Duduk yang nyaman yaa karena part ini hampir 1300 kata.
---
Rumah kami kembali sepi setelah tadi ada kunjungan dari Ibu-Ibu PIA yang datang untuk menjengukku dan Maka. Semuanya kompak mengatakan kalau Maka lebih mirip Mas Angkasa.
"Aku aja yang rapikan. Ini sudah jamnya Maka nyusu kan?"
Aku melihat jam yang tergantung di dinding, jam sepuluh.
"Okay, Mas. Aku bangunkan Maka dulu. Titip tolong dibenahi ya, Mas."
Mas Angkasa hanya mengangguk lalu dengan sigap merapikan gelas-gelas dan juga piring-piring bekas tadi menyuguhkan makanan dan minuman untuk para tamu. Sedangkan aku mengangkat Maka yang masih terlelap dengan tenang di bouncernya.
"Makaizar. Maka sayang." ucapku pelan sambil menciumi pipi gembilnya.
Mata yang mirip dengan mata Mas Angkasa ini mengerjap pelan.
"Nyusu dulu yaa." ucapku lagi sambil berjalan ke kamar.
Sesampainya di kamar, aku langsung menyusui Maka. Si kembar masih belum pulang sekolah sedangkan Langit, Papa, Mama, Bunda, dan Ayah sedang jalan-jalan entah ke mana. Duh aku lupa lagi mau bilang sama Mas Angkasa nggak usah rapi-rapi beresinnya karena dia masih pakai seragam dinas karena habis ini harus kembali ke kantor lagi.
"Yang, anak-anak pulang jam berapa?"
Eh kan pas banget orangnya muncul.
"Jam setengah dua belas kayak biasa, Papasa. Eh kamu nggak usah rapi-rapi beberesnya, Yang. Kamu kan harus balik lagi ke kantor, nanti seragamnya kotor atau lecek lagi."
"Santai aja, sayaang. Aman kok ini tinggal cuci piring sama gelas, abis ini aku balik kantor dulu. Setengah dua belas aku jemput anak-anak sekalian pulang makan siang ya."
Mas Angkasa berdiri di depanku dan menoel-noel pipi Maka.
"Kalau enggak nanti aku yang jemput anak-anak aja sambil ajak Maka jalan-jalan."
"Panas tapi, Yang. Kasian kamu sama Maka nanti kepanasan."
"Kan pakai stroller ada tutupannya. Aku juga bisa pakai topi."
Mas Angkasa menggeleng, "Kalaupun aku nggak bisa keluar jam segitu, nanti aku telepon Langit. Biar sekalian dia aja yang jemput anak-anak. Dia pasti bersedia dengan senang hati."
"Okay baiklaaah. Manut sama suami aja."
"Good." jawab Mas Angkasa lalu mencium keningku dan pipi Maka bergantian. "Aku lanjut cuci piring dan gelasnya dulu."
Tanpa menunggu jawabanku, Mas Angkasa sudah berjalan keluar kamar lagi. Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah karena sudah memberikanku pasangan hidup seperti Mas Angkasa ini.
---//---
"Makaaa!!!"
"Kaaaiiiii!!!"
"Eh eeh ehh cuci tangan, kaki, muka, dan ganti baju dulu baru pegang Maka." ucapku cepat.
Nira, Kara, dan Langit langsung berhenti melangkah dan putar balik ke tujuan masing-masing. Ada yang ke kamar dan ada yang ke kamar mandi.
"Yang tua juga samanya kayak yang kecil-kecil." ucap Bunda yang membuatku dan Mama tertawa.
Aku, Mama, dan Bunda sedang santai di ruang tamu dengan Maka yang asik terlelap di bouncernya. Sedangkan Ayah dan Papa ada di teras, ngobrolin masa depan negara.
"Nggak ada serius-seriusnya memang anak satu ini, Mbak. Asal lagi bahas hal yang serius pun pasti ujung-ujungnya jadi bercandaan." ucap Bunda lagi ke Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirankara
Короткий рассказSetelah meninggalkan kota yang penuh romansa dan problematika masa mudanya selama bertahun-tahun, Nou memutuskan untuk kembali hidup di kota itu. Tak hanya sendiri, kini dia kembali bersama dua alasan terbesarnya untuk tetap kuat menjalani hari-hari...
