagi. "Kalau dia mau, pasti dia udah lakuin itu sejak awal."

Aku mengedikkan bahuku, "Aku nggak akan pernah siap dengan momen itu. Mereka hidupku. Mereka alasanku untuk tetap kuat setiap hari."

"Dan mereka juga nggak akan pernah ninggalin kamu, Nou. Kamu juga hidup mereka. Selama ini, cuma kamu orang tua mereka."

"Pokoknya kamu janji sama aku ya, Lang. Kalo sampai hal yang nggak kita inginkan terjadi, kamu bakal lindungin aku dan anak-anak."

"Iyaa, Nou. Iyaaa. Tenang aja. Untuk yang satu itu, aku sama Mas Angkasa nggak akan tinggal diam. Tau kan gimana sayangnya aku sama Xenallen? Apalagi Papasa-nya."

"Awas aja kalau kamu janji palsu. Aku kejar sampe ke ujung dunia sekalipun."

"Di mana sih tuh ujungnya dunia?" tanyanya meledekku.

"Rese!"

Lalu kami tertawa bersama. Aku benar-benar tak pernah berhenti bersyukur karena memiliki mereka yang benar-benar sayang dan peduli padaku dan anak-anak.

"By the way, nanti anak-anak pulang sekolah jam berapa?" tanya Langit setelah tawa kami mereda.

"Around three. Why?"

"Ikut aku yuk."

"Ke mana?"

"Ketemu seniorku. Captainku sebelum aku pindah base ke Bali. Yuk?"

"Kamu nggak berniat jodohin aku sama dia kan?"

Langit auto terbahak, "Ya enggaklah, Nou. Bisa digantung aku sama istrinya."

"Syukurlaaah. Aku pikir dia masih single dan kamu niat jadi Pak Comblang."

Langit lantas berdecak, "Kamu mah susah dicomblangin, Nou. Standardnya ketinggian buat kaum biasa macam aku gini."

"Halah. Yang ada juga yaa, orang kayak aku gini mah jangankan ditaksir pilot-pilot, dilirikpun pasti enggak."

"Siapa bilang?!"

"Aku lah barusan." Jawabku sambil nyengir ke arahnya. "Muka biasa aja. Udah punya buntut, dua pula. Ditambah masa laluku yang, uh. Dah lah, kelar."

Langit berdecak lagi, "Nggak gitu konsepnya, Noushavarina." Langit menarik nafasnya, "Begini, kamu tuh masih muda, cantik, mandiri, baik hati. Salah satu wanita tangguh yang aku kenal. Pasti banyak yang mau sama kamu. Yang ada nih ya, kamunya yang masih belum membuka hati."

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang