tiga•belas

415 69 11
                                    

"Lima tahun bukan waktu yang sebentar, Akis. Dan selama itu pula, aku sudah mengubur apapun semua tentangmu. Aku, sudah melepaskan dan mengikhlaskan kamu."

Lagi, aku kembali mengingat jawaban yang tadi kuberikan pada Akis. Tentang mimpi dan rasa yang saat ini kumiliki. Debar itu masih ada, namun rasanya sungguh berbeda.

"He's crazy, Nou. Abang rasa, kamu nggak perlu mikirin apapun kata-katanya tadi. Khususnya perihal menceraikan istrinya."

Ucapan Bang Adry menarikku kembali ke dunia nyata. Saat ini, kami sudah dalam perjalanan kembali ke rumahku. Nira dan Kara sudah terlelap di kursinya masing-masing.

"Lho, Abang dengar?"

"Hm.. Nggak sengaja dengar. Akan ada banyak resiko yang harus kamu bahkan anak-anak tanggung kalau kamu kembali sama dia."

"Entah sebanyak apa yang sudah Abang dengar. I told him that I buried everything about us. I've let him go and I've considered it."

"Good. Then what did he say?"

"He want us back. He said, he wouldn't give up for us."

"It's okay. Biarkan dia melakukan apa yang mau dia lakukan. Tapi kamu harus membuat batas yang jelas dan tegas, seberapa jauh toleransimu untuknya. Jangan sampai malah nyusahin kamu sama si kembar. Okay?"

Aku lantas mengangguk pelan.

"Dan yang terpenting, jangan kamu buka lagi hatimu untuknya. Just don't, Noushavarina. Kamu benar-benar harus menguatkan hatimu."

Mendengar ucapan Bang Adry barusan, membuatku kembali teringat akan kata-kata yang pernah Langit ucapkan padaku waktu itu.

"Jangan buka hatimu lagi untuknya. Just don't."

---

"Mimaaa!"

Suara Nira dan Kara kompak menyerbu telingaku seiring dengan pintu ruanganku yang terbuka.

"Hey, kiddos!"

Aku langsung bangkit dari kursiku dan menghampiri mereka. Setelah mereka bergantian mencium tanganku, aku langsung merengkuh mereka dalam pelukanku.

"How was the fieldtrip?" Tanyaku sambil melepaskan pelukanku.

"Seruu, Mima! Tadi kami ke peternakan gitu loh." jawab Kara.

"True, Mima. We feed a lot of animals. There are chickens, cows, sheeps, rabbits, ponies." Sahut Nira.

"Ada kolam ikan juga!" Tambah Kara.

"Kami juga nyoba merah susu sapi lho, Mima. Tapi aku agak geli gitu, Mima." Sambung Nira sambil bergidik ngeri.

"Waah seru bangeeet. Are you two happy?"

"Of course, we are!" sahut mereka kompak.

"Mbana mana?" Tanyaku lagi.

"Di depan, Mima. Lagi ngadem sambil liat-liat baju bagus katanya." jawab Kara.

Hari ini, memang ada jadwal fieldtrip dari sekolah si kembar. Mengunjungi peternakan gitu. Orang tua tidak diperuntukkan ikut, hanya boleh mengantar sampai sekolah dan menjemput lagi. Jadi, tadi aku hanya mengantar mereka sebelum ke butik. Nana juga hanya menunggu di rumah. Dan untuk pulangnya, mereka hanya dijemput oleh Nana dan Pak Gito, supir keluarga kami. Karena aku harus menyelesaikan dan menyetujui beberapa konsep design untuk koleksi terbaru butikku.

"Oh iya, Mima. Tadi kata Miss Agnes, next week ada peringatan hari ayah di sekolah." Nira kembali bersuara.

"Para Ayah diminta datang ke sekolah. Kita gimana, Mima? Siapa yang datang?"

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang