tujuh•belas

458 58 34
                                        

Masihkah ada yang ingat & menunggu cerita ini? Maaf banget aku baru engeh kalau ternyata sudah hampir satu tahun berlalu dari terakhir aku update part 16. Maafkeuun ygy🙏🏼😭

-----

"Ampuun, Papasaaa! Ampuunnn!" seru Nira disela-sela tawanya.

Mas Angkasa memang sedang menggelitiki perut Nira. Sedangkan Kara asik dengan kegiatan mewarnainya. Nira ini memang selengket itu dengan Papasa-nya. Setiap ada Mas Angkasa, pasti Nira akan menempel terus pada Papasanya. Setelah pulang sekolah, Mas Angkasa mengajak anak-anak untuk menemaniku bekerja. Jadilah mereka menyusulku ke butik sederhanaku ini.

"Mima, nanti kita mau pulang jam berapa?" tanya Kara.

"Kamu sudah bosan kah?"

Kara menggeleng sambil mengangkat tangannya yang sedang memegang pensil warna. Kalau sudah asik menggambar dan mewarnai, dia pasti tidak akan bosan.

"Tapi Nira lapar, Mima."

"Jagoan cantiknya Papasa lapar? Perasaan barusan habis makan roti cokelat. Ke mana perginya yaa roti cokelat itu? Coba sini Papasa cek perutnyaa."

Mas Angkasa langsung menggelitiki perut Nira lagi. Membuat Nira lagi-lagi kegelian sampai berseru ampun-ampun. Aku tersenyum lebar melihat pemandangan di depanku ini. Ada rasa hangat yang menyusup di dalam dadaku. Pemandangan ini sederhana namun terlalu sempurna untukku.

Langit Megantara is calling..

"Siapa, Mima?" tanya Kara.

Kalau Nira terlalu nyambung dengan Papasa, maka Kara terlalu nyambung dengan Om Langitnya.

"Om Langit." jawabku sambil mengambil ponselku yang tergeletak di meja.

"Assalamualaikum, Mimaaa!" seru Langit begitu aku menjawab panggilannya.

"Wa'alaikumussalam, Om Langit kesayangan Nirankara." jawabku sambil tersenyum.

"Kok Nirankara aja? Emang bukan kesayangannya Mima juga?" protesnya.

Aku tertawa pelan, "Kamu lagi di mana ini?"

"Di bandara. Baru mau terbang balik. Mas Angkasa masih di sana?"

"Masih tuh. Lagi bercanda sama anak gadisnya."

"Loudspeaker deh, Nou." ucap Mas Angkasa sambil berjalan ke arah meja kerjaku.

"Aahh aku cemburu." ucap Langit di seberang sana.

"Resign gih. Terus kerja jadi asisten pribadi sekaligus bodyguardnya Nou aja biar bisa 24/7 ada di dekat Nou." kali ini Mas Angkasa yang bersuara.

"Aduh aku nggak sanggup bayar gajinya nanti, Mas." sahutku cepat.

Mas Angkasa berdecak, "Ndak usah dibayar juga Langit mah pasti tetap maju paling depan kalau untuk Noushavarina. Am I right, Lang?"

"So damn right, Brother! Nanti aku tinggal cari usaha sampingan biar dapat uang. Jualan apa kek yang bisa dijual. Kalau bisa dijual, Mas Angkasa juga pasti aku jual." ujar Langit diakhiri tawa ringan.

"Ndasmu!" seru Mas Angkasa sambil tertawa juga.

Paling seru kalau melihat interaksi Kakak Adik ini. Bisa jadi mood booster banget untukku.

"Yaudah nanti aku telepon lagi ya kalau sudah sampai Jakarta."

"Lho emang tujuannya Jakarta? Bukannya Bali?" tanyaku.

"Jakarta dong. Kan habis ini mau pulang ke rumah masa depan. Mau ketemu sama anak-anaknya Papa Sky yang menggemaskan."

"Lha orang habis ini mereka mau aku bawa ke Malang kok. Nou mau aku ajak ketemu komandan kompi, urus surat izin menikah." ucap Mas Angkasa sambil menahan tawa.

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang