enam•belas

547 76 21
                                    

Ini ada 2500an kata. Baru kelar ngetik, belum aku edit sama sekali. Jadi harap maklum kalau ada typo, ada urutan kata yang kurang pas, & ada yang belum di-italic. Happy weekend!🥳

---

Jam setengah sepuluh pagi, aku dan Mas Angkasa sudah sampai di Sisi Kosong. Setelah memarkirkan mobil, kami berjalan bersisian menuju ke bangunan sederhana namun bisa terasa aura rumahannya meskipun baru dilihat dari luarnya saja.

Sejujurnya, berjalan di sebelah Mas Angkasa seperti ini, maksudku jika di tempat umum, cukup membuatku canggung dan tak jarang kami menjadi perhatian orang-orang. Karena percayalah, selain tubuhnya yang sangat proporsional dan tegap, aura Mas Angkasa itu lebih berbahaya dibanding Langit.

Kadang aku berpikir, seorang angkatan sering menarik perhatian karena seragam yang dikenakannya. Tapi ternyata itu nggak sepenuhnya benar. Karena Mas Angkasa pakai baju santai gini aja, dia tetap sangat menarik untuk dilihat.

"Kamu mau pesan apa, Mas?" tanyaku begitu kami sudah berdiri di depan konter pemesanan.

"Hhmm.. Kamu pesan apa?"

"Aku sih sudah pasti pesan latte."

Mas Angkasa tertawa pelan, "Andalanmu banget itu ya. Nggak di mana-mana, pasti yang dipesan latte. Tapi boleh juga sih aku pesan itu juga. Sekali-kali minum kopi yang warnanya nggak hitam."

Iya benar juga. Mas Angkasa pernah cerita kalau dia itu sudah ditahap saking bosennya sampai sudah nggak berasa bosan sama si kopi hitam. Katanya saking kalau kerja, pasti ketemunya dia lagi dia lagi, kopi hitam lagi kopi hitam lagi.

"Hot or iced? Kalau aku maunya iced. Biar adem nih kepalaku."

Mas Angkasa tertawa lagi. Kali ini dilengkapi dengan uluran tangannya yang mengacak rambutku pelan. Mba-Mba di hadapan kami sampai senyum-senyum dibuatnya. See? Ini pasti karena aura Mas Angkasa yang tadi aku bilang deh.

"Aku yang hot aja. Masih nggak biasa minum kopi dingin."

Aku lantas menyebutkan pesanan kami. Satu iced latte untukku dan satu hot latte untuk Mas Angkasa.

"Mau makan atau nyemil apa gitu nggak, Mas? Lumayan nanti buat cemilan sambil nonton dramaku." ucapku dengan menekankan kata drama.

Mas Angkasa terkekeh sambil menggelangkan kepalanya, "Aturan tadi aku standby pakai F16 ya? Jadi kalau situasi sudah tidak kondusif, tinggal aku tembak rudal ke arah sini. Biar pada bubar."

Kali ini aku yang tertawa, bahkan sampai terbahak.

"Aduh Mas Angkasa nih becandanya ngeri juga ya, bawa-bawa pesawat tempur sama rudal. Kalau gitu mah bukannya bubar, Mas. Tapi emang hancur tak bersisa. Maaf ya, Mbak. Mas yang satu ini kadang emang suka creepy gitu becandanya."

"Iya nggak apa-apa kok, Kak. Udah ganteng, lucu lagi Masnya ya."

"Yah Mbaknya belum lihat aja versi galaknya. Baru juga berucap satu kata, anak buahnya langsung pada kabur."

Mbak petugas malah semakin melipat bibirnya ke dalam untuk menahan tawanya.

"Jadi mau pesan apa lagi, Mas Angkasa Megantara yang terhormat?"

"Pisang cokelat aja deh. Kamu kira-kira bakal lama nggak? Oh nggak usah dijawab, sebentar atau lama sama aja. Tambah kentang gorengnya satu, Mbak."

Mbak di hadapan kami langsung menekan-nekan layar yang ada di hadapannya.

"Ada lagi tambahannya, Kak?"

"Browniesnya aja deh satu, Mbak."

Selesai menekan-nekan layar, dia langsung menyebutkan ulang pesananku dan Mas Angkasa. Akupun langsung menyerahkan kartu debitku.

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang