Hari ini, Akis mengajakku dan si kembar untuk melihat rumah yang diberikannya untuk kami. Katanya, rumahnya sudah selesai renovasi dan sudah siap untuk ditempati. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, kami sepakat untuk langsung bertemu di lokasi. Untungnya, hari ini Langit ada jadwal penerbangan ke Jakarta. Jadilah aku memintanya untuk menemaniku dan si kembar. Dan saat ini, aku dan anak-anak sedang menunggu kedatangan Langit di bandara.
"Ciee yang mau nengokin rumah baruu. Baru dikasih sama mantan terindah lagi." ledek Langit begitu kami bertemu.
Aku memukul lengannya pelan, "Rese."
"Tapi ngangenin kann?" ledeknya lagi sambil menaik turunkan kedua alisnya.
Sejujurnya, tingkah laku Langit yang seperti ini, sering kali membuatku tersipu.
"Mima! Om Langit! Ayo buruan. Nanti Papa Akis kelamaan nungguin kita." seru Nira dari dalam mobil.
Aku dan Langit kompak tertawa. Nira ini memang lebih semangat dan antusias dalam hal apapun dibanding Kara yang jauh lebih kalem. Apa karena Nira perempuan dan Kara laki-laki mungkin ya.
"Aku aja yang nyetir." ucap Langit sambil membukakan pintu penumpang bagian depan untukku.
"Tapi kamu kan capek lho baru pulang kerja."
"Enggak, aku nggak capek. Udah Mima duduk yang manis aja."
Langit mendorong tubuhku pelan agar segera masuk ke dalam mobil. Setelah memastikan aku duduk, Langit menutup pintu mobil dan berjalan ke belakang. Menaruh koper dinasnya di bagasi, baru berjalan lagi ke depan dan mengisi kursi pengemudi.
"Seatbelt sudah dipakai semua?" tanya Langit begitu selesai memakai sabuk pengamannya sendiri.
"Sudah, Om Langit!" jawab Nirankara kompak.
"Sudah juga, Om Langit." imbuhku.
"Okay. Let's gooo!"
---
"Lang."
"Ya?"
"Aku sebenernya masih nggak tau harus gimana terkait rumah ini."
Kedua alis Langit terangkat tinggi, "Karena pertemuan kemarin sama istrinya?"
Aku mengangkat kedua bahuku. Dari sebelum bertemu Aira, aku sudah ragu. Ditambah pertemuan itu, aku malah jadi semakin bimbang.
"Udahlah terima aja dulu. Akis kasih ini untuk Xenallen kan? Jadi terima aja rasa tanggung jawab Akis untuk anak-anak ini. Kalau nggak mau kamu tempatin, mungkin bisa kamu sewakan aja."
Aku cuma terdiam. Aku hanya nggak mau, karena hal ini malah menimbulkan kesalah pahaman lainnya lagi.
"Udah yuk. Si kembar udah lari masuk duluan daritadi lho. Perlu aku gandeng?" ucap Langit lagi sambil mengulurkan sebelah tangannya.
Aku refleks tersenyum lebar lalu menepuk tangan Langit yang terulur itu. Kamipun tertawa sambil melanjutkan langkah kami.
Begitu sampai di ambang pintu, aku dan Langit sama-sama dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang kami kenali. Membuatku dan Langit saling melirik satu sama lain.
"Hai, Mbak Nou. Hai juga, Om Langit favorit Paras!" seru perempuan cantik yang kini sudah bersiri dari duduknya.
Dia lalu berjalan menghampiriku dan Langit yang masih berdiri di depan pintu.
"Kok lo bisa di sini, Lee?" tanya Langit.
"Bisa lah. Gue yang ngerjain dekorasi rumah ini kok." jawab Alle sekenanya lalu langsung beralih padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirankara
Short StorySetelah meninggalkan kota yang penuh romansa dan problematika masa mudanya selama bertahun-tahun, Nou memutuskan untuk kembali hidup di kota itu. Tak hanya sendiri, kini dia kembali bersama dua alasan terbesarnya untuk tetap kuat menjalani hari-hari...
