de•la•pan

490 75 12
                                    

"Abang sudah cerita ke teman, Abang. Sepertinya dia bisa bantu."

Aku meneguk tehku perlahan.

"Aku kenal? Aku nggak enak karena merepotkan teman Bang Adry."

"Kayaknya kalian pernah ketemu, Abang juga lupa sih. Dia teman kecil Abang di Malang. Sekarang sudah jadi pilot penerbang, lagi dapat tugas negara di Papua sana. Tapi keluarganya di Surabaya. Namanya Angkasa. Kamu ngerasa nggak asing sama namanya kah?"

Angkasa? Aku mencoba membongkar memori di otakku. Teman Bang Adry. Angkasa. Aku berdecak samar karena tak berhasil mengingat sosok ini.

"Sepertinya dia punya rencana karena dia langsung minta Abang nemuin dia di Surabaya. Weekend ini dia dapat libur dan rencana mau pulang untuk tengok orang tuanya. Kamu bisa ikut Abang ke Surabaya? Tenang aja, semua Abang yang tanggung. Angkasa juga nawarin untuk nginap di rumahnya aja. Tapi belum Abang iyakan sih. Gimana?"

"Abang yakin sama teman Abang ini?" Tanyaku sedikit sanksi.

"Angkasa selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Itulah kenapa Abang berani cerita tentang kamu ke dia. Abang juga kaget waktu dia langsung bilang sepertinya bisa bantu. Keluarganya juga orang baik-baik, Nou."

Aku lantas mengangguk-anggukan kepalaku pelan.

"Okay, Bang. Nou ikut aja sama saran Abang. Nou percaya sama Abang. Abang juga selalu bisa Nou andalkan. Seperti sosok Angkasa ini dimata Abang. So, yap. I'm in."

"Good girl. Weekend ini kita ke Surabaya. Semoga ponakan-ponakan Abang nggak rewel ya di dalam sana." Ucap Bang Adry sambil tersenyum tulus.

Aku langsung mendekat dan memeluknya erat.

"Thank you so much, Abang. Apalah jadinya Noushava tanpa Abang." ucapku dengan suara sedikit bergetar dan air mata yang mulai menggenangi kedua mataku.

"With my pleasure, my forever lil sist." jawab Bang Adry sambil membalas pelukanku tak kalah erat.

Perkenalkan. Dia lelaki hebat yang selalu bisa kupercaya dan kuandalkan setelah Papa, kakak sepupuku yang sangat kusayangi. Adry Sastra. Anak satu-satunya dari Budeku, Kakaknya Papa.

Tuhan, terima kasih karena sudah memberikanku kakak laki-laki terhebat seperti Bang Adry..

--

"Jadi, kebetulan Diandra ini dimutasi ke Headquarter kantornya untuk beberapa tahun kedepan. Agak jauh sih memang. Tapi menurut gue, itu cocok untuk Nou saat ini." ucap laki-laki bertubuh atletis di hadapanku dan Bang Adry.

Dia adalah Angkasa Megantara. Teman kecil Bang Adry yang tempo hari diceritakannya. Seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya, weekendku kali ini berakhir di Surabaya. Tepatnya di rumah keluarga Mas Angkasa.

"Lo udah kenal lah sama Didi, Dry. Jadi udah tau Didi orangnya kek mana kan?"

Bang Adry mengangguk pelan, "Kayaknya sih dia bakal cocok banget sama Nou. Tapi, emang dia setuju kalau Nou jadi teman seatapnya?"

"Sedikit banyaknya gue udah cerita. Justru Didi yang paling semangat. Dia jadi ada temannya di negeri kiwi sana."

Yap. Negeri kiwi. New Zealand. Tanpa diperjelas lagi, aku sudah bisa menangkap jika setelah ini, aku akan tinggal di negara yang sangat asing untukku itu. Tapi, hanya itulah satu-satunya tujuanku saat ini. Negara yang akan menjadi tempatku memulai lembar cerita kehidupanku yang baru.

"Dan gue jadi nggak gitu khawatir karena harus lepas Didi nun jauh di sana. Tenang aja, di sana Didi dapat rumah dinas istilahnya. Jadi kita nggak terbebani dengan biaya sewa tempat tinggal. Listrik, air, gas, semuanya juga dibiayai dari kantornya. Cuma tinggal mikirin buat makan aja."

"Aku jadi nggak enak, Mas Angkasa. Jadi seperti numpang hidup sama Mbak Diandra." Ucapku pelan.

Mas Angkasa sontak tertawa ringan.

"Nggak usah dijadiin beban ya, Nou. Kami beneran ikhlas bantu kamu. Diandra benar-benar excited banget karena nggak jadi merasa sendirian di Auckland. Kamu tau apa katanya?"

Aku dan Bang Adry kompak menaikkan kedua alis kami. Menunggu Mas Angkasa melanjutkan ucapannya.

