sa•tu

1.4K 137 3
                                    

"Nira! Kara! Time's over. Let's sleep!"

"Okay, Mima. Kara, kamu rapikan legonya. Aku rapikan kartunya."

"Baiklaahh."

Aku tersenyum melihat anak kembarku yang kini sudah semakin besar. Perasaan baru kemarin aku berjuang melahirkan mereka.

"Mima, besok aku sama Nira sudah sekolah ya?"

Dia adalah Allen Nirankara. Tampanku yang sangat posesif padaku dan juga saudara kembarnya, Nira.

"Di sekolah yang kemarin Mima tunjukkan itu kan?"

Dan ini Xena Nirankara. Si cantik yang pemberani. Lahir lebih dulu dari Kara. Entahlah siapa yang kakak dan siapa yang adik. Karena bagiku, mereka adalah yang nomer satu, prioritasku yang paling utama.

"Iyaa. Makanya ayo cepat beresin mainannya terus kita tidur. Supaya besok nggak kesiangan dan telat ke sekolahnya."

Setelah mainan rapi, kami langsung menuju kamar Nira dan Kara yang berada tepat di sebelah ruang bermain tadi.

"Don't forget to brush your teeth kiddos!" ucapku begitu kami masuk ke kemar.

"Roger that, Ma'am!"

Mereka langsung berlarian menuju kamar mandi kecil yang juga ada di dalam kamar ini. Mereka masih aku tempatkan dalam satu kamar dengan tempat tidur tingkat. Kara di atas dan Nira yang di bawah.

Setelah mereka tertidur, aku beranjak untuk kembali ke kamarku.

"Mbok, besok tolong pastiin aku nggak kesiangan ya. Takut lupa kalau besok anak-anak sudah sekolah."

"Siap, Non! Dah sana si Non istirahat. Besok juga mesti kerja ta?"

Aku refleks tersenyum, "Iya Mbok. Setelah nemenin anak-anak sekolah. Kayaknya setelah itu aku ajak mereka ke butik juga. Aku ada janji sama pelanggan, takut nggak keburu kalau antar mereka pulang dulu."

"Yasudah ndak apa-apa. Nanti biar si Nana ikut aja Non. Jadi tetap ada yang jaga si kembar pas Non kerja. Tetap diantar Pak Pri kan Non?"

"Iya Mbok. Sekalian Pak Pri nungguin sampai selesai. Aku tidur duluan ya Mbok. Si Mbok juga istirahat."

"Siap Noon."

---

Meskipun ini sudah beberapa bulan berlalu semenjak aku kembali menginjakkan kaki di kota tempat aku dilahirkan ini. Rasanya aku masih belum terbiasa lagi dengan hiruk-pikuk kota ini.

"Mima, will you waiting for us?"

Aku berdeham mengiyakan pertanyaan Nira.

"Mima enggak kerja? Kata si Mbok, Mima harus kerja supaya kita bisa sekolah dan main."

Aku terkekeh pelan lalu mengusap lembut kepala anak laki-laki ku ini.

"Nanti Mima kerja setelah kalian sekolah. Kalian ikut Mima yaa. Is that okay?"

"Sure Mima!" sahut mereka kompak.

"I will sleep on your bedroom!" tambah Kara.

"And i wanna drawing with you, Mima." sambung Nira.

"And how about me? I'll be alone." Nana menginterupsi.

Nana ini cucunya si Mbok. Bapak dan Ibu Nana sudah meninggal karena kecelakaan sejak Nana masih SD. Jadi dia hanya punya si Mbok. Dan si Mbok sudah ikut bekerja denganku sejak bertahun-tahun lalu. Sampai rasanya, si Mbok ini sudah seperti Ibuku sendiri.

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang