empat•puluh•empat

374 42 10
                                        

Flashback Angkasa's POV

"Tumben lo Mas lagi cuti malah nyusul gue ke sini."

"Memangnya nggak boleh Masnya nengokin adeknya? Lo takut ketahuan sisi bajingannya ya? Kalau itu mah gue udah tau lah nggak usah diumpetin, Lang."

Langit sontak tertawa, "Sialan."

"Lo beneran nggak ada niat punya hubungan serius, Lang?"

"Kata siapa?"

"Kata Nuansa. Kapan waktu gue nanya kabarnya via komen status WA dia. Dia bilang baik tapi capek banget jadi cewe gadungan lo walaupun ada bayarannya. Dia lagi mikirin mau resign jadi cewe bayaran lo atau minta naikin gaji lima kali lipat."

"Lah si Asa bangsat juga ternyata." sahutnya sambil tertawa.

"Pacarnya si Asa emang fine-fine aja si Asa suka jadi cewe gadungan lo gitu?"

Langit berdecak, "Baru abis putus dia. Eh bukan gara-gara gue, Mas. Tapi emang si Kelana itu aja yang emang dasarnya bajingan."

"Selingkuh?"

Langit mengangguk.

"Nggak lo pukulin kan tuh anak??"

Kali ini dia menggeleng, "ingin mengamuk sih gue Mas pas Asa cerita. Cuma biarlah urusan mereka berdua, gue nggak mau ikut campur."

"Good. Gue kira langsung lo hajar. Secara lo kan paling emosi kalau udah urusan perselingkuhan."

Langit menggeleng sambil menghembuskan asap rokoknya. Kalian pasti baru tahu ini kan kalau Langit Megantara ini ternyata seorang perokok?

"Kalian tuh bener-bener nggak pernah ada rasa suka gitu selama sahabatan gini?" tanyaku.

"Ini mah bahasan rutin kami, Mas. Mastiin rasa di antara kami, ada rasa suka atau enggak? Bukannya suka, tapi yang ada malah sering eneg saking udah jadi bestie seumur hidup kami ini. We know each other so damn well. Gue terlalu bajingan buat Asa yang walaupun gesrek juga sih otaknya."

"Talk about your bajingan side. Lo nggak sebajingan itu kan, Lang?" tanyaku sambil menatapnya tajam.

Langit kembali terbahak karena dia pasti paham dengan maksud pertanyaanku.

"Ya enggak lah, Mas. Insya Allah gue bersih. Yang bikin gue jadi bajingan tuh karena para wanita-wanita itu yang selalu menyalahartikan kebaikan hati gue. Kalau kata Asa, gue ini terlalu friendly aja. Ya abis gimana dong lo kan tau sendiri gue anaknya memang sesupel itu, Mas."

Iya benar juga. Di antara kami berdua, Langit memang lebih mudah bergaul. Aku sampai nggak pernah hafal dengan teman-teman Langit saking banyaknya. Saking ramahnya juga, orang lewat yang tidak dikenalpun suka disapa sama dia. Saat kutanya itu siapa, jawabnya "entah siapa. Nyapa orang kan nggak ada salahnya."

"Terus lo nggak ada niat buat punya hubungan yang serius gitu? Umur lo udah berapa sih?"

Langit berdecak lagi, "Jangan bawa-bawa umur ah. Gue kan nggak enak sama lo yang umurnya udah lebih banyak dari gue."

Kami kompak tertawa bersama.

"Sialan." gantian aku yang mengumpat.

"Lo duluan lah, Mas. Nanti kalau gue duluan, lo minta pelangkahnya nggak kira-kira pasti."

Aku kembali tertawa.

"Aman lah kalau itu mah. Kalau pelangkahnya mahal-nahal, yang ada nanti gue digantung sama Bunda karena menghambat salah satu jagoannya melangkah ke jalan yang benar."

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang