"Kamu gila ya?!" seruku sedikit tertahan sambil menengok ke sekelilingku. "Gimana kalau ada yang liat kamu, Akis?"
"Ya nggak gimana-gimana lah. Liat ya liat aja." jawabnya santai.
Aku berdecak malas. Akis dan kenekatannya.
"Kata Kak Maureen kamu nyusul. Kok malah udah di sini duluan? Mereka aja baru ke sini besok kan?"
"Aku nggak disuruh masuk dulu? Bukannya kamu khawatir ada yang liat aku?"
Aku lantas berdecak lagi lalu kembali masuk ke rumah orang tuaku. Akis berjalan mengikutiku.
"Anak-anak mana?" tanya Akis begitu duduk di kursi yang ada di teras rumah.
"Lagi jalan-jalan sama Bapak." jawabku singkat. "Terus kamu ngapain ke sini?"
"Ketemu anak-anak sama kamu lah. Udah lama juga nggak ketemu sama Bapak sama Ibu. Ibu ada?"
Aku menatapnya lekat. Serius? Dia bisa sesantai ini? Seakan-akan hubungan kami masih sama seperti dulu.
Baru aku mau menjawab, Ibu sudah muncul.
"Eh, Bu." Akis langsung berdiri dan mencium tangan Ibu. "Sehat, Bu?" tanyanya.
"Alhamdulillah sehat. Kamu sendirian?"
Akis mengangguk, "Iya, Bu. Kebetulan kerjaannya bisa selesai lebih cepat."
Ibu mengangguk-anggukkan kepalanya, "Terus keluarga kamu? Istri dan anak kamu?"
Kali ini Akis terdiam. Dia langsung melirikku. Aku lantas mengangkat kedua bahuku.
"Mimaaa!" seruan Nira mengalihkan perhatian kami bertiga.
Nira, Kara, dan Bapakku baru saja masuk melewati gerbang.
"Eh kok ada Papa?" tanya Nira begitu sampai di teras.
"Hey sayang." Akis menghampiri Nira dan langsung memeluknya.
Bapak menatapku dan Ibu bergantian. Ibu mengangkat kedua bahunya dan langsung masuk kembali ke dalam rumah.
"Pak." ucap Akis sambil berdiri lalu menghampiri Bapak dan mencium tangan Bapak. "Sehat, Pak?"
"Ya beginilah." jawab Bapak singkat dan terdengar kikuk.
Akis lalu beralih ke Kara, "Hey boy."
"Bapak masuk dulu." ucap Bapak lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
Akis lalu mengajak Nira dan Kara duduk. Nira dan Kara kemudian duduk di pangkuan Akis.
"Kalian dari mana? Jajan ya?"
Kara mengangguk.
"Dijajanin sama Kakiang, Pa." jawab Nira.
"Beli apa?"
Nira lalu sibuk mengeluarkan sesuatu dari dalam tas plastik yang dibawanya.
"Waah jajan es krim. Memang boleh sama Mima?"
"Boleh dong. Asal nggak banyak-banyak." jawab Nira lagi.
"Sini Papa bantu bukain."
Akis lalu membuka dua bungkus es krim dan memberikannya ke Nira dan Kara.
"Besok ikut Papa jalan-jalan ya?"
Nira dan Kara langsung menatapku yang duduk di kursi yang satunya.
"Sama Danila ya?" tanya Kara.
"Iya sama Danila. Mau kan?"
Nira langsung mengangguk. Sedangkan Kara mengangguk ragu sambil melirikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirankara
Short StorySetelah meninggalkan kota yang penuh romansa dan problematika masa mudanya selama bertahun-tahun, Nou memutuskan untuk kembali hidup di kota itu. Tak hanya sendiri, kini dia kembali bersama dua alasan terbesarnya untuk tetap kuat menjalani hari-hari...