"Gotcha! Ayo kita ajak adiknya Adry ke Auckland! Buat jadi teman hidupku selama di sana. I'm so soo happy now! You know why? Karena aku batal jadi anak ilang di Auckland. Pokoknya kamu harus pastiin dia mau ikut sama aku ya, Sa. Aku bakalan jadi kakak yang baik dan Aunty yang keren buat anak-anaknya. I promise!"

Kurasakan kedua mataku langsung berkaca-kaca setelah mendengar omongan Mas Angkasa barusan.

"Just for your information, Nou. Diandra ini dulu sempat punya adik perempuan. Dia sayang banget sama adiknya ini. Tapi sayang, adiknya harus meninggalkan dunia ini lebih cepat karena sakit. Bikin Diandra jadi seperti anak satu-satunya. Makanya, dia jadi sesemangat itu meskipun kamu sama dia belum pernah ketemu secara langsung. So, you don't need to worry at all. Diandra akan jadi kakak yang baik untuk kamu."

Tanpa bisa kucegah, air mataku menetes dengan cepat. Kuangkat tanganku untuk menghapus jejaknya dari pipiku.

"Aku janji, di sana aku bakalan cari kerja. Apapun bakal aku kerjain selama aku mampu dan ada yang mau mempekerjakan perempuan yang sedang hamil sepertiku ini. Aku akan berusaha untuk nggak ngerepotin Mbak Diandra."

Mas Angkasa kembali tertawa ringan.

"Jangan paksakan diri kamu, okay? Sekarang memang kami yang bantu kalian, tapi siapa yang tau kalau suatu hari nanti, gantian kalian yang bantu kami kan? Oh dan inget, kamu itu nggak sendirian. Tapi juga ada dua malaikat kecil di dalam tubuhmu. Siap-siap aja ngadepin Diandra yang mencak-mencak kalau kamu terlalu memaksakan diri kamu. I warned you." ucap Mas Angkasa lalu meminum kopinya.

"Kapan mereka akan pergi? Nou harus urus paspor, visa tinggal, dan lain-lainnya juga." Bang Adry bersuara.

"Kalau nggak salah, satu atau dua bulan lagi. Didi juga masih sibuk urus ini-itu sebelum pindah tugas. Termasuk paspor dan visa." jawab Mas Angkasa santai.

Bang Adry lantas menoleh ke arahku.

"Nanti sampai Jakarta, kamu langsung urus berkas-berkasnya ya, Nou. Abang temani."

"Untuk detail tempat tinggalnya, nanti gue infokan setelah gue dapet info dari Diandra ya, Dry. Karena itu bakal ditanyain sama petugas imigrasi dan kedutaan pas nanti Nou diwawancara waktu urus berkas."

"Roger that, Capt!"

Saat kami akhirnya sama-sama terdiam setelah pembicaraan panjang, seorang laki-laki yang cukup mirip dengan Mas Angkasa tiba-tiba muncul dan menginterupsi keheningan kami.

"Mas Angkasa! Lo kok balik nggak bilang-bilang gue sih?!"

Matanya sedikit terbelalak karena kaget begitu menyadari ada orang lain selain Mas Angkasanya.

Rambutnya terpotong rapi. Dia sedikit lebih tinggi dari Mas Angkasa. Badannya juga lebih kurus dan tidak seatletis Mas Angkasa. Kemeja putihnya tampak rapih dan melekat dengan pas di badannya. Jangan lupakan adanya satu bar putih yang bertengger dengan gagah di kedua pundaknya.

Tatapan mata kami lantas bertemu di udara. Alisnya cukup tebal. Hidungnya mancung. Bibirnya tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis juga, terlihat pas dengan garis rahangnya yang tegas. Di bawah hidungnya, ada sebaris kumis tipis. Dan ini yang sepertinya menjadi bagian favoritku, he have five o'clock shadow on his sexy jawline.

Disaat itulah, pertama kalinya aku bertemu dengan seorang laki-laki bernama Langit Megantara, sekitar tujuh tahun yang lalu. Seorang laki-laki yang ternyata menjadi sosok penting di dalam kisah baru kehidupanku..

---//---

Btw, aku baru sadar. Ternyata Nirankara itu, satu-satunya ceritaku yang setiap partnya aku ketik langsung di ponsel dan langsung diupdate di sini. Padahal, aku itu tipe penulis yang selalu ngetik ceritaku di macbook ataupun PC. Dan aku selalu bingung sama author yang bisa ketak-ketik di hp, terus langsung bisa jadi part baru. Just like, how caaan? Memang nggak sakit tangannya? Nggak kesemutan? Dan ternyata, tanpa kusadari, akhirnya aku pun melakukan hal yang sama dengan mereka di cerita ini. Sungguh istimewa sekali Nirankara ini ya😅

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang