"HPLnya kapan, Bu Angkasa?" tanya Bu Anggi Firman selaku ketua PIA di satuanku sekaligus istri Pak Firman Harjadi, Danlanud Iswahjudi saat ini.
"Sekitar minggu depan, Bu." jawabku sambil mengusap pelan perutku yang sudah sangat besar dibalik seragam PIA yang kugunakan untuk giat hari ini.
"Ya ampuun sudah minggu depan kok ya masih ikut giat sih, Bu? Kan bisa off dulu lho sama kayak pegawai-pegawai kantoran yang ada cuti melahirkan." ucap Bu Anggi.
"Sampun tak kandani oo, Bu Firman. Tapi Bu Angkasa tetap mau ikut giat terus." kali ini Bu Sakti yang berbicara. Beliau ini wakil Bu Anggi di kepengurusan PIA.
"Ndak apa, Bu. Kebetulan masuk trimester akhir gini saya ngerasa tenaganya malah tambah banyak. Jadi di rumah pun ndak bisa diam gitu Bu ada aja yang tak kerjakan."
"Wis lah Bu pokoknya ini giat terakhir yaa. Bu Noushava harus fokus persiapan lahiran aja dulu. Giatnya nanti lagi kalau sudah habis lahiran." putus Bu Anggi final.
"Nggih siap, Bu Komandan!" jawabku sambil tersenyum lebar.
Pagi ini memang ada giat di TK Angkasa. Di satuanku, ada pekan gizi yang diadakan setiap tiga bulan sekali di TK yang berada dibawah naungan Lanud Iswahjudi ini. Mas Angkasa sudah mewanti-wantiku agar tidak terlalu banyak aktivitas selama giat ini. Secara dia tahu aku sangat suka anak-anak, jadi dia sudah paham kalau pasti aku akan banyak bermain dengan anak-anak TK.
Selesai giat, aku langsung kembali ke rumah dengan mengendarai sepeda motor matic yang dibelikan Mas Angkasa tak lama setelah kami resmi menikah. Salah satu hadiah pernikahan katanya. Jadi bisa kugunakan untuk sekadar antar jemput sekolah si kembar dan kalau aku ada keperluan giat yang tidak jauh seperti ini.
"Assalamualaikum." ucapku begitu selesai memarkirkan motor di garasi.
"Wa'alaikumussalam. Kamu tuh yaa sudah Bunda bilang diantar aja sama Ayah, masih aja nekat pergi sendiri. Perutmu itu lho Nou sudah sebesar itu. Bunda takut banget liat kamu masih aktif banget gini."
Aku nyengir lima jari mendengar ocehan Bunda. Bunda dan Ayah sudah datang sejak kemarin, sedangkan Papa dan Mama masih tiga hari lagi baru akan datang ke sini.
"Angkasa ini juga. Bukannya ngelarang malah iya iya aja ngizinin kamu masih ikut giat sana-sini." Bunda masih terus mengomel.
"Mas Angkasa sudah ngelarang kok, Bundaaa. Cuma memang Nou aja yang masih mau kegiatan."
Baru Bunda mau ngomel lagi, aku langsung melanjutkan.
"Ini sudah yang terakhir, Bunda. Bu Komandan tadi juga sudah suruh cuti dulu sampai nanti habis lahiran."
Baru kulihat ada kelegaan dari raut wajah Bunda.
"Nanti biar Ayah yang jemput si kembar kalau si Angkasa sibuk. Kamu diem aja di rumah, istirahat. Memangnya nggak pegal ta pinggangnya."
Kali ini aku meringis karena merasakan perutku mulai mengencang.
"Nah kan pasti kencang kan perutnya?" ucap Bunda kali ini sambil mengusap perutku. "Ganti baju terus istirahat. Bunda sudah beres masak buat makan siang, sudah siapin jus juga buat kamu."
Mataku berbinar seketika, "jus apa, Bunda?" tanyaku dengan penuh semangat.
"Mangga sama strawberry. Sudah Bunda pisahkan juga yang buat si kembar. Kamu minum yang di gelas biru itu yaa."
"Siap, Bunda! Makasih banyak yaa, Bundaku sayaaang." ucapku sambil memeluk Bunda dari samping.
Memiliki mertua seperti Ayah dan Bunda adalah satu dari sekian banyak nikmat Allah yang amat sangat aku syukuri. Terima kasih, Ya Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirankara
ContoSetelah meninggalkan kota yang penuh romansa dan problematika masa mudanya selama bertahun-tahun, Nou memutuskan untuk kembali hidup di kota itu. Tak hanya sendiri, kini dia kembali bersama dua alasan terbesarnya untuk tetap kuat menjalani hari-hari...
