dua•puluh•delapan

143 31 8
                                    

Tiga bulan berlalu semenjak Akis melakukan konferensi pers tentangnya yang sudah memiliki anak semenjak awal dirinya meniti karier. Walau banyak penggemar yang merasa kecewa, namun Akis masih banyak mendapat dukungan dari para penggemarnya. Bahkan banyak penggemar baru yang merasa pengakuan kesalahannya itu sebagai tindakan yang gentleman walau baru diakui saat ini.

"Tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang baik, apalagi jika itu sebuah kejujuran" begitu katanya.

Lantas bagaimana kehidupanku dan si kembar? Alhamdulillah kami baik-baik saja. Walau sekarang banyak pasang mata yang memperhatikan kami setiap kami beraktivitas di luar rumah, tapi tidak ada yang sampai mengganggu kehidupan atau privasi kami. Yaa walaupun terkadang ada saja komentar tidak mengenakkan yang sampai di telingaku, but it's okay. Mereka tidak menghidupiku, jadi aku hanya perlu mengabaikan mereka.

Anak-anak juga sudah kembali bersekolah seperti biasanya. Pihak sekolah juga biasa saja, seperti tidak ada kejadian menghebohkan yang melibatkan anak didik mereka. Semuanya berjalan normal seperti hari-hari biasanya. Pekerjaanku? Sangat aman terkendali. Bahkan saat ini aku banyak mendapat pelanggan baru, para penggemar Akis yang bukan hanya sekadar penasaran dengan sosokku, tapi mereka juga jadi menyukai koleksi-koleksi pakaianku.

Hubungan Akis dengan anak-anak pun semakin baik. Jika ada acara di Jakarta, Akis sering mengajak anak-anak datang menemaninya. Kalau libur sekolah dan bertepatan dengan Akis juga tidak ada pekerjaan, anak-anak suka menginap di rumah Akis ataupun Akis ajak berlibur keluar kota. Anak-anak juga sering bermain ke rumah orang tua Akis, baik itu diajak Akis ataupun diajak Kak Maureen dan Dre.

Lalu kabar hubungan Akis dan Aira? Entahlah. Yang kutau, Akis memberinya hak untuk memilih, tetap bersama Akis dengan syarat harus bisa menerima si kembar sebagai bagian dari hidup Akis atau memilih untuk berpisah. Lalu Aira memilih untuk tetap bersama Akis. Entah bagaimana hubungan mereka saat ini, yang pasti aku berusaha tetap berhubungan baik dengan Aira dan juga Raka. Karena yang kulihat, perlahan-lahan Aira sudah bisa menerima kehadiran si kembar.

Tok tok..

Ketukan di pintu ruanganku yang terbuka mengalihkan perhatianku dari layar iMac di hadapanku. Kulihat Dera sudah berdiri di depan pintu.

"Maaf Bu, ada tamu cari Ibu."

"Siapa, Ra?"

"Ibu Mega katanya. Aku suruh ke sini atau gimana, Bu? Bu Meganya lagi lihat-lihat koleksi di bawah sih, Bu."

Ibu Mega? Sepertinya aku tidak ada janji temu dengan pelangganku yang bernama Mega.

"Aku turun ke bawah aja, Ra. Capek juga daritadi duduk terus. Thanks yaa."

"Anytime, Bu."

Setelah Dera pergi, aku bergegas menyimpan desain yang sedang kukerjakan dan segera menuju ke lantai satu tempat koleksi-koleksi pakaianku dipamerkan.

"Tante Mega?!" seruku begitu melihat sosok yang sangat kukenali dan sangat kurindukan.

"Surpriseee!"

Aku langsung memeluknya dengan sangat erat dan dibalas dengan pelukannya yang tak kalah erat.

"Nou kangen banget sama Tante Megaa."

"Tantepuun. Kamu sehat kan?"

"Alhamdulillah sehat, Tante."

Kami lalu saling melepaskan pelukan.

"Tante sama Om Dirga sehat-sehat juga kan, Tan?" tanyaku sambil mencium tangan Tante Mega.

"Alhamdulillah sehat, Nou."

"Om Dirga mana, Tan? Kok nggak ikut?"

"Tuh orangnya yang kamu tanyain. Mana mungkin Om Dirga nggak ikut, Nou."

Aku menengok ke arah pintu butik yang baru saja terbuka. Om Dirga muncul dengan gagah walau sudah memasuki usia pensiun.

"Om Dirgaaaa!"

Aku mencium tangan Om Dirga dan memeluknya singkat.

"Sehat, Nou?"

"Alhamdulillah, Om. Masa kalah sama Om Dirga yang selalu sehat sentosa."

Om Dirga dan Tante Mega kompak tertawa ringan.

"Anak-anak sekolah, Nou?" tanya Tante Mega.

"Iya, Tan. Nanti sore jam tiga baru pulang. Naik ke ruangan Nou aja yuk, Tante dan Om."

Kami lalu berpindah ke ruanganku agar perbincangan kami lebih nyaman dan lebih bebas, tidak mengganggu pengunjung lain.

"How's life, Nou?" tanya Om Dirga begitu duduk di sofa ruanganku.

"Yaa beginilah, Om. Harus tetap dijalani dan disyukuri setiap detiknya. We're fine. Pekerjaan aman terkendali. Anak-anak pun aman tentram, itu sudah cukup buatku."

"I'm happy to hear that, Nou." ucap Om Dirga.

"Maaf yaa Om Tante, Nou belum sampai ke Surabaya. Om sama Tante malah sudah sampai sini duluan."

"It's okay, Nou. Sekalian Om sama Tante liburan ke Ibu Kota. Bosen juga di Surabaya terus." jawab Tante Mega.

"Ndak ke Madiun atau ke Bali ta Tan nengokin anak-anak lanang?"

"Hih males banget. Biarin aja mereka yang pulang ke Surabaya. Kadang ke Madiun sih nengokin si Angkasa. Tapi kalau si Langit mah biarin aja lah, siapa suruh dia sok-sokan minta pindah base ke Bali segala."

Gantian kini aku dan Om Dirga yang tertawa pelan.

"Kamu sudah nyaman di sini ya, Nou? Nggak ada keinginan buat pindah gitu?" tanya Om Dirga.

"Ih Ayah tuh basa-basi banget. To the point aja kenapa sih kalau sama Nou." sambar Tante Mega lalu beralih menatapku, "Jadi kamu mau pindah ke Madiun atau ke Bali, Nou? Salah satu jagoan Tante belum ada yang berhasil meluluhkan kamu juga kah?"

Aku refleks berdeham. Tante Mega ini memang suka ceplas-ceplos to the point, nggak suka basa-basi dulu.

"Ih Bunda nih. Ngelamar anak orang masa ngegas banget gini. Pelan-pelan lah, Bun. Kayak Ayah gini nih." Om Dirga lalu berdeham, "Jadi mau nerima lamaran anak Om yang mana, Nou? Angkasa Megantara atau Langit Megantara?"

Tante Mega langsung berdecak dan menepuk paha Om Dirga, "Sama aja dong Ayah kalau begituu. Duh lamaran macam apa ini nggak ada hikmat-hikmatnya?" gumam Tante Mega yang membuatku tertawa.

Aku lalu berdeham pelan dan menatap Om Dirga dan Tante Mega bergantian, "Kasih tau nggak ya aku pilih siapa???"





---//---

Sayang, aku mau menyelesaikan cerita ini secepatnya. Adakah yang mau jadi pengingatku setiap hari? Hehe🤞🏼😘

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang