dua•puluh•enam

250 34 11
                                    

-Flashback-

"Mima, kita kan sudah pindah ke Indonesia. Kenapa kita masih tinggal bertiga tanpa Papasa?"

Pertanyaan Nira barusan membuatku tersedak air yang sedang kuminum.

"Teman-temanku dan Kara, tinggal sama Papa Mama mereka. Ada Sean sih yang cuma sama Mamanya juga. Itupun karena Papa Sean sama kayak Papasa. Apa itu sebutannya Kara?"

"Military, Nira. Tentara." jawab Kara sambil memainkan legonya.

"Ya itu, tentara. Jadi Sean sama dengan aku dan Kara. Ketemu sama Papanya kalau Papanya pulang kerja yang jauh di sana. Kayak Papasa gitu." ucap Nira lagi.

"Apa Papasa itu lagi perang ya, Mima? Sean bilang, Papanya itu kerjanya perang, makanya jauh. Karena kan di Auckland itu nggak ada perang." sambung Kara.

Aku menyunggingkan senyumku sebelum menjawab pertanyaan anak-anak hebatku.

"Tugas tentara itu menjaga perdamaian. Salah satunya dengan berperang melawan penjahat. Tapi ya nggak selalu perang terus, sayang."

"Terus kalau nggak perang, kenapa Papasa dan Papa Sean nggak pulang-pulang, Mima?"

"Hmm mungkin mereka lagi tugas yang lain? Seperti jadi pelatih junior-juniornya."

"Aahh I see." jawab mereka kompak.

"Tentara itu ditugaskan di banyak tempat, termasuk di pelosok-pelosok daerah. Tugas-tugas itu yang bikin mereka harus terpisah sama keluarga mereka."

"Jadi mereka pindah-pindah ya, Mima?" tanya Kara.

"Iya dong. Kayak Papasa yang pindah dari satu kota ke kota lainnya."

"Kalau kita yang ikut Papasa pindah-pindah, nggak bisa kah?" kali ini Nira yang bertanya.

Aku menggaruk tengkukku yang sama sekali tidak gatal, mulai bingung menghadapi pertanyaan-pertanyaan ajaib mereka.

"Kan kalian harus sekolah." jawabku pada akhirnya.

"Di tempat dinas Papasa nggak ada sekolahnya ya, Mima?" Kara kembali bertanya.

Ya Tuhan.. Bagaimana aku mengakhiri pembicaraan yang rasanya semakin sulit untukku jawab ini?

"Papasa! Di tempat dinas Papasa memang nggak ada sekolah untuk anak-anak ya?"

"Hm?"

Aku menoleh ke belakang, Mas Angkasa baru saja keluar dari dalam kamar mandi dengan rambutnya yang masih basah.

"Kata Mima, kita nggak bisa ikut tinggal sama Papasa karena aku sama Kara harus sekolah. Di sana nggak ada sekolah juga kah kayak di sini?"

Mas Angkasa menatapku singkat sambil duduk di atas karpet bersama anak-anak.

"Kalau sekolah ya ada." jawabnya singkat.

"Kalau ada, kenapa kita nggak ikut tinggal sama Papasa aja?" tanya Kara.

"Papasa itu dinasnya pindah-pindah kota. Kasian kalau kamu sama Nira harus ikut pindah-pindah juga. Sekolah kalian pun nanti jadi berpindah-pindah. Kalian harus adaptasi sama lingkungan sekolah dan pelajaran yang baru terus. Nanti teman-teman kalian juga ganti-ganti terus lho."

"Kalau gitu, nggak bisa ya kalau Papasa aja yang nggak usah pindah-pindah? Bilang sama bos Papasa, Papasa tugasnya di sini aja, jangan pindah-pindah lagi." ucap Nira dengan santai.

"Ya nggak bisa gitu dong, Nira sayaang. Tentara itu harus siap ditugaskan di manapun."

"Kalau gitu, sampai kapanpun kita nggak bisa tinggal serumah bareng doong." ucap Nira. "Padahal aku berharap, kita bisa tinggal serumah sama Papasa juga begitu pindah ke Indonesia." sambungnya dengan suara lesu.

NirankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang